Aku begitu menunggu kesempatan itu lagi.
Saat Kang Burhan memberikan kode dengan anggukan kepala, aku langsung menghampiri Nenek.
"Nenek, aku ikut Kang Burhan ke Kebun Kelapa. Dia mau ambil kelapa lagi."
"Iya, bilang Si Burhan suruh hati-hati jagain kamu. Jangan sampai keseleo lagi"
Aku mencium pipi Nenek dan mengacungkan jempolku, sebelum berlari ke tempat Kang Burhan berdiri sambil membawa sepeda Onthelnya.
Dan seperti kesetanan Kang Burhan mengayuh sepedanya, atau ini anggapaku sendiri. Atau aku hanya ingin segera bersamanya di Pondok Kelapa. Tapi dia tidak keberatan sama sekali saat kedua lenganku memeluk erat pinggangnya yang keras.
*******
Aku masih teringat dengan kehebohan yang aku buat kemarin.
Saat aku turun dari boncengan sepeda Kang Burhan dan mencoba berjalan walau sedikit terpincang karena kakiku yang masih terasa sakit walau hanya sedikit, tetapi aku tidak bisa menyembuyikan wajahku saat menyerengit menahan sakit. Dan hal itu ketahuan oleh Nenek.
"Kenapa kakimu, Ky ? ..... Kamu apakan cucuku, Burhan ......."
Mendengar pertanyaan dari Nenek, bukan pertanyaan sih tepatnya tuduhan, sontak pandannganku dan pandangan Kang Burhan pertatapan.
Apa yang telah Kang Burhan perbuat kepadaku ? .... Ohhh, biarkan itu menjadi rahasia saja.
Dengan gugup aku menjawab.
"Bukan salah Kang Burhan, Nek ..... Aku yang ndak hati-hati saat berjalan. Jadi keseleo gini deh."
"Makanya ndak usah ke kebon lagi ..... gini khan akibatnya."
Mampus deh aku.
"Panggilkan Mbok Lirah kesini buat ngurut kakinya, Kyky."
Orang yang disuruh Nenek segera melesat pergi.
"Tadi Kang Burhan sudah mengurut kakiku koq, Nek .... Ndak usah deh, entar sakit lagi."
"Bener, Han .....?" tanya Nenek.
"Inggih, Kanjeng Nenek ....."
"Baguslah. Tapi kakimu harus diurut sama orang yang bener."
Dan rengekkan dariku pun tidak bisa membatalkan keinginnan Nenek. Jadilah aku sore itu dihukum dengan pijatan Nenek Lirah yang membuatku meraung-raung kesakitan.
********
Kang Burhan memakirkan sepeda di dekat Pondok Kelapa. Aku turun dari boncengannya.
"Kamu tunggu disini saja ya ....... Akang akan segera memetik buah kelapanya."
"Iya Kang ..... Tapi jangan lama-lama ya ..... Aku sudah ndak tahan."
Kataku sambil tersenyum dan mengerlingkan mata. Itu membuat Kang Burhan melonggo sambil membelaklakkan matanya.
Tapi setelah itu keterkejutannya berubah menjadi senyuman diwajahnya, Kang Burhan segera pergi ke kebun kelapa untuk melaksanakan tugasnya. Aku duduk di tangga pintu Pondok Kelapa untuk menunggunya.
Aku menunggu Kang Burhan dengan perasaan berdebar dan jantung yang berdegup kencang. Memikirkan akan apa yang Kang Burhan lakukan lagi, membuat suhu tubuhku naik dan leherku berkeringat dingin.