26

870 119 7
                                    

Bertempat di Yoo Hobin Company, [name] berjalan kesana kemari mencari ide untuk memancing Seongjoon agar bicara pada intinya. Jika hanya Pakgo yang dihajar oleh Hobin, itu tak akan berpengaruh besar jadi harus ada rencana lain yang dijalankan.

"Jadi bagaimana@@ kau menemukannya kak [name]@?" tanya Gaeul seraya terus memakan camilan nya, si gadis menatapi satu persatu teman temannya yang tengah sibuk mendengarkan setiap kata yang akan ia ucapkan.

"Huh?.. Meskipun ada rencana, aku terlalu takut untuk bertemu dengan pria menyebalkan itu lagi" ungkap si gadis karena mengingat kejadian beberapa malam sebelumnya ketika Seongjoon tiba tiba mengecup dirinya.

"Lalu harus bagaimana@@?"

"Tutup saja" tiba tiba Hobin menyela dengan raut wajah lelahnya, sontak semua orang yang ada disana langsung tercengang dan segera mendekat pada Hobin untuk meminta penjelasan.

"Apa?!.. kau gila ya?" gertak Jjiksae.

"Tidak, lebih baik aku tutup channel saja"

"Lho, mana bisa begitu boss Yoo@@!"

Hobin tersenyum tipis, ia memandangi langit langit ruangan yang didominasi warna putih membuat kesan hampa begitu terasa. "Kalau aku menutup channel kalian tidak akan diganggu lagi" jelasnya.

"Kau ingin Yoo Hobin Company lenyap begitu saja? oh ayolah pikirkan perasaan teman temanmu yang lain" [name] mengelus surai hitam milik adiknya sesekali menepuknya dengan pelan.

"Tapi, mau bagaimanapun.. cara satu satunya untuk melindungi semuanya.. adalah berhenti siaran dan menutup akun" di detik itu juga Hobin menangis, [name] yang panik langsung saja memeluknya.

"Hei jangan begitu, ayo pikirkan lagi.. kita belum benar benar membicarakannya dengan serius karena Taehoon dan Rumi tidak ada disini—"

"Berisik! mengapa dia menangis, hah?!" tiba tiba Taehoon datang seraya melemparkan sekaleng bir tepat mengenai kepala Hobin yang tentu saja semakin membuat pemuda itu menangis.

"Taehoon!—kau..." nada bicara [name] menjadi lirih ketika mendapati Taehoon dan Rumi yang datang secara bersamaan bahkan pakaian mereka terlihat sama. T-shirt berwarna putih, dengan celana hitam panjang dan tak lupa jaket hitam yang mereka kenakan.

"Aku sudah di bawa bawa sampai sejauh ini, dan sekarang kau mau kabur? Yoo Hobin.."

"Iya! aku setuju dengannya" Rumi menimpali seraya berkacak pinggang, semua orang disana mengernyit heran terkecuali [name] yang memandang datar. Gadis itu memungut kaleng bir yang dilemparkan Taehoon tadi lalu membuka penutup nya dan meminumnya habis dalam sekali tegukan.

"H—hei.. siapa yang menyuruhmu meminum itu?"

"Kak [name]?!" sentak Hobin, si gadis tak menunjukkan ekspresi marah sedikitpun. Sorot mata nya yang datar menatap lekat pada Taehoon.

Rumi yang paham langsung menghampirinya dan hendak menjelaskan dengan apa yang sebenarnya terjadi, "[Name].. ini hanya kesalahpahaman, tolong dengarkan aku sebentar" ujarnya.

"Iya"

"[Name].."

"Iya" Rumi menggenggam tangan [name] namun dengan mudah langsung ditepis olehnya, gadis bernetra hitam legam ini meremas kaleng bir yang masih ia pegang hingga kempes sampai tak menyisakan angin.

Hobin dan yang lainnya cengo melihat kekuatan gadis itu, terlebih lagi Taehoon. Ia belum pernah melihat gadisnya seperti ini, dan untuk Rumi ia juga tahu jika itu adalah tanda intimidasi untuknya.

"T—tapi [name] tolong dengarkan penjelasan ku sebentar—"

"Iya" setelah kata singkat itu dilontarkan, [name] berjalan naik ke lantai atas untuk menikmati hembusan angin sore yang mungkin akan terasa menyejukkan. Taehoon hendak menyusulnya namun berhasil dicegah oleh Jjiksae dan Mangi.

"Sebagai pria sejati, kau harus memberikannya waktu untuk menyendiri" ujar Mangi, "Ya, Mangi benar. Lebih baik kau ikut berunding dengan kami setelahnya, Gaeul dan Hobin akan membantumu untuk berbaikan dengan nya"

"Lho@?? kenapa harus aku, Bung@?"

"Selain Hobin, kau juga dekat dengan [name], Gaeul"

Di lantai atas, [name] memandangi langit jingga yang mulai membiru. Ia bersenandung kecil untuk menetralkan rasa panas di hatinya sesekali mendengus kesal karena kepalanya yang terasa pusing akibat meminum bir tadi.

Langit indah yang [name] pandangi seketika berubah menjadi kelabu dan tak berselang lama dari itu rintik hujan turun cukup deras mengguyur kota, "Ini yang ku tunggu, sejak 2 tahun lalu" gumamnya seraya melompat dari jendela.

Sampai di bawah gadis itu sedikit meringis ketika mendapati jika luka di kakinya sedikit terbuka dan mengeluarkan darah akibat tekanan saat ia melompat tadi.

Tak terlalu mempedulikan nya, [name] berlari kesana kemari menikmati setiap tetesan air yang jatuh dari langit. Rasa senang dan sedih bercampur menjadi satu dalam lubuk hatinya.

Hujan ini kembali mengingatkan nya pada Dowoon, sudah hampir 1 jam lamanya bermain hujan membuatnya kelelahan sekaligus kedinginan. Gadis itu memojok di pagar belakang kantor seraya meringkuk untuk menyembunyikan air matanya yang kian jatuh.

"Hahaha hujan ya lebat, ya! Dowoon.. D—dowoon.. hiks.. a—aku rindu padamu, kapan kau akan.. hiks.. k—kembali ke pelukan ku"

"Mungkin aku bukanlah orang yang kau inginkan, tapi setidaknya biarkan aku menghapus air matamu untuk sejenak saja"

"S—siapa.." [name] mendongak, samar samar ia melihat wajah seorang pemuda yang tidak terlihat asing. Pemuda itu ikut berjongkok di hadapannya lalu perlahan menghapus air matanya.

"Sebentar lagi akan larut malam, lebih baik kau pulang.." ujarnya pemuda itu, [name] menggeleng pelan.

"Rumahku sepi, Moonsung... hiks"

"Kalau begitu, ayo ikut dengan ku"

"K—kemana.."

"Tempat pelatihan"

Sesaat [name] terdiam, untuk apa dirinya di ajak ke tempat pelatihan Moonsung? tetapi jika dipikir kembali mungkin ini lebih baik dari pada harus berdiam diri di kantor dan rumah yang terasa menyebalkan hari ini.

Moonsung mengulurkan tangannya untuk membantu [name] berdiri, namun gadis itu tak kunjung menerimanya membuat Moonsung terheran. "Ada apa?" tanya nya.

"K—kaki ku terasa sakit.."

Mendengar itu Moonsung langsung mengarahkan pandangannya pada kaki [name], ia terkejut ketika darah segar terus mengalir bersamaan dengan air hujan yang menyentuh kulit lembutnya.

"Apakah luka ini.. yang kau dapatkan dulu saat menolong Bomi?"

"I—iya.. tadi jahitannya sempat terbuka karena aku melompat dari sana.. hiks" [name] mengarahkan telunjuknya pada bangunan kantor di lantai 2 yang jendelanya sudah terbuka lebar.

Moonsung menghela nafas panjang, ia menyenderkan payungnya di dekat pagar lalu berbalik untuk menggendong [name] dipunggung nya. "Naik" titah Moonsung.

"Tidak, nanti jaket mu bisa kotor"

"Aku akan mencucinya setelah ini"

[Name] mengangguk pelan, ia bangkit dari posisi meringkuk nya lalu naik ke punggung Moonsung. Hujan semakin lebat dan hampir memaksa keduanya untuk berteduh, namun jarak ke tempat Gym sudah dekat membuat Moonsung sedikit nekat menerobos hujan.

Sesampainya di sana, Logan Gracie yang notabenenya adalah pelatih Moonsung sempat ingin marah ketika anak ajar nya itu berkeliaran tanpa memberitahunya. Namun amarahnya tiba tiba menghilang ketika melihat [name] yang sudah seperti orang sekarat.

Tubuh nya basah kuyup, wajahnya pun terlihat begitu letih. Namun sesuatu yang tak luput dari pandangan logan adalah darah segar dari kaki si gadis yang terus menetes membasahi lantai.

"Cepat panggilkan dokter pribadi untuknya Little Boy dan setelah itu aku akan menanyai mu tentang beberapa hal"















Hai! jangan lupa berikan vote and comment ya.
Maaf bila ada salah penulisan di setiap kata ataupun kalimatnya.
Dan terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk membaca FanFiction ini (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

He's My Badboy Seong Taehoon [Slow up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang