"Suka."
"Suka yang mana?"
"Kamu."
"Nala? Lo lagi sadar gak sih?"
Nala yang sadar akan ucapannya, terkesiap sambil menutup mulutnya sekilas.
"Gue salah ngomong! Maksudnya, Gue suka sama yang rasa coklat!"
"Ohh. Iya ini martabaknya emang mau di beliin yang coklat kok, anak-anak suka coklat."
Nala mengangguk sambil tersenyum kikuk. Ia berkali-kali menyumpah serapahi dirinya sendiri di dalam hati atas kebodohannya. Sementara si empu terlihat biasa saja sambil menyebutkan pesanan mereka pada si penjual martabak.
Ia karena terlalu banyak memikirkan betapa senangnya dia bisa berjalan berdua dengan sosok lelaki di sebelahnya pikirannya jadi kemana-mana, meski karena pembagian kelompok yang memang sudah di atur, tapi tetep saja itu membuatnya merasa sangat senang.
Namanya Eja, atau lebih tepatnya Altezza. Lelaki dengan rupawan yang menarik itu adalah orang yang di sukai Nala semenjak mereka duduk di bangku menengah, terhitung sudah lima tahun Nala menyimpan rasa suka nya diam-diam pada Altezza.
Karena itu lah, pembagian kelompok ini memang sudah di rencanakan sama dua sahabat dekatnya agar Nala dan Altezza bisa jalan bersama. Sungguh Nala sangat berterimakasih kepada mereka berdua meskipun saat ini dia bener-bener mati kutu di depan Altezza.
"Udah, Na. Kita duduk di situ aja ya?" tanya Eja, setelah memesan dan menunjuk dua bangku kosong yang tidak jauh dari mereka.
Eja langsung memimpin jalan dan diikuti oleh Nala di belakangnya. Mereka berdua pun duduk bersampingan, sebelum Eja menarik kursinya untuk sedikit menghadap pada Nala.
"Oh ya fun fact. Ini langgan gue tau, Na." ucap Altezza membuka obrolan.
"Oh ya? Suka martabak dong, Ja?" balas Nala.
Altezza mengangguk, "Setiap beli selalu ludes belum sejam. Yang paling enak di sini tuh di campur orea. Lo suka gak kalo di campur oreo gitu?"
Nala agak termangu ngedenger ucapan Eja, "Kok bisa? Lo makan sendirian? Gue sih juga suka, tapi gak secepat itu ngabisinnya."
Altezza terkekeh sambil ngegeleng kecil, "Nggak dong, Na. Di abisin bareng si bontot."
"Bontot? Lo punya adek?" tanya Nala, pura-pura tidak tau, padahal aslinya tau.
"Iya, punya satu. Lo gak tau? Parah sih Na, kita temenan udah bertahun-tahun loh." ucap Altezza sambil di buat-buat nadanya seperti orang kecewa.
Nala menepuk pundak Altezza pelan, "Gak gitu anjay. Siapa tau bontot yang di maksud itu hewan peliharaan atau gimana kan Gue gak tau?"
Altezza ketawa, "Ya fifty fifty sih. Si bontot juga kayak hewan soalnya. Kayak burung beo."
Nala juga jadi ikutan ketawa. "Adek Lo sendiri, Ja. Kalo dia beo berarti Lo juga beo dong?"
"Oh. Gue pengecualian. Pangeran nih, bos." kata Altezza dengan bangga
Nala ketawa sambil tepuk tangan kecil atas ucapan Altezza. Pedenya kelewat batas. Tapi apa yang gak sih untuk si pemilik hati itu?
"Ini pesanannya, Yang Mulia."
Nala dan Altezza reflek menoleh, mendapati si penjual yang sedikit membungkuk sambil nyerahin kantong isi martabak mereka. Keduanya otomatis ketawa bersamaan, entah karena malu atau merasa lucu.
"Eh, terimakasih ya, Mas. Ini uangnya." ucap Altezza sambil ngambil kantong itu dan nyerahin duitnya. Si penjual pun menerima dengan senyuman dan kembali. Di sisi lain ada Nala yang sedang menahan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENNALA (On Revisi)
Ficción Generalrahasia tetap diam tak terucap, meski hati bergemuruh berisik meminta untuk menyelami diri sang pemilik hati. - rennala dan pernak pernik masa muda. lavendherr, 2023. cover from pinterest.