Chapter 33

478 34 0
                                    

Rumi mengusap punggung Davira dengan lembut dan sabar, anak itu langsung mengambil ember yang digunakan Davira untuk menumpahkan semua isi perutnya dan menaruh ember tersebut di lantai kemudian memberikan sang mama segelas air putih.

Hari ini adalah jadwal kemoterapi Davira, untungnya wanita itu sudah dapat melanjutkan kemoterapi setelah beberapa bulan ini sempat tertunda karena kendala ekonomi.

"mama, kakak keluar sebentar buat beli minuman, ya?" izin Rumi.

"iya, kak. Kakak sekalian cari makan, belum makan, 'kan tadi pagi?"

Cewek itu menggeleng kecil, "nanti aja, belum lapar. Kakak keluar dulu, ya, ma," ucapnya sambil mengecup singkat pipi Davira.

Ia dibuat kaget ketika baru saja menutup pintu ruang kemo Davira dan menemukan sebuah kantong plastik bening tergantung tepat di depan wajahnya.

"tadaa~~~"

Wajah Ruri muncul dari balik plastik itu, ia menunjukkan senyum yang sangat lebar, "gue bawain buah buat mama lo," ucapnya sambil menyerahkan plastik tersebut ke genggaman Rumi.

"lo bolos?" tanya Rumi dengan tatapan curiga, sebenarnya tak perlu ditanya pun melihat dari pakaian Ruri sudah dapat dipastikan jika cowok di depannya ini bolos.

Ruri memggeleng, ia menyandarkan bahunya ke dinding, matanya menatap sosok Davira yang tengah tertidur dari balik kaca pintu ruangan barulah setelah itu Ruri menatap cewek di depannya ini.

"gue izin, 'kan, gue masih sakit," bohongnya, padahal dilihat darimana pun Ruri sudah dalam keadaan sehat.

Rumi tak menanggapi ucapan cowok itu dan berjalan menuju ke mesin penjual minuman yang untungnya berada dekat dengan ruang kemoterapi Davira, cewek itu memasukkan beberapa koin ke dalam mesin dan memilih minuman yang ingin dibelinya.

"lo tau darimana mama di kemo di sini?"

Cowok itu pun mengeluarkan HP-nya dan menunjukkan isi chatnya bersama dengan adik pertama Rumi, "Katya," jawab Ruri singkat,

"sejak kapan lo berdua dekat?" Rumi menatapnya penasaran, terakhir kali diketahuinya jika hubungan kedua orang ini masih kurang baik.

"ada deh!" balas Ruri seenaknya, ia kemudian mengambil minuman yang baru saja jatuh ke bawah mesin untuk Rumi.

Tak ada percakapan lebih lanjut, keduanya kembali berjalan ke depan ruangan Davira, Ruri hanya berdiri di depan ruangan sebelum Rumi masuk, cowok itu menahan tangannya.

"gue ngerasa lo sedikit menjauh akhir-akhir ini," ucap Ruri dengan mata yang menatap lurus ke arah Rumi.

"perasaan lo aja kali," jawab Rumi, ia tak berani menatap cowok itu.

Sebelah tangan Ruri terangkat, ingin menyentuh dagu Rumi dan memaksa cewek itu menatapnya tapi ia urungkan niatnya, pada akhirnya tangan itu mendarat di puncak kepala Rumi dan mengacak-acak rambut cewek itu gemas.

"telepon atau chat gue kalau kemonya sudah selesai, biar gue antar pulang," ucap Ruri lalu berbalik pergi untuk meninggalkan Rumi.

Rumi hanya bisa menatap kepergian Ruri dengan tatapan hampa, sulit untuk menjaga jarak dengan Ruri secara perlahan ketika cowok itu dengan mudah tau apa saja yang sudah berubah. Andai saja ia tak mengetahui jika cowok itu masih menunggu cinta pertamanya, mungkin tak akan ada jarak diantara mereka sekarang.

Rumi tak ingin menjadi seseorang yang buruk dengan dicap sebagai perebut pacar orang, untuk sekarang ia hanya ingin fokus mengembalikan lagi surat rekomendasinya sehingga ia bisa sedikit mengurangi beban orang tuanya.

***

tik... tik... tik... tik...

Jonah merasa kepalanya hampir pecah karena mendengar suara ayunan newton yang terus dimainkan oleh adik kekasihnya itu selama satu jam setelah kedatangannya, pria itu menyandarkan punggungnya ke kursi lalu menatap Ruri malas.

His Name, RuriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang