2. Bocah Bermata Merah

220 80 1
                                    

Xerxes menghela nafasnya lelah, pekerjaan nya tak kunjung selesai meski dia sudah berada satu pekan di ibu kota kekaisaran. Bukan cuma masalah membunuh monster-monster kegelapan, dia juga harus mengurusi masalah bisnis dan keamanan internal kekaisaran.

Sebetulnya Xerxes tinggal di kastil milik Avaldenn yang jaraknya bisa menempuh waktu 2 Minggu perjalanan dari kota Alverton—ibu kota kekaisaran—namun dia terkadang tinggal di rumah dinasnya yang berada di ibu kota selama beberapa pekan untuk urusan pekerjaan, seperti sekarang.

"Apa sebaiknya kita bakar saja kertas-kertas ini?" Morgan membanting satu tumpukan map tebal berisi surat-surat rekomendasi, banyak sekali orang-orang yang mendaftar untuk menjadi prajurit pembasmi monster milik Avaldenn.

"Aku heran, kenapa mereka lebih suka mati di dalam dungeon daripada merayu wanita dengan gelar ksatria? Maksud nya, kenapa mereka tak jadi prajurit resmi kekaisaran saja?" Morgan menatap heran, pendaftaran prajurit Avaldenn selalu dibuka setiap bulan, dan peserta nya selalu membludak. Mereka juga datang dari berbagai kerajaan-kerajaan sekitar sehingga Morgan merasa dia benar-benar di buat sibuk setiap bulan.

"Salah! Wanita-wanita jaman sekarang lebih suka pria kekar yang selalu menantang maut ketimbang pria yang hanya duduk diam memegang berkas. Lagipula para prajurit milik Avaldenn lebih terpandang ketimbang milik kekaisaran, kita membunuh monster dari neraka, bung! Bukan cuma kejar-kejaran dengan copet pasar!" Sahut Igor, dwarf berjanggut tebal itu tampak setengah mabuk.

"Benar, lagipula kaisar sudah setuju soal pengangkatan gelar ksatria kekaisaran pada prajurit Avaldenn yang berhasil membunuh banyak monster." Baldwin membenarkan.

Xerxes mengangguk, "lebih dari 20 orang yang gugur dalam pembasmian goblin di lembah Onryx, kita selalu membutuhkan banyak personil. Igor, tolong minta teman mu untuk memprioritaskan pembuatan set armor lengkap dan pedang-pedang dengan bahan andamantium." Xerxes menyerahkan proposal pemesanan senjata untuk di berikan pada dwarf pengrajin. Kebetulan, Igor yang juga seorang dwarf memiliki banyak kenalan blacksmith terbaik di kekaisaran.

Xerxes kemudian beralih pada Morgan, "Kau juga perlu melatih prajurit-prajurit yang baru dengan serius. 20 prajurit itu bukan jumlah yang sedikit, kita lalai dan kita perlu memperbaiki ini." Lelaki berumur 25 tahun itu menyerahkan setumpuk surat kompensasi kepada Morgan untuk di serahkan pada keluarga dari prajurit yang gugur.

"Dan Baldwin, minta beberapa alchemist untuk membuat potion-potion penyembuh tingkat tinggi. Tak perlu khawatir soal anggaran, kita punya banyak diamond stone yang bisa di jual pada Duke Rolandas."

"Baik Yang Mulia." Igor, Morgan dan Baldwin berkata dengan serentak, baru mereka akan melaksanakan tugas masing-masing Eugene membuka pintu ruangan Xerxes dengan tergesa tanpa mengetuk terlebih dahulu.

"Yang Mulia! Ini gawat!" Eugene terlihat acak-acakan, rambut coklat yang biasanya klimis itu kini berantakan seperti sarang walet. Baju nya yang biasa rapi juga tampak compang-camping di beberapa bagian.

"Kau ini kenapa Eugene?" Morgan mewakili Xerxes untuk bertanya, mereka semua tampak bingung.

"Mereka! Anak-anak itu membuat kekacauan!"

****

Astaga, satu kata itu yang keluar dari mulut Morgan, Igor serta Baldwin yang pergi bersama Xerxes untuk melihat kekacauan yang di maksud Eugene.

Kamar tamu di kediaman dinas milik Grand Duke Avaldenn itu tampak berantakan tak karuan. Barang-barang hancur, ranjang hampir terbelah dua dengan bulu angsa yang berterbaran dimana-mana.

Satu pelayan wanita tampak meringis memegangi tangannya, luka gigitan yang tercetak disana sudah menjelaskan apa yang terjadi.

Sedang para pelaku—4 orang anak misterius—mereka berlindung di pojok ruangan sembari memeluk satu sama lain.

Kecuali anak lelaki paling besar, dia merentangkan tangannya—melindungi adik-adiknya sambil mendesis, memperlihatkan taring nya yang runcing seperti kucing.

"Anak-anak itu mengamuk ketika beberapa pelayan akan memandikan mereka. Bahkan salah satu pelayan di gigit ketika hendak meraih anak paling kecil untuk di bersihkan." Jelas Eugene, "aku juga di keroyok ketika mencoba untuk negosiasi."

Xerxes masih diam menatap anak-anak itu, mereka tampak ketakutan. Xerxes maju beberapa langkah, "tenang kami—" baru dua patah kata yang keluar dari mulut Xerxes, satu pot bunga sudah melayang ke arah Xerxes bahkan mengenai dahi lelaki itu hingga mengeluarkan darah.

"Yang Mulia!" Morgan, Baldwin, Igor, Eugene dan beberapa prajurit yang berjaga langsung sigap melindungi Xerxes, mereka langsung menghunuskan senjata masing-masing ke arah anak-anak itu yang makin meringkuk ketakutan.

"Cukup, aku baik-baik saja." Xerxes mengangkat tangannya, memerintahkan ajudannya untuk bubar dan tak perlu mengkhawatirkannya.

Xerxes mengusap darah di dahi nya, "mereka takut dengan orang-orang dewasa."

"Lalu apa yang harus kita lakukan Yang Mulia?" Morgan bertanya dengan nada khawatir, dia tak pernah tahu caranya mengurusi anak-anak.

"Eugene, beri mereka makan terlebih dahulu, mereka kelaparan. Kita bisa mencoba lagi ketika anak-anak itu mulai tenang." Eugene mengangguk lalu pergi untuk membawa beberapa nampan makanan.

Tak menunggu lama Eugene datang bersama beberapa pelayan, karena kondisi kamar yang masih berantakan dan anak-anak itu sulit di dekati, alhasil mereka makan di lantai seperti kucing liar.

Awalnya si anak paling besar menolak dan hendak mengamuk kembali, namun karena adik-adiknya merengek lapar, mau tak mau dia membiarkan adik-adiknya makan dengan lahap. Kecuali dirinya, dia terus mengawasi Xerxes.

Begitu pula dengan Xerxes yang memperhatikan si anak paling besar hingga mereka berdua saling bertatapan seperti musuh.

Dalam waktu singkat nampan yang sebelumnya penuh oleh berbagai macam makanan ludes tak bersisa. Anak-anak itu makan dengan lahap. Benar saja apa yang di katakan Xerxes, anak-anak itu mulai tenang ketika perut mereka terisi. Bahkan anak paling kecil sudah terlelap dengan dengkuran halus.

Morgan tersenyum sumringah, "Anda benar, Yang Mulia! Anak-anak butuh makanan untuk di tenangkan!"

Xerxes juga tak menyangka ide nya akan berhasil, dia juga sama seperti Morgan, awam terhadap anak-anak.

Xerxes kembali mendekat, namun tak seperti sebelumnya, anak-anak itu kini sudah tenang. "Aku Xerxes, Grand Duke kekaisaran ini. Kami tak akan melukai kalian, sebaliknya kalian akan aman bersama kami." Lelaki itu mencoba untuk mulai mencari informasi, meski tak mau buru-buru tapi ini langkah yang tepat.

"Darimana kalian berasal?" Xerxes bertanya, namun tak ada jawaban. Si anak pertama hanya mendesis, membuat Xerxes makin kebingungan.

"Siapa orang tua kalian?" Namun, lagi-lagi pertanyaan Xerxes tak di beri jawaban.

Eugene bersuara, "Mungkin mereka tak mengerti bahasa kita, Yang Mulia. Di beberapa kasus yang aku temui, anak-anak yang di temukan di pasar gelap memiliki keterlambatan dalam bicara dan kesulitan memahami perkataan orang."

Xerxes terdiam, lelaki itu memperhatikan si anak paling besar dengan lekat, kemudian pemuda itu berbalik, "bujuk lagi anak-anak itu untuk mau di bersihkan. Usahakan tak banyak orang dewasa di sekitar mereka, kita harus membuatnya merasa aman terlebih dahulu. Setelah itu baru panggil dokter untuk mengobati luka mereka."

"Baik, Yang Mulia!"

AVALDENN : Blood and Bonds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang