"Ruri gak mau sekalian mampir? Ini sudah hampir jam makan siang," ucap Davrira saat mobil hitam milik Ruri sudah berhenti di depan rumah mereka.
Cowok itu menoleh ke belakang dan tersenyum manis, "boleh, tante," jawaban yang tak terduga keluar dari mulut Ruri.
Sebelum cowok itu keluar dari mobil tangannya sempat melepaskan seatbelt milik Rumi, ia keluar dan membukakan pintu untuk Davira, membantu wanita itu untuk berjalan masuk ke dalam rumah.
Ini pertama kalinya bagi Ruri masuk ke dalam rumah Rumi setelah beberapa bulan hanya mengantarkan cewek itu sampai di depan saja. begitu masuk mata Ruri langsung memindai isi perabotan rumah Rumi, tak ada yang aneh dari rumah Rumi, semuanya normal. Hanya saja lebih kecil dari rumahnya.
"lo yakin mau makan siang di sini?" tanya Rumi begitu ia selesai mengantarkan Davira ke kamarnya.
"lo ngusir gue?" Ruri menaikkan sebelah alis nya.
"gak gitu, kali aja lo gak nyaman ada di sini." Rumi mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Ruri menggeleng, ia pun berjalan mendekat ke arah Rumi, "selama ada lo, gue selalu ngerasa nyaman, Rum," ucap cowok itu tulus.
Rumi tak bisa tak merasa senang mendengar perkataan Ruri, jantug nya sangat lemah jika cowok itu sudah mulai berkata manis, mungkin inilah kenapa Ruri dengan mudah mendapatkan hati para perempuan, cowok itu memiliki mulut yang manis.
"gue mau masak, lo duduk aja dulu."
"gue bantu!" Ruri menyerukan ide yang tiba-tiba muncul di otaknya.
Akibat dari usulan cowok tersebut Rumi jadi menatapnya penuh kecurigaan, "gak usah," tolak Rumi, pikirannya kembali teringat akan kejadian di apartemen cowok itu, mengingat itu membuat Rumi ingin kembali tertawa.
Ruri mendengus kecil, ia jelas melihat bagaimana cewek di depannya ini berusaha menahan tawa nya, "gue bisa masak, Rum!" ujarnya sambil menyentil dahi Rumi.
"lo tamu! Gak usah ngapa-ngapain!"
Cewek itu mulai berjalan menuju ke dapur, bukan Ruri namanya jika ia menerima perkataan Rumi begitu saja, cowok itu mengikuti langkah Rumi dari belakang dengan mata yang sesekali melirik kiri kanan untuk melihat isi rumah cewek tersebut.
"Ruri..." ujar Rumi dengan suara yang pasrah.
Ruri memasang wajah seriusnya, cowok itu menatap Rumi dengan kedua tangan terlipat di atas dada, "kata dokter, gue harus sering-sering gerak supaya cepat sembuh."
Alasan yang konyol, melihat Ruri yang tak akan diam saja meski sudah disuruh, Rumi pun mengambil beberapa bawang dan menyerahkannya kepada cowok tersebut.
"kupas ini," ucap Rumi lalu berbalik meninggalkan Ruri yang menatap bawang dan cewek itu kebingungan.
***
Davira tak dapat tertidur dengan tenang ketika mendengar suara berisik yang berasal dari dapur, wanita itu mengambil selendang nya yang tergantung di atas kursi memasang kan nya ke tubuh bagian atas lalu berjalan keluar dari kamar.
Wanita itu melihat sang anak bungsu yang sedang duduk di atas kursi meja makan sambil menertawakan sesuatu di depannya, Davira kemudian menghampiri Iva dan mengusap kepala anaknya tersebut, Iva tersenyum lebar ke arah Davira lalu kembali fokus ke depan.
Meja makan mereka berhadapan langsung dengan dapur, Davira mengambil tempat kosong di sebelah sang anak, keduanya sama-sama menonton kekacauan yang sedang terjadi di depan mereka saat ini.
"Ruri, ini ketebalan!"
"tadi katanya pas!"
"kulit kentang nya masih ada!"
KAMU SEDANG MEMBACA
His Name, Ruri
Ficção Adolescente"Kepada Ruri Dhananjaya! Gue suka sama lo! lo mau jadi pacar gue?" akibat memilih dare, Rumi terpaksa menerima tantangan untuk menembak Ruri cowok yang terkenal dengan title 'playboy' dari teman-temannya, tidak sampai disitu saja, ia bahkan diminta...