Berobat Cinta

20 0 0
                                    

Alarm dengan lagu Married With Children berbunyi keras layaknya ada sebuah konser yang diadakan di kamar ku. Pagi ini udara terasa sangat dingin dan juga badan ku terasa lemas pertanda sakit.

"Bu, aku ga sekolah ya hari ini, tolong izinin ke Ma'am Enny!"

Ku lanjutkan tidur ku hingga jam 9. Wajar saja bila aku sakit, karena seminggu ini aku full kerkel untuk menghadapi ujian praktek yang nantinya akan dilaksanakan minggu depan. Berangkat gelap pulang pun juga gelap, jadinya biarlah hari ini sebagai hari istirahat ku.

Bangun tidur yang kedua kalinya badan ku terasa semakin lemas, di rumah ku seorang diri hanya barang perabotan dan semeliwir angin hujan menemani ku. Orang tua ku sudah berangkat kerja dan adik ku berangkat ke sekolah. Kemudian aku melihat bekal yang harusnya kubawa ke sekolah tadi. Ku masak kembali sepotong ikan gurami yang sudah dingin itu. Nasi yang sudah dingin dan sepotong ikan gurami masuk ke dalam perut ku. Rasanya hambar. Tidak ada nafsu makan ketika lagi sakit begini.

Setelah bersih piring ku, lalu aku bergegas mandi dan bersiap untuk berobat di klinik terdekat. Berbekal kartu BPJS yang sedari pagi sudah disiapkan oleh ibu di atas meja aku berangkat. Di tengah perjalanan ke klinik aku menyempatkan diri untuk mampir ke toko kelontong untuk membeli lisong 2 batang. Aku tau bahwa ini tidak baik untuk Kesehatan ku apalagi aku sedang sakit, namun rasanya seperti ada yang kurang jika tidak menghisap lisong.

Keadaan klinik cukup ramai, dilihat dari banyaknya motor yang terparkir rapih dan satu mobil putih. Aku langsung memarkirkan motor ku dan menguncinya. Kemudian aku mendaftarkan diri dengan menyodorkan kartu BPJS kepada suster di loket dan lalu menunggu di Lorong klinik. Ternyata keadaan klinik tidak seramai yang ku perkirakan, para pasien hari ini rata-rata adalah ibu-ibu yang sedang bunting untuk mengecek kondisi bayinya. Setelah beberapa menit menunggu dia datang. Menggunakan hoodie cream, celana piyama merah muda, dan sandal kodok mencuri pandangan ku, setelah ia mendaftarkan diri di loket ia duduk berjarak satu bangku dari ku.

"Tuan Kevin!"

Suster memanggil nama ku untuk dicek tensinya, selama pengecekan aku curi-curi pandang kepadanya yang tengah duduk anggun disana. Ia memiliki bola mata yang belo dan pipi chubby yang tertutup masker. Setelah selesai aku mendapati tensi ku 100/80 dan kembali ketempat semula

"Kak Syifa!"

Suster memanggil namanya untuk hal yang sama, ia bernama Syifa. Namanya seperti nama klinik ini Darrusyifa. Apakah ia yang memiliki klinik ini? Aku kira setelah ia selesai dengan pengecekan ia memilih untuk duduk dilain tempat karena aku dan dia sempat bertatap tatapan tadi, namun prakiraan ku salah ia kembali ke tempat semula

Beberapa menit telah berlalu, nama ku belum juga dipanggil untuk masuk ke dalam ruang periksa. Aku pun tampil biasa, duduk manis seolah-olah benar-benar bermain handphone yang ada digenggaman ku, padahal pikiran ku terus mencari-cari topik apa yang bisa menjadi awal perkenalan kami.

"Sakit apa kak?" Dadaku berdegup hebat seketika ia membalas pertanyaan ku, "Sakit demam mas." Awal yang baik, lalu ku lanjutkan dengan mendoakannya agar cepat sembuh dan sebaliknya ia pun begitu. Derasnya hujan yang sedang berlangsung di luar dihangatkan oleh obrolan kami berdua

"Kenalin nama gua Kevin." Dengan mengulurkan tangan dan memasang senyuman manis ia menjabat tangan ku, "Salam kenal juga nama gua Syifa." Sesaat sedang berjabat tangan tiba-tiba nama ku dipanggil melalu pengeras suara

"Tuan Wahyu, silahkan menuju ruang periksa!" Ah menggangu saja.

Di dalam ruang periksa aku ditanya oleh dokter, "sakit apa?" sebenarnya aku hari ini malas saja masuk sekolah, namun aku merasa, "pilek, radang, pegel...eum...lemes dok." Dengan senter kuli bangunan ia mengecek tenggorokan ku, "kamu ngerokok?" aku merespon nya dengan sembulan senyum malu-malu. Ia mengingatkan ku agar tidak merokok lagi dimasa penyembuhan dan dimasa muda ini.

Aku keluar membawa secarik kertas yang berisi resep dokter untuk diberikan ke loket, aku bingung bagaimana bisa para suster tersebut membaca tulisannya, padahal menurutku itu adalah tulisan yang sangat jelek dan tidak bisa dibaca. Aku duduk kembali ditempat semula, tak selang beberapa menit nama nya pun dipanggil untuk masuk ke dalam ruang periksa. Setelah kami berdua selesai kami pun berbincang-bincang sembari menunggu obat dan hujan reda. Sesekali obrolan kami terputus, aku berpikir keras untuk mencari topik yang menarik dan bisa bertahan lama, namun nama ku keburu dipanggil kembali untuk mengambil obat. Aku pergi keluar sambil menatap matanya yang ingin berlama-lama dengan ku. Aku pulang hanya membawa obat tanpa mendapatkan nomor telepon nya.

Berobat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang