Happy Reading!
*-*-*-*
Tidak tahu untuk ke berapa kali nya Mahes menghela nafas gusar seperti ini. Sejak satu jam yang lalu, Mahes tidak beranjak dari kandang bebek yang sekarang penuh dengan bangkai dari bebeknya tersebut. Mahes tidak mengerti, mengapa bebek-bebek itu bisa mati mendadak dengan jumlah yang lumayan banyak. 75 ekor! Iya! 75 ekor bebek mati tanpa sebab.
Mahes mengacak rambutnya frustasi. "Gustiii nu agung.. Kenapa jadi begini?"
Bukan hanya Mahes, bapak dan Yudi pun sama terkejutnya. Mereka tidak ada yang tahu sebab pasti kematian masal dari bebek-bebeknya itu. Padahal kemarin unggas-unggas itu masih baik-baik saja. Bahkan sempat di bawa ngangon juga di sawah oleh Mahes. Tapi kenapa pagi ini bebek mereka mati.
"Apa mungkin bebek-bebek ini keracunan? Siapa tahu di sawah yang kemarin kamu ke sana ada obat buat hamanya." Ujar Yudi seraya mengambil beberapa bangkai bebek untuk di bawa keluar.
"Gak mungkin ah! Waktu itu juga aku ngangon di sana tapi nggak kenapa-napa." Mahes menyangkal. Karena bukan sekali-dua kali ia mengangon bebek di sawah itu. Jadi tidak mungkin jika bebek-bebeknya mati karena ada obat hamanya.
"Ya tapi kan gak mungkin juga bisa mati tanpa sebab begini, Hes. Pasti bebek kita makan sesuatu yang beracun."
Mahes mengusap wajahnya kasar. "Gimana atuh?" Ia memelas, menatap pada Yudi yang sekarang berjongkok di sampingnya.
"Ya gitu."
Mahes ingin menangis rasanya. Melihat banyaknya bangkai bebek yang berserakan membuat hatinya sakit. Bagaimana tidak, hanya dari bebek-bebek itu lah ia dan keluarganya dapat bertahan hidup. Sekarang apa yang harus Mahes lakukan agar tetap bisa bertahan?
Bapak hanya bisa menatap miris pada kandang yang semula ramai oleh bebek kini hanya tinggal beberapa ekor saja. Lalu ia langkahkan kakinya mendekat pada putra bungsunya yang tengah termenung, terpukul atas peristiwa yang telah menimpanya.
"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kita cari jalannya sama-sama." Ujarnya sambil tersenyum teduh. "Sedih boleh, tapi jangan lama-lama. Percuma, kamu bersedih terus pun tidak akan bisa mengembalikan bebek-bebek kita. Kecuali dengan usaha."
Mahes menatap bapak sedih. "Ini kerjaan kita satu-satunya, pak. Kalau bebek kita habis, kita mau cari kerja apa lagi?"
"Pasti ada jalan keluarnya. Kamu tidak perlu khawatir. Selagi kita berusaha, semuanya pasti akan baik-baik saja. Yang namanya usaha pasti bertemu dengan untung dan ruginya. Kamu harus ingat itu, Hes."
"Ah! Atau kita pakai dulu saja uang tabungan buat beli bebek baru." Usul Yudi.
"Iya ya, kita kan punya tabungan. InsyaAllah cukup untuk modal lagi." Bapak tampak menyetujui usul dari putra sulungnya.
Berbeda dengan bapa dan Yudi yang tampak setuju dengan usulan itu, Mahes justru sebaliknya. "Tapi, bukannya uang itu buat biaya nikah A Yudi nanti? Waktunya juga sudah dekat, tinggal beberapa bulan lagi."
"Iya memang, tapi kalau di hitung-hitung uangnya pasti cukup kok. Lagipula bibit bebek yang baru nggak sampai menghabiskan 5 juta." Ujar Yudi mencoba untuk membuka pikiran Mahes.
"Benar itu, Hes. Daripada kita bingung seperti ini, mending kita beli saja bibit bebek yang baru. Jadi kita masih bisa tetap lanjut berternak." Timbal bapak meyakinkan.
Mahes tidak langsung menjawab. Pemuda itu masih belum bisa mengambil keputusan secara cepat. Mahes butuh waktu untuk memikirkan hal seperti ini. Ia juga harus memikirkan hal-hal lainnya yang jauh lebih penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita kami, 7 bujang Desa || Nct Dream
Teen FictionHanya cerita sederhana dari sekumpulan bujang-bujang desa yang penuh dengan lika-liku kehidupan. Berusaha menyeimbangkan diri di tengah terpaan jaman yang semakin menggila, membuat mereka semakin mengeratkan genggaman tangan satu sama lain. *-*-*