509 48 0
                                    

Tok.. tok.. tok..

"Permisi tuan?"

Ketukan dari pintu membuatnya berhenti, ia segera menyimpan Guqin kembali ke dalam kotak kaca.

"Masuk."

"Saya izin pamit tuan, sudah waktunya pulang," perempuan yang menjadi sekretarisnya itu pun membungkuk hormat.

"Terima kasih untuk hari ini, Nona Lou." Lan Wangji menganggukkan kepala sebagai tanda perpisahan.

Dan ia kembali di ruangan itu sendiri.

.....

Jika kalian bertanya, mengapa Guqin itu di letakkan di kantor? Bukan di rumahnya?

Jawabannya, ia lebih banyak menghabiskan waktunya disini.

Rumahnya, hanya menjadi properti tambahan baginya, dan juga tempatnya untuk kabur dari dunia.

Masih ingat, kan? Lan Wangji itu immortal.

Ia harus bersembunyi saat orang-orang mulai mencurigai. Oleh karena itu, rumahnya lah tempat persembunyian miliknya.

Lebih tepatnya, itu sebuah bunker.

Dengan hiruk piruk kota yang semakin meluas, ia sudah tidak bisa tinggal di gunung atau di hutan lagi. Karena itulah ia memilih membuat rumahnya berada di bawah tanah.

Di atas tanah juga ada, sebuah apartemen yang bisa di sewakan.

Setiap kali ia merasa cukup dengan berpura-pura menua, ia akan kembali ke rumahnya.

Namun di hari biasa, ialah yang akan menempati apartemen tersebut.

Terdengar merepotkan, bukan?

Tapi apakah ia ada pilihan? Tidak.

.....

Lan Wangji akan tinggal di rumahnya untuk 20-30 tahun, kemudian memulai kembali pekerjaannya.

Bersembunyi dari dunia yang akan sadar dengan tingkahnya, terkadang pernah sampai 50 tahun ia disana.

Dan itu bukan satu-satunya tempat tinggalnya, apartemen lain pada belahan dunia lainnya pun ia ada.

Hanya saja ia akan kembali ke bunker miliknya.

Perihal ia yang baru kembali ke Cina itu benar adanya, ia selama ini tinggal di apartemennya yang lain, tahun demi tahun di negara yang berbeda, berpindah pekerjaan dan identitas, semua di lakukannya secara berulang.

Jadi, tentu saja, koleksi miliknya itu lebih lengkap dari kolektor yang ada.

Mata uang yang berubah, paspor, tanda pengenal, dan lainnya.

Semua ia punya.

Meski terkadang ia harus menjual tanahnya dan apartemen untuk menghindari pertanyaan, lagipula, membeli kembali pun mudah baginya.

.....

Lalu, bagaimana dengan kisah percintaannya?

Tidak ada.

Ia akan dijodohkan oleh beberapa partner perusahaan, namun semua ia tolak.

Sebab dua alasan yang mungkin sudah jelas.

Immortal, dan juga, Wei Ying.

Jadi selama itulah, Lan Wangji selalu sendirian.

Meski orang bertanya, apakah ia tidak kesepian?

Tentu saja sepi.

Tanpa Wei Ying, hidupnya monoton tanpa ada yang menarik.

Dan jika ia sudah mulai merasa sepi, ia akan memainkan lagu-lagu yang dahulu ia pakai di zamannya.

.....

......

"Wei Wuxian!" Teriakan menggema di antara lautan manusia yang ada di bandara.

Alasannya? Tentu saja, kedua orang itu sedang kejar-kejaran, dengan salah satu di antara mereka yang tertawa puas.

"Hahahahaha, Jiang Cheng, kau sih, tidak percaya padaku!" Wei Wuxian mengelap air mata yang ada di ujung matanya, terlalu banyak tertawa.

"Sini kau! Akan ku patahkan kakimu!" Jiang Cheng, wajahnya sudah sangat memerah akibat emosi, dan juga malu.

Lagipula, itu memang salahnya.

Bagaimana bisa ia salah menekan tombol pada toilet otomatis di Jepang? Ia membuat seluruh pakaian menjadi basah akibat semburan air, Wei Wuxian, ia sudah memberitahunya untuk tidak bermain-main dengan tombol yang banyak.

Namun, ia lebih mempercayai instingnya.

Begitulah awal dari sumber masalah, menjadikan itu sebagai bahan ejekan yang akan terus bertahan lama oleh makhluk rese di depannya.

"Sudah, sudah. Ayo, nanti kita ketinggalan pesawat."

Perempuan muda itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah adik-adiknya yang konyol. Tidak bisa memihak siapapun karena sikap Jiang Cheng pula yang membuatnya menjadi bahan tertawaan Wei Wuxian.

.....

"Aku pulaang!"

Wei Wuxian, ia berteriak di depan bandara dengan merentangkan kedua tangannya ke samping, mengekspresikan kebahagiaannya setelah sekian tahun tidak menginjakkan kaki di negaranya sendiri.

"Norak," cibiran Jiang Cheng kembali terdengar, agaknya ia masih dendam dengan sikap sepupunya tadi.

"Huh? Biarkan! Kau kan selalu ada disini, jadi tidak pernah merasakan perubahan!" Wei Wuxian memeletkan lidahnya ke arah Jiang Cheng.

"Kau?!" Sebelum pukulan mematikan itu mendarat di kepalanya, tangan Jiang Cheng tertahan oleh sebuah kipas kemudian memukul tangan itu.

"Aww! Ibu?" / Tante?" Sautan yang terjadi di waktu yang sama oleh kedua lelaki muda tersebut membuat keduanya mendapat jitakan kasih sayang pada dahi masing-masing.

"Akur sebentar tidak bisa? Kalian membuat keributan!" Cercah si pelaku menjitakan, tante dari Wei Wuxian, dan ibunya Jiang Cheng, Yu Ziyuan.

Kedua anak muda itu hanya tertunduk, tidak berani melawan.

"Sudahlah ibu, wajarkan saja, mereka masih kecil," dengan lembut dan senyuman hangat, perempuan muda yang sedari tadi menemani mereka mencoba membujuk ibunya.

"Yanli, kau seharusnya tidak memanjakan mereka berdua!" Lalu dengan cepat meninggalkan mereka bertiga.

"Hahh, untung ada jie-jie," Wei Wuxian dan Jiang Cheng mendesah lega.

"Ayo, kita harus ke mobil," Yanli, atau Jiang Yanli mengajak mereka ke parkiran mobil. Jiang Yanli merupakan anak pertama keluarga Jiang, kakak kandung Jiang Cheng dan kakak sepupu Wei Wuxian.

Sikapnya yang anggun dan juga dengan tutur bahasa yang menawan, membuat Jiang Yanli menjadi idaman beberapa pria diluar sana. Meski rupanya tidak seelok perempuan lainnya, namun bakat menjahit yang hebat membuatnya menjadi designer yang mampu memiliki butik sendiri.

.....

.....

.....

Sirna (MDZS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang