Bab 4

1 0 0
                                    

"Tinggalkan tempat ini....tanpa Sera...Kaiden..." ia menggambar bintang yang terlihat terbalik dengan huruf - huruf yang sangat asing di mata mereka. Gambaran itu di akhiri dengan nama terakhir milik Sera yang ketiga temannya tidak ketahui dan mata mereka melebar, menyadari sesuatu.

"Braun..." seringainya sembari melirik ketiga temannya yang tidak bisa berkata - kata. Sera mengangkat tangan kanannya, yang berlumuri darah miliknya. Ia dengan cepat menempelkan tangannya ke lantai, tepat di tengah gambarannya, lalu Sera berkata,

"Accipio pactum meum—" ia menutup matanya dan menarik nafas yang panjang, seakan ia kehabisan oksigen.

"—ad iungere" Sera membuka matanya, berwarna hitam dan iris matanya berubah menjadi berbentuk seperti mata ular yang berwarna merah.

•••

Vania mengambil batang kayu yang lumayan tebal dan dengan cepat mendekati Sera, lalu tangannya berayun dengan kuat, kayu tersebut dengan keras mengenai kepala Sera.

Darah mengalir dari kepala milik Sera, sampai menetes ke lantai. Sera melirik ke arah Vania "Jij durft ook" gumamnya. Ia berdiri dan Vania mundur, kembali ke tempat semula, di sebelah Fiona dan Keiya.

Hidung Sera tiba - tiba mengalir darah, dan ia terjatuh. Ketiga temannya tetap berdiri melihat sera yang terjatuh, dan tidak sadarkan diri. Mereka takut jika mahluk itu masih merasuki Sera.

"Sepertinya Sera sudah kembali—" perkataan Keiya terpotong dengan suara Sera yang menggerang kesakitan. Mereka mendekati Sera "Sera— kau berdarah!" Fiona berkata dengan cemas, Vania tidak bisa berkata apa - apa, sedangkan Keiya sedang mendapatkan ingatannya kembali.

Seminggu sebelum kelompok yang berisi enam pelajar SMA ini ke Kanele, beberapa dari mereka mengalami hari yang sangat aneh, di hari yang berbeda dan kejadian yang sangat di luar nalar—

"Pulang duluan ya" Vania melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari pagar sekolah karena sudah di jemput. "Oke! Hati - hati ya!" Vania yang mendengar Keiya hanya tersenyum dan mengangguk, juga ia mengacungkan jempolnya.

Keiya merasa ada yang aneh pada hari ini. Seperti ada yang mengikuti dan menatapnya sepanjang waktu.

"Albert..." suara bisikan seperti menghembus di kuping sebelah kanan milik Keiya membuatnya terkejut, dan sentak melihat sekeliling yang kosong. Hanya ruang kelas yang kosong.

"Ishhh mungkin angin.." gumamnya dan berjalan keluar kelas. Saat ia melewati pintu kelas, jantungnya berdegup kencang, seperti ada yang memukulnya.

Seseorang, berdiri didepannya, berbadan tinggi dan punggungnya membungkuk, matanya menatap Keiya dengan tajam.

"Jangan pergi ke tempat itu." orang yang terlihat menyeramkan itu berkata dengan tegas. Keiya ingin berkata sesuatu tetapi ia tidak bisa, seperti ada sesuatu di kerongkongannya yang menahannya untuk berkata.

"Ingat itu, baik - baik—

—"Kei, hello. Are you alive?" Fiona melambaikan tangannya di depan temannya yang tertidur. Keiya pun mengedipkan matanya dan melihat Fiona yang terlihat lelah lalu matanya melirik ke arah Sera yang tertidur

"Berapa lama aku melamun?" Tanya Keiya dan Fiona menjawab, hanya beberapa menit— jujur saja Fiona tidak tahu, karena tidak ada jam disekitar, telefon genggam tak berfungsi, bahkan jam berputar ke arah yang terbalik. Mereka terlalu takut untuk menghitung, yang mereka pikirkan hanyalah cara keluar dari tempat terkutuk ini.

Rumah Sakit Iblis [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang