Di dunia ini, Nandra lebih banyak membenci dari pada menyukai atau menyayangi sesuatu, karena menurutnya, menyayangi sesuatu atau bahkan seseorang ada perkara yang melelahkan, artinya, membenci adalah suatu hal yang mudah bagi Nandra, tidak melelahkan dan merepotkan. Tapi lagi-lagi, bertemu Hanum membuat Nandra mengubah banyak hal di hidupnya, Hanum yang penyayang tanpa sadar membuat Nandra berhenti membenci banyak hal, walau sebenarnya laki-laki itu tidak sadar bahwa banyak hal di hidupnya sudah berubah.
Sesederhana, Nandra sudah tidak lagi membenci anak-anak, anak-anak adalah monster mengerikan bagi Nandra, ia membenci bagaimana seorang anak kecil suka sekali menangis hanya karena perkara sepele, sesepele es krim yang jatuh, sesepele luka tergores batu kerikil karena jatuh ketika berlari, Nandra benci perihal anak kecil yang selalu mendapatkan apa yang mereka mau hanya dengan membayar beberapa tetes air mata, bukannya itu tidak adil?
Tapi, lihat saja sekarang ini, Nandra yang katanya membenci anak kecil karena tingkah mereka yang merepotkan dan melelahkan, sedang menggendong seorang anak perempuan dengan rambut gimbal yang kusut, anehnya lagi, laki-laki yang punya banyak kebencian dihatinya itu tersenyum lebar.
"Lili yang cantik, coba tebak apa yang Kak Nana bawa?" Suaranya sangat lembut, Hanum sampai tersenyum mendengarnya.
Lili tersenyum lebar, gigi depannya yang ompong terlihat sangat jelas, "apa, Kak Nana bawa apa?" Lili bertanya dengan ceria.
Nandra menurunkan Lili dari gendongannya, lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik besar yang ia bawa bersama Hanum, "taraa! Kak Nana sama Kak Hanum bawa jajan sama pewarna baru!"
Wajah Lili terlihat sangat senang, lalu anak perempuan berumur tujuh tahun itu memanggil teman-temannya yang lain, "teman-teman Kak Nana sama Kak Hanum bawa makanan! Sama alat tulis baru!"
Sontak puluhan anak berlari dengan terburu-buru menghampiri mereka bertiga, lalu berbaris dengan rapi, menunggu giliran.
Hanum membagi jajanan dan roti, sedangkan Nandra kebagian membagi alat tulis, ada buku gambar, buku tulis, pensil warna, bahkan krayon. Setiap melihat wajah anak-anak yang bersemangat dan mengucap terima kasih dengan ceria, Nandra dan Hanum tersenyum.
Beberapa jam yang lalu, Nandra sangat menentang rencana Hanum untuk menengok Lili dan teman-teman karena gadis itu baru saja keluar dari rumah sakit. Tapi tentu saja rengekan maut Hanum mampu meluluhkan keputusan Nandra, pagi tadi Nandra langsung datang ke rumah Hanum membawa banyak barang di mobilnya, sengaja ia siapkan untuk Lili dan teman-temannya.
Ternyata rencana Hanum tidak begitu buruk, Nandra tadinya hanya khawatir kalau berada di sini akan membuat Hanum terlalu lelah. Tapi ternyata membawa Hanum ke sini adalah keputusan yang tepat, ia jadi melihat wajah penuh semangat Hanum.
•••
Langit dipenuhi dengan warna biru, sama sekali tak terlihat sekumpulan kapas terbang di atas sana. Jakarta sedang sangat bersemangat, bahkan beberapa burung gereja enggan terbang di langit. Sinar matahari yang merembes lewat dedaunan berhasil menjamah wajah Nandra, mata laki-laki itu menyipit karenanya. Di bawah pohon mangga di samping gudang belakang sekolah terlihat Nandra yang sedang berbaring di atas rerumputan, berbantalkan jaket kulit berwarna hitam kesayangannya, meninggalkan kelas tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
Meski sudah mencoba, pikirannya tidak bisa memikirkan hal lain selain pertanyaan Hanum kala kemarin lusa. "Kalau akhir cerita kita sama kaya dongeng yang aku ceritakan, bagaimana?"
Meski ia berulang kali meyakinkan diri bahwa mereka tidak hidup di buku dongeng, pikirannya tidak bisa teralihkan, yakin yang ia cari masih belum ditemukan keberadaannya, pasti ada alasan mengapa Hanum tiba-tiba mengatakan hal itu.
Hubungan mereka sudah berjalan cukup lama, dan Nandra yakin, rasa sayangnya kepada Hanum sudah berlipat ganda. Ia tak ingin menuliskan kembali kata kehilangan di kamus hidupnya, ia tak butuh itu.
Suara lirih gesekan sepatu dengan rerumputan membuat kedua mata Nandra yang terpejam cepat-cepat mencari tahu siapa pelakunya. Dari jarak sepuluh meter terlihat Alicia yang berjalan santai ke arahnya, ia kembali memejamkan mata, memilih tak peduli.
Dari suaranya, Nandra tahu kalau gadis itu sudah duduk di sampingnya, bau aroma parfum terasa menyengat terbawa angin sepoi. Tanpa membuka mata, Nandra melempar jaketnya pada Alicia, lalu ia menggunakan kedua tangannya untuk dijadikan bantalan kepala.
Sementara itu, senyum yang cukup lebar mampir di wajah Alicia. Lalu ia menutupi rok pendeknya yang sejak tadi terkena tiupan angin menggunakan jaket yang Nandra berikan.
Gadis itu tertawa kecil, "tumben, lo ngga sewot sama keberadaan gue."
Nandra membuka matanya lalu menaikkan alis sebelah kanan.
Alicia menunjuk jaket yang Nandra berikan lewat alisnya, "dengan ini, artinya lo mau gue temenin, lo mau gue tetep disini."
"Cewe emang selalu ngartiin sesuatu jauh dari arti aslinya ya?"
"Oh ya? Emang apa arti dibalik kepedulian lo ini?"
"Tau deh, terserah lo aja."
"Terserah itu kata andalan cewe, baru denger itu dipake sama cowo."
Nandra diam, tidak menanggapi, bahkan laki-laki itu sudah kembali memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut sinar matahari dan semilir angin.
Alicia tanpa sadar mengulurkan kedua tangannya, menutupi kedua mata Nandra dari cahaya matahari. Tiba-tiba saja backsound lagu romantis terputar di kepala Alicia, lalu gadis itu tersenyum bangga.
"Wah, romantis juga ya, gue." Nandra menepis kedua tangan Alicia, lalu ia bangkit dan duduk, membersihkan beberapa rumput kering yang menempel di punggungnya.
"Lo lagi ada masalah ya?" tiba-tiba saja Alicia bertanya. "Dari pagi muka lo ketekuk mulu, biasanya juga muka lo ngga ramah si, tapi kali ini rasanya tuh di jidat lo ada tulisan, 'gue lagi stress'."
"Kalaupun iya, apa peduli lo?" Nandra berdiri, ia akan mengambil jaketnya dari pangkuan Alicia, tapi tangan Alicia lebih dulu menggapai tangan Nandra, menggenggamnya.
"Kalo lo butuh seseorang buat dengerin, gue ada kok."
"Kita ngga sedeket itu, ngga usah sok mau dengerin gue." Nandra dengan cepat menepis tangan Alicia, lalu mengambil jaketnya.
"Seneng bisa denger kata kita dari mulut lo," Nandra tak berniat untuk membalas kalimat Alicia yang satu ini.
Ketika Nandra sudah melangkah, lagi-lagi Alicia menggapai tangan Nandra, hanya untuk mengatakan kalimat yang menambah beban di kepala Nandra.
"Tadi malem gue liat pacar lo di Club Heaven, gue yakin ngga salah lihat."
Tanpa berniat mendengarkan lebih banyak omong kosong yang akan Alicia katakan, Nandra memilih pergi, berjalan dengan cepat.
Nadra tidak percaya kalimat itu, karena yang mengatakan adalah Alicia. Nandra berpikir gadis itu pasti hanya mengada-ada agar terjadi masalah diantara Nandra dan Hanum. Tapi pembelaan itu hanya bertahan lima menit di kepala Nandra, karena setelah lima menit, ponsel pintarnya bergetar, Alicia mengirimkan sebuah foto, sebuah foto yang mampu membuat Nandra bertanya-tanya, benarkan Hanum yang ada di foto itu.
Hanum yang di foto terlihat sangat berbeda dengan Hanum yang ia kenal, dari mulai pakaian, tata rambut, bahkan riasan di wajahnya. Dan Nandra yakin tidak salah kenal, orang yang ada di foto adalah Hanum, di antara kelap-kelip cahaya remang, dengan segelas minuman berwarna kuning di tangannya, yang ia tebak adalah alkohol.
Meski terasa nyata, masih sulit untuk percaya. Jadi, Nandra memilih mematikan ponselnya, dan berjalan dengan gerak cepat menuju parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Paras
Fiksi RemajaAku tidak sedang melukis kanvas, melainkan paras, untuk dicintai kamu, dan untuk mencintai kamu. Judul awal: Butterf(lie)