31

40 1 0
                                    

HALOOOOOO

happy reading^^

----------------------------------------------

Laut pulang dengan keadaannya yang cukup kacau. Tubuh yang lesu tidak bertenaga dan mata yang sembab. Jani yang saat ini ada di rumah dan sedang minum, begitu melihat putrinya pulang dalam keadaan seperti itu membuat wanita yang dipanggil Mama oleh Laut dan El ini bertanya ada apa. Namun, Laut hanya menggeleng sebagai jawabannya.

"Mama ada apa ke sini?" tanya Laut berusaha mengesampingkan bayang-bayang beberapa jam lalu di kafe itu.

"Ada yang mau mama diskusiin sama kalian," balas Jani sembari duduk di sofa ruang keluarga. Laut ikut duduk di sofa samping Mamanya, tidak lama kemudian El datang dengan handuk yang ada di lehernya. Lelaki itu terkejut melihat Mamanya sudah ada di rumah.

Beberapa menit lalu, Jani memang mengabari El kalau dirinya akan ke rumah untuk membahas sesuatu. Itulah kenapa El langsung buru-buru mandi, padahal hari masih terang sekali, belum saatnya untuk mandi.

"Mama kapan nyampenya?" tanya El sembari duduk di samping wanita yang ia panggil Mama tadi dan menciumi tangan Jani.

"Lima belas menit-an lah," balas Jani singkat yang diangguki oleh El dan Laut.

Walaupun pandangannya masih belum fokus pada apa yang ingin dibicarakan Jani, tapi Laut masih menunggu apa yang ingin dibahas oleh Mamanya itu.

"Mama mau bahas apa emangnya?" tanya El.

"Mama ada pikiran mau tinggal di sini bareng kalian," ujar Jani memandang kedua anaknya. Namun, Laut dan El memiliki reaksi yang berbeda. Kalau reaksi El terkejut karena senang, entah kenapa reaksi Laut terkejut dan merasa terganggu. Entah karena suasana hatinya yang sedang tidak baik hari ini atau ia yang belum berdamai dengan masalah keluarganya, Laut merasa tidak senang begitu mendengar hal itu, dan Jani menyadarinya.

"Kenapa sayang? Nggak suka Mama tinggal lagi bareng kalian?" ledek Jani. Ia hanya bercanda, tapi tidak tahunya ia malah mendapat jawaban yang membuatnya terkejut.

"Kalau udah ditinggal kenapa malah mau netap lagi?" tanya Laut ketus.

"Kak!" tegur El.

Sadar bahwa ucapannya barusan sudah keterlaluan, Laut langsung berdiri dan memutuskan untuk menyendiri di kamar. Ia masih kalut, kalau ia paksakan, akan semakin melantur ucapannya.

"Maaf, aku lagi capek banget. Aku minta maaf sama ucapanku tadi. Aku mau ke atas dulu, tolong jangan ganggu." ucap Laut dan langsung pergi ke lantai dua, tempat kamarnya berada.

Begitu kakaknya sudah tidak terlihat dari pandangan, El menggenggam tangan Mamanya. "Jangan diambil hati ucapan Kak Laut tadi ya, Ma. Kak Laut kayaknya emang lagi banyak pikiran." kata El yang kemudian melepaskan genggaman tangannya. Pandangannya beralih melihat foto keluarga yang masih terpajang rapi di tempatnya.

Tentu saja El menyesali keputusan kedua orang tuanya untuk bercerai. Namun, satu hal yang pasti, kalau mereka bertahan karena anak-anaknya, bukan karena komitmen atau perasaan mereka sendiri, El rasa dirinya akan lebih menyesali hal itu dari pada nasib keluarganya yang ia terima sekarang.

Kalau keduanya sudah saling menyakiti, memang lebih baik disudahi saja bukan? Walaupun masih ada cara lain, tapi melihat keduanya saling menyakiti saat masih bersama cukup membuat El ikut sakit.

Setidaknya, setelah keduanya pisah, mereka masih tetap menjalin hubungan baik---walaupun mungkin sekedar formalitas di hadapan kedua anaknya---dan sudah bisa lebih memerhatikan kedua anaknya daripada dulu saat masih bersama.

BIRU (Langit & Laut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang