EMPAT PULUH

9.8K 418 20
                                    

"Hai Kakak Icel!" seru Jeana saat menemukan Gisel memasuki area penjemputan. Dia menggerakkan tangan mungil Hime untuk melambai pada Gisel. Menyambut sang Kakak yang baru saja menyelesaikan ujian kenaikan kelas.

Melihat tingkah Maminya, Gisel tertawa senang. Langkahnya terayun cepat menyongsong sang Ibu dan Adiknya. "Halo halo." Gisel mencium pipi Hime gemas.

"How's your exam?"

"Good. Aku kan pinter."

Jeana tertawa mendengar kalimat sombong Gisel. Kali ini Jeana memilih untuk tidak meledek Gisel karena wajah gadis kecilnya itu tampak sedikit pucat.

"Wajah Kakak pucat, Kak Icel nggak papa kan?" tanya Jeana. Mereka melangkah bersama menuju parkiran mobil. Tangannya yang bebas meraba dahu Gisel. "Badan Kamu anget loh Kak."

"Nggak papa, hanya capek aja kok. Nanti setelah istirahat baikan." Gisel mengucap terimakasih saat Jeana mempersilahkan dirinya masuk mobil.

"Hari ini pengen makan apa?" Jeana membetulkan posisi duduknya agar Hime juga nyaman di pangkuannya.

Gisel menggumam, berfikir tentang menu untuk makan makam nanti. "Sup ayam?" ujar Gisel tidak yakin.

"Kakak mau sup ayam?"

"Iya, mau. Tadi Kakak udah makan siang di sekolah kok. Nanti langsung tidur boleh ya Mi? Ngantuk banget."

Jeana tersenyum lebar saat mendengar Gisel menyebut dirinya Kakak. Gisel belum terbiasa, jadi masih malu saat Jeana memintanya. "Boleh, nanti sampai rumah bersih-bersih, ganti baju langsung tidur ya."

"Papi jadi pergi ke Lampung?" tanya Gisel setelah mendapatkan posisi duduk yang nyaman.

"Jadi, tadi sekitar jam 11 bilang udah sampai."

"Sampai kapan, Mi?"

"Papi bilang besok sore udah dirumah sih." Jeana mengusap hidung Hime setelah bersin dua kali. "Kakak mau nitip oleh-oleh?"

Gisel menggeleng. "Gisel lagi nggak pengen apa-apa."

***

Jeana menoleh pada jam dinding besar yang ada di sisi tembok ruang makan yang menyatu dengan dapur bersih. Kemudian kepalanya menoleh pada partisi yang membatasi ruang makan dengan ruang keluarga, pandangannya tertuju pada tangga.

Sudah pukul 7 lebih dan Gisel belum kunjung turun dari kamarnya seperti janjinya. Tadi sepulang sekolah, Gisel langsung bebersih dan pergi tidur. Gadis kecilnya meminta untuk di pasang alarm jam 4 agar bisa bersiap sebelum turun kebawah untuk makan malam sebelum jam tujuh.

"Mbak Ani, Gisel udah bangun belum?" tanya Jeana saat melihat Mbak Ani turun dengan Hime yang ada di gendongannya.

"Pintu kamarnya tutup Bu waktu Saya lewat kamarnya." Mbak Ani mendekat, wajahnya sedikit cemas. "Bu ini Dek Hime sepertinya demam. Badannya panas, tadi juga lumayan rewel." lapornya.

Jeana mengelap tangan dan mendekat. Tangganya bergerak menerima Hime kedalam gendongan. Dia bisa merasakan hangat tubuh Hime lebih tinggi dari biasanya. "Kemarin udah mendingan loh. Sekarang demam lagi ya Mbak." sejujurnya Jeana cukup panik saat Hime demam. Karena ini pertama kali Ia merawat anaknya yang sakit. Sejauh ini Gisel tidak pernah sakit, gadis itu hanya flu ringan saja. Saat ini mendapati Hime sakit, Jeana merasa panik.

"Mau ke dokter aja Bu? Dokter Indri hari ini praktik sore sampai malam." Dokter Indri adalah Dokter Anak langganan Hime.

"Boleh deh. Tolong bilangin Pak Gun siapkan mobil ya. Saya mau lihat Gisel dulu."

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang