The Truth Untold

448 86 6
                                    

Dear Diary,

Semalam aku bermimpi seperti sedang dikejar oleh seseorang. Di sampingku ada Yerim, aku dapat melihat raut ketakutannya dengan bantuan sinar bulan dari luar jendela. Di mimpiku itu rumah ini sepertinya sedang mati listrik, Yerim menyuruhku untuk berusaha mencari lilin atau lampu emergency. Tapi anehnya, tepat saat aku menyalakan lilin yang aku temukan di dapur, semuanya menjadi gelap. Lebih gelap daripada sebelumnya.

Setelah mimpi itu aku terbangun, aku bangun kesiangan. Yerim sudah pergi sekolah. Entah kenapa anak itu tak membangunkanku. Tapi rasanya seluruh badanku pegal-pegal. Rasanya seperti telah berlari berkilometer jauhnya. Mimpi tadi malam terasa begitu nyata di ingatanku.

Mimpi yang aneh.



"Yerim, mau makan?" tanya Joohyun pelan.

Yerim mengangguk, ia masih fokus pada lembaran pr sekolah yang harus ia kerjakan.

Joohyun sedikit menguap malas, mengacak-acak rambut Yerim sebelum beranjak dari sofa.

"Tetap disini, jangan kemana-mana" titah Joohyun.

Sang kakak menyuruh Yerim untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya di depan tv ruang keluarga. Joohyun rasa tempat itu lebih aman, entah mengapa.

Semenjak mimpi semalam, Joohyun rasanya jadi lebih sering merasa ketakutan tanpa sebab. Joohyun tiba-tiba takut kehilangan Yerim. Dia merasa hari ini ia harus selalu dekat dengan Yerim. Lebih-lebih, Bibi Park sedang libur hari ini. Kini hanya ada mereka berdua di rumah ini. 

Joohyun menyiapkan panci berisi air, meletakannya di atas kompor. Gadis itu berniat memasak mie saja.

Joohyun terdiam menyaksikan gelembung-gelembung air yang bergerak di dalam panci. Matanya terpejam saat merasakan uap panas menerpa wajahnya.

"Bagaimana kalau kau mencelupkan wajahmu ke dalam panci?" sebuah suara memenuhi gendang telinganya.

Joohyun terperanjat. Ia tercekat saat melihat bayangan samar-samar seorang gadis di hadapannya. Gadis itu memakai gaun tipis, wajahnya dirias cantik. Gadis itu seperti seorang model. Dan gadis itu memiliki wajah yang hampir serupa dengannya.

Joohyun mematikan kompor lantas buru-buru meninggalkan dapur.

Yerim menatap heran kakaknya yang berjalan tergesa dari arah dapur. Joohyun datang dengan wajah shock, dadanya naik turun.

"Kak Joohyun?" ucap Yerim pelan, gadis itu menyentuh tangan Joohyun hati-hati.

"Yerim. Apa kau punya kakak seorang model?" tanya Joohyun cepat, wajahnya masih belum menampakan ekspresi normal, sebelah tangannya masih memegang dada. Ada sesuatu yang membuatnya sangat terkejut.

"Kakak... siapa?" ucap Yerim ragu.

"Iya, kakakmu. Kakakmu yang lain! Persetan dengan siapapun kakakmu itu! Kamu punya kakak seorang model, 'kan? Aku masih mengingatnya. Kamu pernah bercerita tentang salah satu kakakmu yang seorang model!" ucap Joohyun histeris, rasanya gadis itu mendadak seperti orang gila.

"Kakak duduk dulu," ajak Yerim menarik pelan Joohyun untuk duduk di atas sofa. Gadis itu menggigit bibirnya.

Joohyun menangis, "Yerim, kurasa aku telah bertemu dengan salah satu kakakmu. Mereka benar-benar ada"



Yerim termenung  menatap jendela kamar miliknya.

Kak Joohyun sudah tahu keberadaan Kak Joy. Itu artinya dia harus melakukan sesuatu sebelum Kak Joy benar-benar membawanya pergi. Lebih tepatnya, membawa mereka semua pergi.

Yerim sempat bertanya pada Kak Seulgi dan Kak Wendy tentang apa yang harus ia lakukan. Kak Wendy bilang ia sudah tak bisa membantunya, Kak Joy sudah lebih kuat dibanding Kak Joohyun. Kak Seulgipun sama, dia bahkan langsung menghilang setelah aku memberikan pertanyaan yang sama.

"Kalian kalah. Sekarang ikut aku. Bukankah kita dulu pernah berjanji akan pergi bersama?"

Tengkuk Yerim meremang mendengar bisikan tersebut. Joy telah berdiri di sampingnya, ia telah merias diri. Tubuh modelnya sangat cocok mengenakan gaun cantik dan sepatu hak milik mama.

Yerim menatap mata Joy dalam, berusaha mengumpulkan keberaniannya. Ia harus membantu Kak Joohyun untuk melawan Kak Joy.

"Aku berjanji pada Kak Joohyun, bukan padamu" ucap Yerim tegas.

Joy menampar pipi Yerim keras. Yerim meringis, tamparan itu sangat kuat hingga menimbulkan luka di sudut bibirnya.

"Ikut denganku." Joy menarik paksa Yerim agar keluar dari kamar.

Yerim menggeleng, ia menjatuhkan badannya dan memegang sudut meja belajar agar Joy tak dapat menariknya ke luar kamar.

"Aku tidak mau! Aku mau bersama Kak Joohyun! Aku tidak mau bersamamu! Aku benci Kak Joy!" seru Yerim, gadis itu mulai menangis.

Joy mendesis marah, ia membanting Yerim hingga gadis itu membentur meja belajar.

"Joohyun sudah mati" bisiknya tepat di telinga Yerim.

Yerim menutup mata. Mulutnya tak berhenti berbisik memanggil Kak Joohyun, berharap kakaknya akan datang.

Joy yang mendengar bisikan dari Yerim semakin murka. Ia mencengkeram pipi Yerim kencang.

"JOOHYUN SUDAH MATI! KALAU KAU MAU IKUT DENGANNYA MAKA MATI SAJA! AYO MATI BERSAMA!" teriak Joy histeris. 

Gadis itu kini meraih penggaris besi dari atas meja belajar, mulai menyatkannya pada lengan Yerim yang sebelumnya telah terluka akibat cakaran Seulgi.

Yerim menangis kesakitan, mulutnya tak berhenti memanggil Kak Joohyun lirih.

"Joohyun?! Apa yang kamu lakukan?!" sebuah suara dari seorang wanita di depan pintu kamar menghentikan ulah dari Joy, membuatnya menghilang begitu saja.

"Aku..." gadis yang berada di hadapan Yerim itu termangu melihat tangannya yang memegang penggaris besi berlumur darah.

Harapan Yerim terkabul. 

Kak Joohyun datang. Tapi disaat yang tidak tepat.

Wanita yang tadinya terpaku di depan pintu kamar kini menarik gadis di hadapan Yerim kencang, menamparnya.

"Apa yang kamu lakukan pada adikmu?!" teriakan menyeruak dalam nada minor.

"Mama, Kak Joohyun tak tahu apa-apa" ucap Yerim menghalangi tubuh Kak Joohyun yang sedang bergetar hebat di balik tubuhnya.

"Joohyun harus diberi pelajaran, Yerim!" Wanita itu masih dikuasai oleh emosi. Sang mama kemudian menarik tangan Joohyun paksa, kembali menamparnya beberapa kali.

Yerim menahan tubuh mamanya dengan lemas, ia tak kuasa melihat kakak kesayangannya dihukum karena perilaku yang bukan ia perbuat.

"Mama, hentikan! Yerim mohon... Mama... Kak Joy yang melukaiku, tolong berhenti... Kak Joohyun tidak salah apa-apa" mohon Yerim. Tangisnya pecah setelah melihat Kak Joohyun akhirnya terduduk lemas, menangis dalam diam. Kak Joohyunnya pasti kebingungan.

"Kamu diam disini. Mama akan menyuruh papa pulang. Tetap disini, Yerim" perintah mama pada Yerim.

Mama pergi membawa Kak Joohyun ke tempat yang jauh.

Sejak hari itu, Yerim tak pernah melihat semua kakak-kakaknya.


— 



DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang