73. Sesal

1.7K 193 70
                                    


*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***



***

"Kamu apa-apaan, Shiela?"

Satya masih sangat terkejut, kini ia menatap Shiela dengan tatapan meminta penjelasannya namun Shiela tak kunjung bersuara.

Dada Satya bertalu dengan cepat, bukan berdebar karena mendapat ciuman dari Shiela namun karena ia tahu semuanya akan menjadi semakin rumit lagi daripada sebelumnya.

Shiela tak kunjung bersuara sehingga Satya menggelengkan kepalanya dan akhirnya berlari keluar dari unit huniannya.

Ia harus mengejar Tara, kan?

"Tara!" panggil Satya dengan langkah yang semakin lebar saat ia melihat Tara masih berdiri menunggu lift.

"Tara, tunggu," pinta Satya yang langsung meraih tangan Tara namun dalam sekejap Tara langsung menepisnya.

Satya terkejut ia bahkan hampir menganga namun ia dengan cepat bisa menguasai dirinya.

"Gue gak tahu kenapa Shiela tiba-tiba cium gue ... semua gak kayak apa yang lo pikirin, Ra."

Satya kembali mencoba meraih tangan Tara, ia juga mencoba menjelaskan apa yang terjadi sampai akhirnya Tara mau menatapnya namun dengan tatapan hancurnya.

"Apa yang terjadi di antara gue sama Kafka tempo hari pun sama, Sat. Kafka peluk gue buat tenangin gue tapi lo sama Shiela sama-sama gak mau denger dan gak mau percaya penjelasan itu ... terus sekarang lo mau gue percaya sama kata-kata lo di saat gue lihat langsung kalian bukan cuma pelukan di depan gue? Kalian ciuman, Satya!"

"Shiela yang cium gue, gue—"

"Gue nyerah, Satya. Emang sejak awal hubungan gue sama lo itu gak seharusnya terjalin. Kita ... mungkin emang gak pernah ditakdirkan untuk bisa bersama, kayak kata lo kita cuma temen dan mungkin mulai sekarang lebih baik kita lupain apa yang pernah kita lalui," sela Tara yang sungguh tak ingin mendengar apa pun lagi.

Ia bukannya termakan oleh kelicikan Shiela, tetapi karena apa yang terjadi beberapa saat yang lalu membuat Tara akhirnya sadar jika kehadirannya sejak awal hanya penghalang. Baik bagi hubungan Shiela dan Kafka juga bagi hubungan Shiela dengan Satya.

Entah bagaimana Tara harus menjelaskannya, namun satu yang pasti Tara tahu jika Shiela ternyata ingin memiliki Satya untuk dirinya juga. Ya, Tara kini menyadari jika Shiela terjebak dalam perasaannya yang mencintai Kafka dan Satya di saat yang sama.

Sejak awal tak ada tempat untuknya dan mungkin Satya pun awalnya hanya ingin menggunakannya untuk membuat Shiela cemburu sehingga kini Tara tahu, ia lebih baik mundur.

Tara menarik napas dalam-dalam, ia tak menangis namun dadanya terasa amat sakit dan matanya benar-benar menunjukkan sorot hancurnya.

Tara kembali menatap Satya lalu memaksakan sedikit senyumannya dan mengatakan, "Lagipula ... lo juga gak percaya anak ini anak lo, kan?" tanya Tara yang tetap menunjukkan senyum pahitnya.

"Semuanya benar-benar selesai sekarang, Sat. Terima kasih untuk nyawa lain yang lo kasih buat gue. Sekarang gue punya anak ini dan gak akan sendirian lagi. Gue ... bakal besarin anak ini sebaik mungkin ... sendirian ... tanpa lo."

"Tara, sebentar ... kita bisa bicara baik-baik ya? Gue gak akan lari lagi, gue bakal tanggung jawab jadi please dengerin gue dul—"

"Tanggung jawab? Kenapa? Kenapa lo tiba-tiba mau tanggung jawab?"

Tara langsung menunjukkan tatapan seakan ia meragukan apa yang Satya katakan.

Pria itu sebelumnya sibuk menolak bayi dalam kandungannya dan kemarin entah mengapa ia berubah lalu sekarang ia mengatakan akan tanggung jawab.

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang