How to read :
Tips : Kalau lagu di atas gak bisa play sambil baca, disarankan putar di spotify dengan judul lagu dan penyanyi yang sama, terima kasih!
Ps : Isinya 80% narasi
Warn : Jangan ikut salting, soalnya bukan kisah kalian, cuma fiksi🙏
"Ayok!"
Tinn menggenggam jemari kecil milik kekasihnya berdesakan memasuki salah aatu gerbong kereta, hari ini mereka berencana pergi berkencan ke alun-alun ibu kota yang berjarak hampir satu jam jika di tempuh menggunakan mobil pribadi. Namun kali ini Gun meminta agar mereka menaiki kereta umum dengan tiket pulang-pergi satu hari.
Kedua remaja tujuh belas tahun itu menikmati jam ramai di dalam kereta, karena bisa berdesakan sambil menggantung tangan di pegangan kereta berhadapan. Dalam tubuh yang berjarak kurang dari dua puluh senti, Gun dapat mencium wangi parfum khas kekasihnya, dan juga Tinn yang dapat menghirup wangi shampo dari surai lembut kekasih mungilnya.
Saat Gun mendongak, hidung bangirnya bergesekan lembut dengan hidung milik Tinn. Tiba-tiba keduanya tersenyum saat mata mereka beradu pandang, khas remaja kasmaran. Mata kucing yang menyipit saat tersenyum milik Gun adalah kesukaan Tinn, begitu khas milik kekasihnya.
Tema kencan kali ini adalah 'Kencan Murah Meriah ala Gun'. Tidak ada mobil, restoran mahal, ataupun hal mewah lainnya. Gun menyeret kekasihnya pergi ke kebun binatang yang sudah di buka jam delapan pagi. Menggunakan kereta khusus untuk berkeliling di area yang rawan, Tinn tidak nampak keberatan. Anak sendok perak ini amat menikmati sensasi mengantre dan berebut kursi dengan ibu-ibu yang heboh dengan anak dan bawaannya.
Gun hanya tertawa melihat tingkah kekasihnya itu. Si ketua osis yang tidak pernah menggunakan angkutan umum ketika bepergian itu nampak begitu polos. Mengamati setiap perubahan ekspresi Tinn setiap ada hewan yang berinteraksi langsung dengannya saat kereta berjalan lambat, membuat seulas senyum tak pernah luntur.
Rasanya dunia hanya milik berdua, Tinn tidak pernah berniat melepas genggamannya dengan Gun saat tungkai mereka menjelajahi beberapa sudut kandang burung yang berisi berbagai jenis burung dari berbagai kawasan. Matanya lugunya mengedar menjelajah ke setiap sudut yang menurutnya menarik.
"Tapi Gun, mau gimanapun cantiknya pemandangan di sini, yang paling cantik tetep Guntaphol sih kata aku," Pukulan di lengan Tinn tak terhindar lagi, Gun salah tingkah dengan gombalan kekasihnya. Apalagi obrolannya di dengar oleh seorang wanita yang tengah menyuapi bayinya. Berujung dengan wanita tersebut ikut menggoda Tinn dan Gunn.
Tatapan galak itu di terima dengan lapang dada oleh si ketua osis, Tinn tahu kekasih mungilnya ini tidak pernah benar-benar marah. Hanya kesal sesekali.
Usai keduanya selesai menghabiskan satu paket makanan ringan berdua di sebuah kedai, Gun kembali menyeret kekasihnya itu. Kali ini mendekati kuda-kuda yang siap ditunggangi. Tinn kali ini yang membayar, dua ekor kuda menjadi akhir perdebatan sepasang muda tersebut, Tinn ingin satu kuda berdua, tetapi Gun tidak mau. Tetapi untungnya kuda yang berukuran besar sedang kosong, sehingga Tinn mengalah, "Tinn, kasian kudanya juga kalo kita naikin," Bujuk Gun lembut, tidak tahan ingin mengecup pipi yang menggembung karena merajuk, tetapi akan ia tahan sampai nanti, "Lain kali kamu bisa bawa aku ke arena kuda kesukaan ayah kamu, kaya yang kamu mau dari dulu, aku bakalan jadi penumpang kamu,"
Penawaran yang sungguh menarik, mengikhlaskan hari ini demi balasan lebih di lain hari, tidak buruk sama sekali, "Deal!"
Tinn akhirnya tau sensasinya menunggang kuda bersama kekasihnya. Apalagi dengan perubahan suasana, biasanya beradu kecepatan dengan sang ayah di arena, kini Tinn berkonsentrasi agar kuda yang ia tunggangi tidak menabrak orang lain di depannya. Dan juga... menikmati ekspresi tegang kekasihnya yang baru pertama kali menunggang kuda itu juga menjadi hiburan baginya.
Hanya satu putaran kecil, karena banyak orang yang mengantre, bagi Tinn tak apa, toh ia akan menagih janjinya pada sang kekasih mungilnya itu untuk datang ke arena berkuda lain waktu.
"Sayang, udahan yuk! Kita makan di luar sini," Ajak Gun setelah menunggang kuda, "Aku tunjukin tempat makan yang murah dan banyak porsinya!" Tinn menatap ragu kekasihnya. Kemudian Gun menghela napas melihat reaksi remaja yang lebih tinggi, "Aku jamin, ini bersih!" Digandengnya lagi jemari si ketua osis tersebut, "Ayo sayangku..."
***
Pertokoan sederhana di pusat kota amatlah mustahil ditemukan. Tetapi nyatanya sekarang Tinn tengah menyantap masakan khas eropa yang terjual murah di kedai ini. Tempat terpencil di ujung kota begini, masih sepi tidak ramai pengunjung, padahal olahan mereka begitu pas di lidah Tinn si pemilih makanan.
Si ketua osis curiga, apakah Gun pernah mengajak seseorang ke tempat bagus seperti ini? Bahkan Tinn yang suka bepergian dengan sang ayah saja tidak pernah menemukan tempat sebagus ini.
Gun memandang aneh kekasihnya, "Mikirin apa, sih? Sedih banget keliatannya? Kamu nggak suka makanannya?"
Lantas Tinn menggeleng, bibirnya yang mengerucut itu di tarik, "Aku cuma kepikiran aja, hidden place sebagus ini, apa bukan cuma aku, orang yang kamu bawa ke sini?"
Sosok mungil dihadapan Tinn terkekeh, ada-ada saja pertanyaan kekasihnya ini, "Dulu waktu kecil, oma sering bawa aku ke sini, kata oma nanti kalo aku udah punya pacar, wajib di bawa ke sini," Penjelasan Gun membuat Tinn tersipu, pikiran negatifnya langsung lenyap bersama dengan kepulan asap teh yang tersaji.
"Oh...oke," jawab Tinn tergagap, ia tidak banyak bicara lagi, tetapi wajah merah tomatnya begitu jelas Gun lihat.
Rencana selanjutnya adalah pulang, hampir jam tiga sore mereka berhasil mendapatkan tempat duduk di kursi panjang gerbong kereta yang sepi ini. Sepasang remaja itu memilih jam sepi karena mereka ingin beristirahat di perjalanan, tidak ingin berdesakan dengan orang lain seperti pagi tadi.
Baik Gun ataupun Tinn, keduanya belum menunjukan wajah lelah mereka. Itu sebabnya Gun lagi-lagi menyeret kekasihnya untuk memasuki pasar malam yang berada tak jauh dari stasiun pemberhentian mereka. Untuk yang satu ini, Tinn sudah sering mengunjunginya bersama Gun.
Di sore menjelang malam, Gun dan Tinn memutuskan untuk mengisi kembali perut mereka sebelum mengitari pasar malam ini. Dengan perut yang kenyang, pasti akan lebih seru.
Berbagai wahana mereka jelajahi, seakan kencan kebun binatang pagi tadi tidak menguras energi mereka sedikitpun. Memanjakan satu sama lain setelah kegiatan sekolah yang padat merayap menghantui sepasang muda tersebut.
"Ayang, pulang, yuk! Udah mau jam sembilan," Ajak Tinn membatasi untuk hari ini, "Kan janji sama bunda sampe jam sembilan malem,"
Gun yang baru menyadari waktu berlalu cepat itu mengerucutkan bibirnya, tidak rela berpisah dengan kekasih tampannya, "Hm... ya udah ayok,"
Surai lepek itu diusap lembut, Tinn bersyukur karena kekasihnya selalu menurut walaupun dengan drama bibir maju lima senti, "Kan udah seharian banget sama aku, hari senin kita ketemu lagi di sekolah, ya!"
Gun mengangguk, "Makasih ya Tinn, udah mau ikutin ide Date aku, walaupun kamu harus panas-panasan, sama desek-desekan di kereta,"
"Aku yang harusnya makasih sama kamu, ide kamu bikin kita makin deket, dan hari ini aku seneng banget bisa jalan sama kamu," Ujar Tinn, "Next time kita harus nge-date kaya gini lagi,"
Remaja, selesai!
Di bilangin jangan sating kok malah salbrut😒
Terinspirasi dari lagu Hivi! : Remaja
KAMU SEDANG MEMBACA
Gado-gado (GeminiFourth Oneshoots)
FanfictionBerisi kumpulan cerita-cerita pendek Gemini dan Fourth beserta kawan-kawannya yang gado-gado banget. Selain GeminiFourth, bakal ada TinnGun, HeartLiMing, sama NorthNight juga deh biar seru! Yang seneng-seneng, happy-happy, yang bikin ketawa ngakak...