Happy Reading
•••
Sudah sepuluh menit kami mencari rombongan, tetapi seorang pun tidak kami temui. Di hutan yang luas ini, hanya suara jangkrik yang masuk ke pendengaran.
"Aku pikir kita semakin dalam masuk ke hutan."
Melihat lawan bicaraku yang sedari tadi diam membuat rasa takut semakin bersarang. Aku berusaha menepis kemungkinan yang paling mengerikan.
"Sepertinya kita tersesat," langkahku terhenti setelah dia mengucap tiga kalimat itu.
Sial, dari banyaknya kalimat kenapa itu yang harus dia katakan? Bahuku merosot, seolah ransel yang ada di pundakku bertambah berat menjadi 10 kg.
"Cepatlah, jika kita tak bergegas hari akan semakin gelap," ucapnya yang terus berjalan, tidak ada pilihan lain aku segera mengikutinya.
Aku mengeluarkan handphone dari saku celana, melihat apakah sudah ada sinyal karena selama kami berdua tersesat di dalam hutan ini tidak ada koneksi jaringan sama sekali.
"Kompas pun tidak bisa bekerja dengan benar di sini." Aku tambah gusar setelah dia mengatakan kalimat itu.
Di mana yang lainnya? Hari sudah sore, suasana hutan tambah mencengkam.
Grrrrr
Grrrrr
Bunyi apa itu? Aku langsung melihat sekeliling hutan. Dari arah barat, aku mendengar langkah kaki yang menginjak daun-daun kering.
Elio pun mendengarnya, ia langsung menarik tanganku dan berlari.
"Apa itu tadi?" tanyaku.
"Mungkin makhluk buas." Sumpah, berada di dekat orang jujur tanpa peka perasaan orang lain itu melelahkan. Aku semakin ingin menangis saat dia menyebutkan jika yang mendekati kami itu adalah makhluk buas.
Kami terus berlari tanpa memikirkan arah lagi. Persetan dengan tersesat, kami pun sudah terlanjur tidak bisa menemukan jalan keluar.
Aku menoleh ke belakang, betapa terkejutnya karena ada dua ekor serigala bertubuh besar sedang mengejar.
Serigala-serigala itu dengan cepatnya berlari, dan dia mengeluarkan es dari mulutnya.
Tunggu, apa tadi? Es?
Aku dibuat semakin takut dengan apa yang aku lihat, sejak kapan serigala bisa mengeluarkan es dari mulutnya?
Aku semakin menggenggam erat tangan Elio. Sumpah, aku tidak berniat modus di saat nyawaku sudah ada diperingatan bahaya.
"Apa yang harus kita lakukan?!"
"Teruslah berlari, hanya itu yang kita bisa."
Serigala itu mengeluarkan gumpalan es yang sangat besar dari mulutnya dan itu mengarah ke kami. Saat ia lepaskan, Elio dengan sigap menghindar. Mataku seperti ingin keluar ketika melihat pohon yang langsung hancur dan tanah berlubang akibat serangan itu. Lalu, apa jadinya jika gumpalan itu mengenai kami?
Aku memberhentikan langkahku. Sungguh, aku tidak bisa berlari lagi, perutku sudah sangat kram, mungkin seumur hidup ini adalah waktu terlama aku berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Way Home for Nadindra
FantasyNote : Bukan novel terjemahan! Ini jernih hasil pemikiran sendiri, plagiat jangan mendekat! **** Nadindra adalah murid kelas 3 SMA Swastamita Candrasila. Siapa sangka study tour yang ia ikuti malah menjadi malapetaka. Niat hanya ingin mengambil foto...