Sabda terbangun tengah malam. Pria itu duduk dan melihat ke arah jam dinding, pukul satu. Tubuhnya terasa sakit semua, perjalanan dua hari ini seperti sedang membawanya masuk tantangan uji nyali. Di akui atau tidak, sekarang dia bergelar suami.Perjalanan macam apa ini. Niatnya hanya ingin memberitahu Senja akan pertunangan Arga. Justru membawanya pada peristiwa yang sulit dielakkan. Bisa saja Sabda menolak, tapi dengan situasi seperti kemarin dan pagi tadi, rasanya tidak tega mempermalukan Senja dan Ibunya.
Sebagai pengantin baru, harusnya malam ini akan menjadi malam pertamanya. Malam yang diimpikan bagi pasangan yang baru menjalin ikatan pernikahan. Sabda tersenyum kecut sambil menggeleng untuk menepis angan sialan yang hinggap di kepalanya. Ah, wajar saja dia berpikiran seperti itu. Dia pria normal dan sudah cukup umur untuk menikah. Tapi sayangnya, tragedi tadi membuatnya harus menikah tanpa persiapan.
Sabda bangkit dan membuka pintu kamar, kemudian melangkah ke ruang makan. Mengambil segelas air minum dan menenggaknya habis tanpa sisa.
Hening. Malam yang sepi. Dari kamar Senja juga tak terdengar apa-apa. Sabda lupa kalau kamar utama itu kedap suara. Dulu abangnya yang menempati apartemen ini saat masih pengantin baru. Sekarang mereka telah membeli rumah sendiri.
Cukup lama Sabda termenung di ruang makan. Kemudian kembali masuk kamar dan tidur lelap seperti orang pingsan. Bangun-bangun sudah jam enam pagi. Pria itu melompat dari ranjang masuk kamar mandi untuk berwudhu karena ingat belum Salat Subuh.
Selesai Salat Sabda keluar kamar. Sepi. Namun di atas meja makan sudah ada ayam rica-rica yang di panaskan dan dua potong roti bolu. Pasti Senja yang sudah menyiapkan. Tapi ke mana gadis itu?
Sabda mengambil secarik kertas yang ada di atas meja.
[Maaf Mas, aku pulang lebih dulu naik taksi. Aku harus kerja hari ini. Maaf, aku sudah ngrepotin. Senja.]
Diletakkannya kertas begitu saja. Apakah Senja termasuk istri durhaka? Karena pergi meninggalkan suami tanpa membangunkannya? Sabda menggeleng, menepis angan di otak yang mulai ngelantur.
Perutnya terasa lapar. Namun di apartemennya tidak ada bahan makanan yang bisa di masak. Ada mie instan saja, tapi dia paling malas yang namanya memasak. Biasanya dia hanya sedia roti dan beberapa minuman kaleng. Karena apartemen itu hanya persinggahan untuk tidur saja, makanya tak ada bahan makanan di sana.
Apakah dia harus sarapan kue bolu berlaukkan rica-rica ayam? Mungkin bisa di coba. Meski rasanya lain, tapi Sabda tetap mengunyah hingga makanan di meja tandas. Pria itu berdiri dan harus segera mandi. Dia bisa telat ke kantor kalau tidak bertindak cepat. Kemarin dia sudah mengambil cuti dadakan, hari ini dia harus masuk kerja.
💦 💦 💦
"Ja, gimana sukses nggak malam pertamamu?" tanya Nina sambil mengejar langkah Senja memasuki kantor mereka.
"Hish, ngomong apaan, sih."
Nina terkekeh geli. Tawa yang membuat beberapa staf di sana memandang heran. Untungnya di antara semua rekan hanya Nina saja yang tahu Senja akan tunangan dengan Arga. Seandainya Senja termasuk mulut ember, mungkin hari ini dia tidak punya muka berhadapan dengan rekan kantor. Walaupun pertunangan tetap terjadi meski dengan orang lain. Bahkan tidak hanya tunangan, tapi pernikahan.
"Maaf, aku bercanda," ralat Nina.
"Jangan bercanda seperti ini. Nanti malah di curigai rekan-rekan." Senja berkata lirih. Nina menoleh, melihat wajah temannya yang tersemat luka.
"Iya, sorry. Kamu nggak usah sedih lagi, life must go on. Semangat dong!"
Senja menanggapi ucapan sahabatnya dengan senyuman. Lantas keduanya terpisah dan duduk di tempat masing-masing. Mereka bekerja sebagai staf administrasi di sebuah perusahaan konstruksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pernikahan Biasa (Sabda-Senja)
Roman d'amourArga bertunangan diam-diam dengan gadis lain tanpa memberitahu Senja, kekasihnya. Padahal hari itu juga hari yang telah direncanakan untuk melamar Senja. Peristiwa menyakitkan yang membuat Senja harus menghadapi pertunangan dan pernikahan kilatnya d...