Bab 1 - Kehidupan

13 1 4
                                    

Hembusan angin malam yang semakin dingin di bulan desember ini, menerbangkan setiap helai rambut panjang berwarna coklat, membelai lembut wajah yang terlihat lelah menghadapi hari yang teramat sangat melelahkan.

"Aku pulang!" Seru wanita cantik, pemilik kulit putih yang terdengar sedikit berteriak.

"Bagaimana pekerjaan mu hari ini Felicia?" tanya wanita paruh baya yang sedang duduk di depan ruang TV.

"Seperti biasanya Ma, sangat melelahkan," dibanting sedikit keras tubuh mungil tersebut di
atas sofa samping Mamanya.

Mengingat ingat kembali kejadian apa saja yang telah ia lalui seharian ini, sampai dia teringat sesuatu yang di katakan oleh teman-teman di kantornya, bahwa besok CEO perusahaan tempat dia bekerja akan datang. Setelah sebulan ia bekerja sebagai sekertaris, besok adalah kali pertama dia bertemu dengan Bosnya.

Felicia memejamkan matanya hanya untuk sekedar melepas lelah, sebelum ia bangkit dari sofa dan meninggalkan Mamanya sendirian di ruang TV.

Setelah selesai mandi, Felicia meminta ijin pada Mamanya untuk keluar sebentar. Seperti biasanya, setiap malam Felicia memang suka berjalan-jalan hanya untuk menikmati indahnyanya malam di kota Seoul.

Langkah demi langkah, Felicia lalui dengan hati yang tenang, menikmati terpaan angin malam dan suara kendaraan yang tidak terlalu bising. Sesekali dia melihat banyaknya pasangan yang sengaja berjalan-jalan menghabiskan waktu dengan kekasih mereka, tertawa sambil bercanda ria.

Felicia menghela nafas panjang sambil berandai-andai, seandainya dia memiliki seorang kekasih, apa lelahnya setelah seharian bekerja akan hilang ketika bertemu kekasihnya?.

Felicia berjalan sambil senyum-senyum, merasakan pipinya yang semakin panas, membayangkan betapa bahagianya ketika memiliki seorang kekasih, seperti orang lain.

Felicia adalah seorang wanita berumur 23 tahun, dia memiliki paras yang begitu cantik dengan kulit putih, rambut panjang berwarna coklat, mata bulat dengan bulu mata yang lentik, hidungnya yang mancung dan bibir berwarna merah alami menambah kecantikannya kian sempurna.

Tapi dengan paras secantik itu, Felicia justru belum pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang kekasih. Masa muda Felicia dihabiskan untuk belajar dan bekerja paruh waktu. Dia sadar kalau bukan dirinya sendiri, lalu siapa yang akan membiayai keluarganya.

Papa Felicia mengalami sebuah kecelakaan tragis, yang telah merenggut nyawanya saat usia Felicia baru menginjak umur 10 tahun. Setelah meninggalnya sang Papa, Mamanya yang menggantikan mendiang Papa untuk bekerja, agar Felicia mendapat kehidupan yang layak dan belajar sampai perguruan tinggi.

Felicia menghela nafas panjang. "Perjuanganmu tidak akan sia-sia Ma, sekarang Felicia mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan besar, dengan gaji yang tinggi pula, Felicia pasti bisa membuat Mama bahagia sampai akhir hayat Mama," ucap Felicia seorang diri.

Felicia memperhatikan jam tangannya yang menunjukkan pukul 11.00 malam, matanya terbelalak karena sudah terlalu lama dia berada di luar. Felicia dengan buru-buru berlari melewati trotoar jalan yang sudah lumayan sepi karena sudah cukup malam.

Ketika menyebrangi jalan, tiba-tiba ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju ke arah Felicia.

Bruuk!!

Felicia jatuh tertabrak mobil itu. Beruntung mobil itu sempat mengerem, hingga ban mobilnya sedikit mengeluarkan asap. Pemilik mobil langsung keluar dan melihat keadaan wanita yang tidak sengaja di tabraknya itu. Felicia merintih kesakitan sambil memegangi tangannya.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya seorang pria yang turun menghampiri Felicia. Di belakang Felicia ada seorang wanita cantik dengan balutan busana mewah.

'Siapa orang-orang ini, kenapa berpakaian begitu rapi. Apa begini kehidupan orang kaya, selalu berpakaian rapi dan formal setiap hari,' batin Felicia.

"Hey! Kamu tidak apa-apa kan!" Pria itu bicara sekali lagi, sembari menepuk pipi Felicia cukup keras. Felicia yang baru sadar dalam lamunannya tersentak kaget.

"Ah iya, saya tidak apa-apa, hanya sedikit lecet dan memar saja." Felicia memperlihatkan tangannya yang lecet, dan berusaha untuk bangun.

"Bisa kerumah sakit sendiri kan, saya sedang buru-buru." Pria itu melemparkan beberapa lembar uang pada Felicia, dan langsung masuk kedalam mobil dengan membanting pintu sangat keras.

Seketika Felicia langsung berdiri menghadang mobil yang di kendarai oleh pria kasar tadi. Dengan tangannya yang terbuka lebar, Felicia menghentikan mobil itu sekali lagi secara tiba-tiba. Pria tersebut membunyikan klakson mobil dengan keras, matanya menatap Felicia dengan tatapan marah.

"Apa kamu sudah gila dengan menghadang mobil ku seperti ini hah!" Pekik pria itu dengan suara lantang sambil turun dari mobilnya.

"Apalagi mau mu, apa uang yang aku berikan kurang!" suara pria itu makin terdengar keras. Tapi hal itu tidak membuat Felicia takut.

Dengan beraninya Felicia maju mendekati pria sombong itu. "Uang yang anda berikan tidak kurang, tapi apakah anda tidak bisa memberikannya kepada saya dengan sopan?" tanya Felicia tidak mau kalah.

"Sopan?, siapa kamu sampe aku harus berlaku sopan kepada wanita miskin sepertimu hah !" lelaki itu kembali menjawab sembari mencengkram leher Felicia dengan cukup keras. Felicia yang melihat manik mata menatapnya dengan tatapan marah, langsung takut seketika.

Tiba-tiba terdengar suara dari dalam mobil berbicara. "Sudah tinggalkan saja wanita jalang itu, jangan sampai bisnis kita gagal gara-gara kamu terlalu lama mengurusi wanita gila itu," Ucap seorang wanita yang berada di mobil bersama pria kasar itu.

Pria itu melempar Felicia dengan keras hingga membuat Felicia hampir jatuh lagi. Pria itu berjalan dengan cepat dan kemudian berlalu seketika meninggalkan Felicia di pinggir jalan.

Kesabaran Felicia habis. Rasa sakit pada siku tangannya sudah tidak terasa lagi. Saat ini yang Felicia rasakan, hanya sakit hati karena mendapat perlakuan kasar dari orang yang telah menabraknya.

"Sial! dasar manusia gak punya hati, jangan sampai aku bertemu manusia sampah sepertinya lagi" Geram Felicia sembari berjalan pulang, tanpa mengambil sepeser pun uang yang di lemparkan pria tadi.

Setelah sampai di rumah, Felicia melihat Mamanya yang telah tidur di kamar. Dengan pelan Felicia berjalan menghampiri Mamanya, ia menarik selimut untuk menutupi tubuh wanita yang telah melahirkannya 23 tahun yang lalu.

"Selamat tidur Ma, mimpi indah," kata Felicia pelan.

Setelah mengecup kening Mamanya, Felicia kembali berjalan menuju lemari tempat ia menyimpan peralatan P3K. Felicia mengobatinya sendiri luka yang dia dapat dari lelaki sombong tadi.

"Seandainya tidak ada hukum, sudah aku pukul dua orang sombong tadi dengan sepatuku, sampai keduanya memohon untuk di maafkan," kesal Felicia.

Bos Duda KesayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang