*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***
***
"Ubah panggilan kalian, masa nanti Baby lahir Ayah ibunya masih bicara pakai lo-gue, kan gak bagus."
Tara dan Satya kembali saling bertatapan, keduanya terlihat ragu namun sudah pasti mereka tak bisa menyangkal permintaan Haura terlebih apa yang dikatakan Haura ada benarnya. Rasanya tak etis jika saat bayi mereka lahir mereka masih bicara menggunakan panggilan yang kurang baik itu.
Menikah ataupun tidak, bersatu ataupun tidak, tetap saja saling memnaggil dengan sebutan lo-gue terdengar kurang pantas untuk mereka yang sebentar lagi menjadi orang tua, kan?
"Kalian ngerti maksud Bunda, kan?" tanya Haura membuat Satya dan Tara sama-sama tersadar dari lamunan mereka lalu kembali menatap Haura dan setelahnya sama-sama menganggukkan kepala walau dengan agak ragu.
Haura langsung tersenyum lebar, lalu mengajak Ferdi untuk keluar agar Tara bisa beristirahat.
Tara dan Satya kini tersisa berdua di kamar itu dan entah mengapa suasana di sana jadi terasa canggung.
Tara berdehem ganggung lalu teringat sesuatu dan akhirnya menatap Satya lagi. Ia ingin bertanya sejak dua hari lalu namun selalu lupa sehingga ia akhirnya bersuara untuk menanyakan hal itu.
"S-Sat," panggil Tara. Satya langsung kembali menatapnya dengan kedua alis yang terangkat seakan bertanya ada apa.
"Soal Aryan ... dia ...."
"Gak usah khawatirin soal dia, gu—aku udah serahin dia ke Arkana Winata. Semuanya udah selesai, dia gak akan ganggu l-ka-mu lagi ...."
Tara terkejut, bukan hanya karena perkataan Satya namun juga karena Satya yang begitu mudah menuruti apa yang diperintahkan Haura. Satya mungkin masih agak kesulitan namun ia langsung berusaha mengubah panggilan di antara mereka dan itu membuat Tara merasakan perasaan aneh namun Tara seketika menyadari sesuatu.
Jika Aryan sudah Satya serahkan kepada Arkana Winata, lalu mengapa pria di depannya itu justru membawanya kembali ke rumah ini?
Tanpa adanya Aryan itu artinya ia akan aman walau ia tetap tinggal di apartemennya, kan?
"Terus kenapa lo ajak gue pulang ke sini? Aryan gak akan mun—"
"Aku ... Kamu ...," sela Satya yang membuat Tara seketika menghentikan perkataannya.
"Bunda bilang mulai sekarang kita gak boleh pakai lo-gue lagi, kan? Jadi mulai sekarang coba ubah ya," sambung Satya yang entah mengapa bicara dengan nada super lembutnya dan membuatnya terlihat seperti orang yang berbeda.
"Coba ulang lagi pertanyaannya," pinta Satya dan seakan terhipnotis Tara pun mengangguk lalu mengulang lagi pertanyaannya.
"T-terus ... kenapa ka-mu ... ajak a-ku pulang ke sini?"
Tara agak terbata, ia bahkan bicara dengan nada pelan namun itu berhasil membuat Satya tersenyum gemas.
"Karena aku takut kamu kenapa-napa kalau masih tetap tinggal sendirian. Di rumah ini mau gak mau kita pasti ketemu tiap hari dan mulai sekarang aku bisa jagain kamu."
Satya menunjukkan tatapan mata sungguh-sungguhnya yang membuat Tara tak bisa mengatakan apa pun selain menatap dalam-dalam manik mata Satya.
Keduanya saling bertatapan sampai Satya tersenyum dan sorot matanya menjadi lebih teduh dari sebelumnya.
"Jangan nolak ya, Ra. Ini caraku untuk tunjukin kalau kamu gak sendirian, aku sama orang tuaku sayang sama kamu dan kita gak mau hal buruk kayak kemarin terjadi lagi ke kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TARA SATYA
Romance***PUBLISH ULANG SEMENTARA*** ***ABAIKAN TYPO, BELUM REVISI*** Selama ini Tara hidup dengan mempercayai jika ia wanita spesial bagi Kafka, sosok yang sejak remaja mengisi hari-harinya dan membuatnya percaya jika di dunia ini masih ada banyak hal bai...