Namanya Jake

116 15 3
                                    

Pemuda kemarin bernama Jake. Dia tidak kuliah dan kesehariannya adalah berlatih bermain biola, piano atau apapun yang ibunya perintahkan akan selalu sosoknya turuti, seperti seharusnya.

Jake bilang hari ini dia berlatih menyanyi, ibu bilang saat mereka tengah menikmati sarapan pagi, dia memiliki kelas bernyanyi mulai hari ini, setiap hari, pukul delapan sampai pukul sepuluh pagi.

Jake mengingatkannya kepada sebuah cerita pendek milik Amy Tan berjudul TwoKinds. Ia tidak akan menyuruh Jake berontak seperti yang Jing-mei lakukan, tapi jikalau Jake meminta pendapatnya mengenai apa yang harus dirinya lakukan maka ia tidak akan segan menyuruhnya berontak.

Mereka berdua kembali bertemu setelah makan malam di taman gedung. Malam ini Jake terlihat kelelahan dan mungkin butuh tidur lebih awal supaya keesokan harinya dia bisa kembali diforsir untuk suatu hal yang tidak dirinya inginkan.

Mereka membicarakan tentang makanan enak di sekitar gedung, konversasi hari ini di dominasi sosok Jake yang telah tinggal di gedung ini lebih lama dari Sunghoon. Ia bilang ada sebuah warung nasi sederhana yang menjual makanan murah tapi tidak murahan, rasanya khas, khas makanan yang di masak diatas tungku.

Konversasi terjadi sekitar satu jam lebih, Jake pamit undur diri setelah menerima pesan dari ibundanya bahwa dia sudah harus kembali, membersihkan diri lalu pergi ke tempat tidur kendati ini masih pukul sembilan malam.

"Salam sama ibumu"

"Oke! Um - selamat malam, Sunghoon"

"Malam, Jake"

******

Semenjak kelas kelas itu jadi makanannya sehari-hari, Jake jadi kesulitan tidur, ibu bilang bahwa ia terlalu memikirkan hal yang tidak perlu.

Memang betul, tapi hal yang tak perlu itu sangat menganggu sehingga mau tak mau dia memikirkannya dan pergi tidur sekitar pukul dua atau tiga pagi.

Bukan ia tidak sadar ibundanya menjadi seperti ini. Dia sadar betul. Awalanya tidak suka tapi lama-kelamaan dia biasa saja.Ya mungkin dia hanya berusaha menerima supaya ibundanya tidak murka.

Bagaimanapun juga, seorang anak harus balas Budi, kan?

Sunghoon bagaikan angin segar baginya yang sudah sedari lama menginginkan teman - setidaknya teman ngobrol bilamana si empu tidak mau berteman dengannya. Dia cukup sadar diri kok.

Tiap kali dia melihat kedua netra sang teman ngobrol, dadanya bergemuruh, kedua pipinya memanas dan kepalanya bekerja dua kali lipat menyusun kata, dia yakin hal seperti itu lumrah terjadi kepada orang yang baru saja mendapatkan teman baru, bersemangat, iyakan?

Perutnya juga terasa aneh, rasanya ada sesuatu bergerak didalam sana, ciptakan rasa geli dan senyum bodoh di bibirnya.

Semua orang juga merasakan hal sama seperti ia saat mendapat teman baru

Kan?

TBC

[FIN] Satu Jam PerhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang