"Terkadang figur seorang ayah masih sangat dibutuhkan oleh anak perempuannya."
-TSI-
°°°
Tandai typo!Weekend. Hari yang membuat semua orang bersantai ria, bersenang-senang dan lain-lain. Seorang gadis yang hanya memakai baju santai sedang beberes di dalam kamar. Jika orang di hari weekend bersenang-senang dengan keluarga atau temannya, namun tidak bagi Alifah yang memilih menghabiskan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat. Alifah mengelap pigura kecil yang terdapat foto seorang ibu sedang memeluk anak perempuannya dengan penuh cinta. Senyum kecil terukir indah di bibir gadis itu.
"Ibu, dari dulu emang selalu cantik." Alifah terkekeh kecil menatap pigura foto tersebut. Di mana seorang anak kecil tersenyum manis tanpa ada beban sedikit pun.
Sesaat kemudian, Alifah meletakkan kembali pigura foto di meja belajarnya. Menghela napas pelan seraya melihat sekeliling kamar yang sudah rapi dan bersih. Alifah juga tidak membersihkan kamarnya saja, terkadang Alifah selalu membersihkan ruang kerja ayahnya, tanpa sepengetahuan sang ayah. Dan terkadang membuat kopi yang hanya bisa diantar oleh bi Inah. Alifah melakukan hal itu, bukan semata-mata ingin di puji. Namun, ia ingin bisa menjadi anak yang baik serta membanggakan ayahnya.
Saat Alifah ingin ke kamar mandi, suara ketukan pintu terdengar. Membuat langkah Alifah mengarah ke pintu. Pintu terbuka, menampakkan sosok pria berkepala empat berdiri di depan kamarnya. Alifah tertegun melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Meski berada di atap yang sama, ia merindukan sosok figurnya.
"A-ayah.." lirih Alifah dengan wajah tak percaya.
Herman tersenyum sangat tipis melihat keterkejutan Alifah. Ia melangkah sedikit dan meraih tangan Alifah.
"Alifah.."
Belum sempat, Herman meraih tangan Alifah. Alifah langsung mundur selangkah. Ia masih tertegun dan speechless dengan ini semua. Apa semua ini mimpi? Apa benar yang berada di hadapannya adalah sosok ayah yang begitu Alifah rindukan? Jika benar, ini hanyalah mimpi. Alifah tidak mau bangun dari mimpinya saat ini.
"Nak, kamu kenapa?"
Deg!
Jantung Alifah berdebar kencang, mendengar panggilan itu. Alifah terdiam cukup lama dengan pandangan yang kosong, namun terlihat nyata di hadapannya.
"I-ini ayah?" mulut Alifah terasa kelu, hanya sekedar berucap.
Herman mengangguk singkat. "Iya benar, ini ayah, Alifah."
Alifah terdiam lagi. Apa yang terjadi? Ada apa dengan ayahnya? Ini sangat mendadak bagi Alifah.
"Boleh ayah, masuk?" Herman bertanya seraya tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Ilahi [END]
Spiritual(Follow sebelum membaca) "lantas, ketenangan seperti apa yang kau cari di dunia? jika orang yang sudah tiada saja masih ingin di do'akan agar bisa tenang." kata itulah yang menjadi hal yang selalu di ingat dalam hidup seorang gadis bernama Alifah Ka...