BAB 37

10.1K 672 6
                                    

Seminggu, waktu yang sangat lama untuk Keluarga Andreaxa lalui setelah mengetahui segala fakta tentang putri bungsu Andreaxa. Bahkan mereka sudah mengerahkan seluruh bawahan mereka dan meminta bantuan dari kenalan mereka untuk mencari gadis bernama Nafesya tersebut.

Sayangnya sampai hari ke-tujuh pencarian mereka ini, sama sekali belum ada petunjuk akan keberadaan sang gadis. Mereka masih cukup waras untuk selalu berpikir positif tentang keadaan Nafesya.

Meski terkadang mereka merasa ingin menyerah dan pikiran negatif berseliweran dalam benak mereka, tetapi perasaan bersalah yang menggebu-gebu kembali mengingatkan mereka untuk tak menyerah menemukan Nafesya dan mendapatkan maaf dari sang gadis.

Di tengah hujan deras yang membasahi jalanan kota Jakarta sore ini, sebuah mobil melaju membelah jalanan dengan kecepatan sedang. Di dalamnya terdapat tiga orang lelaki yang fokus mengamati jalanan yang sedikit berkabut efek dari hujan deras.

"Kita ke minimarket dulu ya?"

Setelah sekian lama hening mengisi, akhirnya Ren sebagai pengemudi mobil tersebut membuka suara. Hanya deheman singkat yang menjadi sahutan dari kedua adiknya.

Mobil hitam tersebut kini sudah terparkir rapi di depan minimarket. Ketiganya keluar bersamaan dan dengan mudahnya menarik perhatian di sekitarnya. Tentu tak ada orang yang bisa mengabaikan ketiga pemuda tampan nampak keluar dari mobil mewahnya.

Tanpa peduli akan berbagai tatapan yang tertuju pada mereka, ketiganya lebih memilih masuk ke dalam minimarket dengan ekspresi datar di wajah tampan mereka.

Ketiganya berpencar, Ren menuju rak-rak mie instan cup dan mengambil enam buah dengan 2 jenis rasa berbeda. Alvano sendiri sedang mengambil beberapa cemilan dan Elvano mengambil beberapa minuman, terutama kopi.

"DERY! Please stop it!"

Suara familiar di pendengarannya membuat Elvano secara spontan membalikkan badannya dan melihat jelas seorang gadis dengan wajah merengut sebal bersama seorang pemuda tampan yang tertawa puas.

Mata sekelam jelaga miliknya membulat sempurna kala melihat wajah cantik dari gadis tersebut sangat mirip dengan adik yang ia cari-cari tanpa kenal putus asa. Tanpa sadar langkah kakinya mendekat ke arah kedua orang yang masih menjadi pusat perhatiannya.

"Panggil gue Bang Dery, Sya. Itu gak sopan loh." Ucap pemuda yang diketahui bernama Dery.

Sedang sang gadis masih terlihat kesal dan menepis kasar tangan Dery yang masih mengusak surainya dengan acak.

"Call Me Okta!" Ucap sang gadis yang tak lain adalah Esya.

"Okay, okay. Sory hmmm?" Dery menatap kedua mata bermanik hazel tersebut dengan lembut.

Esya tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya antusias, membuat kesan imut untuknya.

"Coklat ya?" Kini Esya bertanya dengan mata berbinar dan kedua tangan yang mengepal didepan dadanya. Tolong siapapun selamatkan Dery dari keimutan adiknya ini.

"Esya?"

Panggilan bernada tanya nan lirih tersebut membuat Esya dengan segera menoleh ke sang pemanggil. Kedua mata indah bermanik hazel tersebut membulat kala mengetahui siapa yang memanggil namanya.

Nyatanya teriakan Esya untuk menghentikan perlakuan Dery tadi tak hanya menarik perhatian Elvano, tetapi juga kedua kakak kandung Esya yang lain.

Tubuh Esya menegang, nampak jelas raut terkejut di wajah gadis tersebut. Namun, di kedua mata bermanik hazel tersebut dapat ditemukan adanya percikan ketakutan juga kekecewaan yang sangat mendalam.

Esya {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang