09

2.5K 194 11
                                    

Aliana berjalan menuju kelas dan melewati kelas IPA-2. Ketika setengah jalan menuju kelas, dia teringat bahwa IPA-2 merupakan kelas Revo. Aliana berniat melanjutkan langkahnya kembali tetapi keinginannya untuk berbalik dan sekedar mampir menguat. Keputusan telah diambil dan dia berjalan mundur lalu celingukan dengan menyembulkan kepala sedikit. Bisa runyam jika ada yang bertanya sedang apa dia celingukan di kelas sebelah tanpa alasan yang jelas.

Seseorang menepuk pundak Aliana sekilas. Aliana terlonjak kaget dan segera menoleh sehingga dapat melihat wajah Adrian yang penuh keheranan. "Ngapain celingukan di depan kelas gue, Al?" Jempol Adrian mengarah ke arah kelasnya. "Mau masuk?"

Aliana menggeleng keras lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Cuma cari temen lo, Revo. Ada nggak?"

Adrian hanya terdiam. Melihat reaksi Adrian membuat Aliana merasa perkataannya seperti sepasang kekasih yang mencari pacarnya di kelas sebelah. "Ada yang mau gue bicarain." lanjut Aliana mantap.

Adrian hanya ber-oh ria. "Sebentar gue cek dulu." Adrian memasuki kelas dan tak lama keluar dengan senyum kecewa. "Sori, Al. Bocah itu belum dateng. Telat atau nggak masuk mungkin."

Aliana hanya manggut-manggut tanda mengerti. "Oh, gak apa-apa, kok. Makasih, Ad. Kalo gitu gue balik ke kelas dulu." Aliana melangkah berbalik setelah mendapat ucapan sama-sama dari Adrian.

#####

Aliana hampir tiba di kelas dan langkahnya terhenti ketika melihat di depan pintu kelas Ivan dan Medy sedang berbicara. Pemandangan yang langka. Aliana ingin melangkah maju dan tiba-tiba tatapannya bertemu dengan Ivan. Ivan langsung mengakhiri pembicaraanya dan langsung pergi dari depan kelasnya. Aliana melangkah maju mendekati Medy sambil tatapannya tetap ke arah Ivan.

Aliana menatap wajah Medy dengan kening berkerut. "Ngobrol apa sama Ivan? Tumben."

Medy masuk ke dalam dan duduk di bangkunya. Aliana mengikutinya dan duduk setelah meletakkan tasnya di sebelah kursi. Medy menatapnya lalu berbalik menatap papan tulis. "Obrolan gak penting sih sebenernya. Cuma ini nyangkut masalah lo."

Kening Aliana berkerut. "Gue? Kenapa?"

Medy melanjutkan bicaranya dengan nada serendah mungkin. "Dia nanya, apa lo lagi deket sama cowok. Gue jawab aja engga. Tapi dia kayak ngotot gitu kalau ada cowok yang merhatiin lo. Dan lo bales natap dia."

Jantung Aliana berdegup kencang. Butiran keringat jatuh dari pelipisnya. "Dan lo tau cowok itu siapa?" tanya Aliana dengan suara bergetar. Dia tidak mau Medy menyadari bahwa cowok yang disukainya menatapnya pada ulang tahunnya kemarin. Dia tidak mau persahabatannya berakhir di situasi yang seperti ini.

"Revo. Kata Ivan, cowok itu Revo." Aliana menatapnya dengan tidak percaya. Bagaimana Ivan bisa tahu bahwa cowok yang menatapnya itu Revo. Dan Aliana yakin sekali bahwa Ivan tidak mengenal Revo sama sekali.

Mulut Aliana terkunci rapat. Dia tetap mempertahankan ketenangannya dan tidak panik. Jika ia panik maka menambah rasa kecurigaan Medy. Medy memandangnya dan mengenggam jemari Aliana. "Tapi gue percaya," lanjut Medy "sahabat gue gak mungkin
ngambil suatu kesempatan sahabatnya dan tetap mendukung apa yang ingin dicapainya."

Aliana hanya menatap dengan tatapan sendu. Dia sudah menyakiti perasaan sahabatnya. Menyakiti dengan menyukai cowok yang sama. Apa yang akan dilakukan Medy jika tahu semuanya? Entahlah, dia takut membayangkan itu. Takut ia akan kehilangan sahabat satu-satunya.

#####

Aliana berjalan menuju gerbang sekolah. Memikirkan kejadian yang tadi siang membuatnya sedikit down dan ingin cepat beristirahat dirumah. Setelah hampir menuju gerbang terdapat langkah kaki yang segera mennyejajarkan dengan langkahnya. Aliana menoleh dan melihat Adrian dengan wajah ngos-ngosan.

The Devil PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang