"Lo udah makan Nar?" tanya Bela yang sedang mengoyang-goyangkan kakinya di pohon. Belakangan ini, Bela dan aku saling memanggil Gue dan Lo. Ternyata setan bisa juga berdialog dengan bahasa kekinian.
Seketika aku bangun dari posisiku yang saat itu tengah rebahan sembari berselancar di sosial media.
Gila sih Bela, kadang suka datang tiba-tiba persis kayak jelangkung.Sudah lebih dari 3 pekan, aku terbiasa dengan kehadiran Bela. Wajahnya gak berubah, hanya memang kadang-kadang dia menjelma bagai manusia biasa. Tapi kadang, dia juga bisa benar-benar menyeramkan seperti setan pada umumnya.
"Udahlah, kenapa gitu?" Tanya Nara.
"LAPER Gue!!, ada sisa tulang enggak?" Tanya Bela.
"Whats? Tulang? Maksud Lo, Lo makan tulang?" Tanya Nara penasaran.Nara menjatuhkan Hp nya dan langsung mendekati jendela rumah. Pohon rambutan yang ada didepannya adalah "Rumah" ternyaman Bela.
"Iyaa, daritadi Gue nyariin orang yang enggak makan sambil baca doa, kok.. pada baca doa sih. Kan Gue jadi enggak kebagian." Tuturnya sambil manyun.Nara tertawa lepas, kali ini Nara ingin sekali mengejek Bela. Tapi akhirnya Nara ke ruang makan dan mengumpulkan sisa tulang dan makanan di piring. Dia pun memberikannya pada Bela.
Bela mengambil makanan itu dan Nara tiba-tiba diam. Bela menyihir Nara agar tidak melihatnya saat makan. Lima menit berlalu, kemudian Nara tersadar.
"Eh, kok tadi kayaknya ada rasa yang aneh. " jawab Nara
"Enggak ada, perasaan Lo doang." Bela terkekeh.Drrrrttttt (suara ponsel bergetar)
"Halo Res?" Tanya Nara di seberang telepon.
"Lo lagi ngapain? Temenin gue yuk ke acara PRJ, gue yakin sih Lo belum pernah kesana kan?" Tanya Restika
"Iya lah belum pernah. Gue kan introvert. Gue capek kalau banyak orang gitu." Jawabku sambil menatap Bela yang sedang membelai-belai rambut panjangnya.
"Gue jemput jam 19.00 malem, Lo harud siap ya. " Ajak Restika
"Duh, males sebenernya Gue.." jawabku sambil memonyongkan bibir.
"Ah elaaaah. Gue gak mau tahu, Lo wajib datang!" Tutur Restika dan akhirnya dia menutup telepon itu.Kemudian aku membuka lemari pakaian, aku tak tahu kalau Bela juga pergi tanpa berpamitan. Pergi ke tempat-tempat ramai, sangat melelahkan bagiku. Rasanya aku akan merasa lelah sekali setelahnya.
Tapi, karena Restika adalah salah satu temanku selain si Hantu Bela tentunya, aku merasa tidak enak juga. Restika sering membantuku dalam hal pertemanan. Dialah yang juga akhirnya mempertemukanku dengan Raihan.Aku memegang kemeja panjang berwarna biru muda, aku duduk di kasur dan memandang wajahku di cermin.
"Ehm, cocok nggak sih acara gitu pake baju warna kek gini?" Ujarku berbicara sendirian.
***
"Waaaah.. gila rame banget!" Teriak Bela di sebelahku.
Kami sudah tiba di Pekan Raya Jakarta. Suasana malam, benar-benar mengesankan. Jangan tanya ramai atau tidak, aku merasa orang-orang Ibukota mendadak pindah kesini hanya untuk mencari hiburan malam minggu.Aku melihat Bela masih ternganga takjub dan tak berhenti biacara, Aku merasa risih dan hanya menarik nafas perlahan. Bukankah dia bisa terbang, apa dia tidak pernah terbang sejauh ini sampai kesini?
"NORAK ih!" Ketusku pada Bela.
"Apa Lo bilang barusan?" Tanya Restika tiba-tiba.
Aduh, aku lupa kalau aku sekarang bersama dengan Restika. Kenapa salah ucap gini.
"Oh iya, itu ada orang, norak banget. Kayak belum pernah ke PRJ" jawabku sambil menahan salting.
"Lah, Lo lagi ngomongin diri Lo sendiri? Kan Lo yang belum pernah ke sini?" Tanya Restika menyindir
"Ahaha, iya kali ya..." jawabku santai.Aku melihat Bela sibuk berada di salah satu manusia, manusia itu sedang makan jajanan yang baru saja dia beli. Eh tapi kok? Bela bisa ikut makan?
Pasti gara-gara orang-orang disini lupa baca doa.
Ah udahlah lupain aja, lagian aku disini buat bersenang-senang.
"Reihan?" Restika memanggil seseorang sambil melambaikan tangan.Kok, ada Reihan disini? Tanyaku terkejut dalam hati. Aku sibuk merapikan pakaianku dan juga rambutku. Reihan langsung menghampiri kami sambil tersenyum.
"Res! " Reihan berlari kecil ke arah kami.Aku tahu, tak seharusnya aku memiliki perasaan itu. Dia adalah laki-laki yang baik kepada siapapun, aku tahu itu. Tak seharusnya aku, menganggap kebaikannya hanyalah untukku.
"Hai Nara!" Reihan menegurku.
"Oh, hai." Jawabku sambil tersenyum.
"Ayo, kita jalan. Mau nyobain makanan korea yang terkenal itu gak? Tuh tuh di stand sana." Restika menunjuk dan mengarahkan kami kesana.Aku celingak celinguk, melihat ke arah sekitar. Tapi tak kunjung melihat Bela. Kemana dia? Tanyaku dalam hati.
"Nyari siapa Nara?" Tanya Reihan.
"Aaahhh? Enggak." Jawabku sambil menggaruk leherku.
"Perempuan itu?" Tanya Reihan.
Aku terkejut menatap wajah Reihan. Apa jangan-jangan, Reihan bisa lihat si Bela? Loh kata Bela, cuma aku yang bisa lihat wajah dia.
"Siapa?" Tanyaku pura-pura tak tahu.
"Rambutnya panjang, bajunya putih. Kalau ada aku disini, dia gak bisa mendekati kamu. " ujar Reihan sambil melihatku lagi.Langkah kakiku terhenti. Aku memegang pundak Reihan
"Tunggu!" Ujarku pada Reihan.
Reihan menoleh.
"Apa maksud kamu?" Tanyaku dengan wajah bingung.
"Gue enggak bisa cerita dulu. Tapi Gue cuma mau bilang, Loe harus jauhin perempuan itu. Atau.." ujar Reiham berhenti bicara.
"Atau? Atau apa? " tanyaku penasaran.
Reihan hanya menarik nafasnya perlahan. Restika sudah keburu datang.
"Kalian mau tteoppokki atau odeng?" Tanya Restika.Reihan dan Aku tidak menjawab, kami masih saling bertatapan.
"Kok, Gue enggak bisa deketin si Nara. Kenapa ya..." tanya Belà.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAYANGAN NARA
HorrorJangan pernah berteman setia dengan bayangan, ternyata bayangan itu bisa jadi bukanlah ragamu. Tapi raganya. Enjoy my story, tinggalkan komentar dan berikan bintang. Terimakasih!