DH-47. Memohon Petunjuk-Nya

131 25 1
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Libatkan Allah dalam segala urusanmu. Jangan menjadi manusia yang sombong merasa mampu melakukan segala sesuatu seorang diri tanpa pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Merendahlah kemudian bermunajat. Bukankah Nabi mengatakan, minta-lah kepada Allah walaupun cuma garam?"

-Happy reading!-

🕊️🕊️🕊️

Memilih menggunakan jalur darat daripada jalur udara untuk mengunjungi tempat yang dikenal sebagai kota pelajar yakni Yogyakarta, Aira dengan segala perlengkapannya kini sudah bersiap berada di stasiun kereta api seorang diri.

Ibunya tadi sempat mengantar. Namun saat tahu jadwal keberangkatannya masih terbilang cukup lama, Aira mempersilahkan Amina untuk kembali lebih awal daripada turut merasa bosan menunggunya yang tak kunjung pergi bahkan sampai sekarang masih berbaur dengan calon penumpang lain.

Perempuan bermata sipit itu memilih untuk menaiki kereta api kelas ekonomi. Menyesuaikan dengan budget di sakunya yang harus berusaha meminimalisir pengeluaran.

Usai melakukan check-in dan cetak boarding pass, Aira memilih duduk di kursi peron sembari menunggu kereta yang diperkirakan sekitar sepuluh menit lagi akan tiba di stasiun.

Guna menghempas rasa bosan, Ia membaca beberapa ayat kalamullah lewat aplikasi Al-Quran di ponselnya. Menjadikan firman Allah teman hidupnya adalah prinsip yang berusaha Ia pegang sejak dulu.

Namun layar ponsel yang tiba-tiba berubah, menampilkan panggilan dari seseorang membuat lantunan ayat suci Al-Quran-nya terpaksa berhenti.

Aira mengernyit. Om nya menelepon. Ada apa?

"Assalamu'alaikum, Aira."

Begitu panggilan tersambung, suara parau dari Kamal langsung terdengar.

"Wa'alaikumussalam, Om. Ada apa?"

"Aira, Om mau minta tolong sama kamu."

Suara Kamal yang terdengar gelisah dan bergetar membuat Aira berdiri dari duduknya saking penasaran. Perempuan itu kian mendekatkan ponsel ke telinga, saat riuh di sekitar beriak memecah fokus.

"Mau minta tolong apa, Om?"

"Tante kamu ... Tante Dewi hendak melahirkan sekarang Aira. Dia tengah berada di rumah sakit bersama Aisha. Tapi saat ini Om tengah berada di luar kota. Om tidak bisa mendampingi Tante Dewi. Om juga sudah mencoba menghubungi Ibu kamu tapi sejak tadi ponselnya tidak aktif."

Jauh di seberang sana, Kamal menyeka air matanya yang terasa menetes. Lagi-lagi Ia tidak bisa mendampingi istrinya yang hendak melahirkan untuk ketiga kali.

Tenggorokan pria itu tercekat.

"Om takut sebagaimana saat hendak melahirkan Aisha dulu, Dewi mengalami distosia yang menyebabkan persalinannya memakan waktu yang cukup panjang. Maka dari itu tolong dampingi dia, Aira. Tolong wakilkan Om yang belum bisa menguatkannya di saat-saat genting seperti ini."

"Om benar-benar tidak bisa tenang, sebelum ada seseorang yang juga bisa memeluk Aisha yang pasti tengah bersedih melihat Bunda-nya tengah berjuang melahirkan adiknya saat ini. "

Aira menunduk. Keresahan yang Kamal rasa, mampu memporak-porandakan hatinya yang mudah tersentuh. Perempuan ber-abaya warna charchoal itu menghela napas gusar.

"Jadi Om mohon sama kamu, Aira. Karena Allah, tolong temani orang-orang tersayang Om saat ini. Tolong dampingi mereka di rumah sakit sampai persalinannya selesai. Om benar-benar bingung harus minta pertolongan lagi kepada siapa selain pada kamu."

Dia Humaira ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang