Bab 7

39.3K 1.4K 25
                                    

Aku menerima saran dan kritikan, kalian bisa komentar apapun tentang cerita ini.

~ HAPPY READING ~

****

Hari sudah menjelang malam, mentari pagi sudah tenggelam. Dewa membuka knop pintu kamar putrinya, lalu seketika memperlihatkan pemandangan yang damai dan juga tenang. Jihan yang tidur memeluk Naya di atas ranjang, membuat hati Dewa terasa senang. Pria itu tersenyum simpul, ia memutuskan untuk keluar dari kamar Naya. Belum sempat ia melangkah, Jihan terbangun dari tidurnya.

"Maaf pak Dewa, Naya tadi nggak biarin saya pergi" tuturnya lirih, takut membangunkan Naya.

Dewa tersenyum, ia seperti berkata 'tidak masalah'. Jihan pun bernapas lega, malam ini Jihan akan menginap disini untuk menjaga Naya, karena Naya tidak membiarkan nya untuk pulang kerumahnya, Jihan juga tidak tega meninggalkan Naya seorang diri, ia sangat kasihan dengan Naya. Takut jika nanti demam nya tinggi lagi, ia harus berjaga-jaga untuk itu.

2 jam kemudian, Jihan memutuskan untuk keluar dari kamar Naya, ia sekarang merasa lapar, mungkin Jihan akan menemukan sesuatu untuk di makan, toh ia belum makan malam tadi, karena terus sibuk mengurus Naya. Jihan berjalan menuju dapur, samar-samar ia mendengar suara piring dan sendok yang beradu, Jihan mengelus tangannya merinding, takut-takut jika ada mahkluk tak kasat mata dirumah ini.

"Apa gue cuma halu ya" gumam Jihan takut.

Cewek itu terus berjalan sampai ia menemukan dapur, Jihan menatap sosok di depannya, pria yang memakai piama berwarna putih. Ia bernapas lega karena bukan hantu yang sedang ia lihat, melainkan Dewa.

"Tenang aja, disini anti hantu" ucap Dewa tiba-tiba, setelah meletakkan sepiring nasi goreng.

Jihan tersadar dari pemikiran aneh-aneh nya itu, ia melihat Dewa berdiri di depannya yang masih memakai celmek, menambah kesan tampan menurutnya. Jihan tertegun ia menatap Dewa, tanpa sadar Dewa berada dekat dengannya, matanya, deru napas yang damai, dan bibir yang terkesan indah itu. Mata mereka bertemu, pria itu menyamakan tingginya dengan tinggi Jihan.

"Kamu nggak papa?" Sesekali Dewa melambaikan tangannya di depan wajah Jihan, pria itu merasa khawatir akan terjadi sesuatu dengan Jihan, mengingat Jihan sama sekali tidak bergerak.

"E-ehh . . . e-nggak kok Pak" balas Jihan gugup lalu menjauh dari Dewa.

Cewek itu menetralkan jantung nya yang entah kenapa berdetak dengan cepat. Mungkin benar kata orang-orang, Duda itu auranya beda.

"Kalau nggak papa, duduk dong. Ngapain cuma berdiri disitu."

Entah sejak kapan Dewa sudah duduk di meja makan itu, Jihan segera menarik kursi yang kosong, lalu ia duduk disana. Dewa memakan nasi goreng itu disusul juga dengan Jihan, hanya ada suara dentingan sendok dan garpu, tidak ada yang memulai pembicaraan, mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Pak Dewa udah jam segini kok belum tidur?" Hingga Jihan yang berbicara untuk mencairkan suasana.

Dewa berhenti menguapkan nasi kedalam mulutnya, pria itu beralih menatap Jihan "karena saya lapar"

Deg

Jawaban Dewa ada benarnya juga, kenapa ia harus bertanya soal itu? Padahal ia melihat sendiri bahwa Pak Dewa memasak nasi goreng. Pertanyaannya sangat tidak masuk akal, dasar Jihan. Eh tunggu masak? Pak Dewa masak? Sungguh Jihan baru sadar bahwa tadi Pak Dewa memasak, sekarang Jihan merasa kagum kepada Dewa, sosok ayah yang baik, seharusnya Dewa yang hanya berkerja mencari nafkah malah sekaligus mengurus anaknya, Dewa memang hebat. Selama ini Jihan salah menilai Dewa, sekarang ia tahu mengapa Dewa sangat marah waktu itu, karena Dewa hanya memiliki Naya, darah dagingnya. Dewa sangat mencintai Naya, Bahkan tadi saat ia datang kesini, raut wajah Dewa sangat panik karena melihat putrinya sakit, pria itu rela libur kerja demi mengurus putrinya.

Duda Keren Suami Idaman (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang