Chapter 45

522 33 0
                                    

"Alice? Alice Labyrinth?"

Myungshin menanyai si raksasa untuk mengkonfirmasi, lalu melihatku lagi. Saat si raksasa di sampingnya mengiyakan, dia memutar bibir segera setelah mengingat sesuatu.

"Oh, benar. Aku mendengar laporan kalau Lee Taemin sering datang ke Alice's Labyrinth. Dan disana bahkan ada sponsor yang menyelamatkanmu saat momen krisis?"

Dia sepertinya ingat yang didengarnya dari si rambut kuning saat dia tidak tahu siapa aku sebenarnya. Mungkin tidak langsung cocok. Tidak, dia masih tidak mempercayainya. Bahwa aku datang ke Dream untuk menjadi selebriti.

"Aku benar-benar tidak paham."

Mata yang menyipit menatapku, menilai.

"Maksudmu salah satu orang yang datang ke Alice's Labyrinth adalah sponsormu?"

"..."

"Sponsor yang cukup berkuasa untuk datang ke Alice, huh. Kau tahu apa yang lebih membuatku penasaran daripada identitas aslinya?"

Suara yang mengalir nyaman rasanya agak menarik. Myungshin mengambil satu langkah mendekatiku.

"Kehidupan selebriti dengan hanya kepura-puraan dan penampilan mencolok, yang harus mengerutkan harga diri mereka dan berguling dengan sponsor, dan yang berpura-pura menjadi rekan tetapi curang dalam berbagai hal dan menderita, di suatu titik, lakukan saja dengan santai. Maksudmu kau melakukan hal-hal seperti itu? Lee Yoohan?"

Saat dia melangkah lagi, dia pun bertanya.

"Kenapa?"

Pertanyaan murni karena penasaran mengikuti.

"Kau yakin kau adalah Lee Yoohan?"

Alih-alih menjawab, aku menatap tanpa mengatakan apapun. Tahu bahwa aku tidak akan membuka mulut, dia mundur ke posisi aslinya. Dia memerintah si raksasa tanpa melepaskan pandangan dariku.

"Mulai. Lalu dia akan bangun dan membuka mulut. Si bodoh itu bahkan tidak tahu tempatnya sudah berubah sejak lima tahun lalu."

Swish, si raksasa mendatangiku dengan senyum mengejek.

"Bukankah kau tampak hebat lima tahun lalu? Apakah kau bahkan membunuh seseorang?"

Tak seperti mulutnya, matanya berbinar seolah-olah sudah diberi narkoba. Aku sudah bertemu orang-orang seperti ini beberapa kali ketika aku sering berkelahi dimana-mana. Orang-orang yang senang memukuli orang lain. Mereka tidak peduli apakah mereka berdarah hebat dan menjerit di telinga mereka. Bahkan kalau badan pihak lawan menjadi setengah, hanya karena senang menekan mereka yang lebih lemah dari mereka sendiri, mereka tidak merasa simpati ataupun bersalah. Sebaliknya, semakin hebat kerusakan yang dialami lawan, semakin mereka senang karena menang. Ada kata yang tepat untuk bajingan seperti itu. Anjing gila.

"Mungkin."

Mendengar jawaban yang keluar sebagai gumaman, mata pria itu lebih berbinar dengan kegilaan.

"Keke, bukankah itu menggairahkan?"

Whip-!

Dalam sekejap, pria berjarak 2 meter mengayunkan tinjunya di depannya. Suara angin yang mengerikan berlanjut, seolah-olah potongan besi yang berat membelah udara.

Swish, swish!

Menggeser tubuh bagian atasku dan mundur dengan panik, aku merasakan tinjunya nyaris mengenai wajahku. Si anjing gila menyampaikan kebenaran bahwa pria besar itu membosankan, bukan apa-apa. Dia menyusul kecepatanku dengan kelincahan yang menajubkan. Saat aku tidak lagi bisa menghindarinya, aku mengangkat tangan untuk melindungi wajahku.

PaybackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang