"Udah semua nih?" tanya Nindi, memperhatikan semua teman-temannya yang terkumpul di dalam satu ruangan termasuk Nala yang duduk di sofa sebelah pintu.
"Belum, Nin. Bian nya teh masih ngisi bensin." jawab Pandu.
"Awas aja kalo dia gak datang, gue picek matanya." Mira menyahut. Pasalnya dia menebeng motor Bian, bisa tercecer kalo Bian tidak datang.
"Sambil nunggu, kalian pastiin aja dulu barang bawaannya." ucap Adisa yang membuat mereka pun akhirnya memeriksa barang masing-masing.
Selang beberapa menit akhirnya Bian datang. Nindi langsung saja menarik Bian untuk berdiri di depan tengah mereka.
"Ayo pimpin doa dulu, Kang."
Bian yang bingung baru datang, memprotes. "Kok jadi Gue sih?"
"Makanya jangan telat." kata Andra dengan nada mengejek.
"Udah ah, buruan doa. Ntar kesorean kita!" ucap Linda.
"Yaudah weh. Sebelum kita memulai perjalanan kita menuju kepuncak ada baiknya kita berdoa bersama terlebih dahulu agar di beri keselamatan, tangannya di angkat semua ya. Berdoa di mulai."
Semuanya terdiam menunduk. Meminta perlindungan dari Allah semata untuk perjalanan yang akan mereka tempuh.
"Aamiin. Wes, ayo berangkat!" Bian mengakhiri doa lalu mulai mengarahkan teman-temannya untuk segera berangkat.
"Ingat ya. Gue bareng Tama, Aruna Angga, Nala Eja, Disa Pandu, Linda Regar, Mira Bian, Andra Aksa." Nindi mengingatkan mereka. "kita ada empat belas orang, pulangnya juga harus empat belas."
"Siap, siap." Aksa mengacungkan jempol.
Mereka berurutan keluar dari rumah perkumpulan. Tidak lupa Nindi yang mengunci pintunya.
"Ayo, Nala." ajak Altezza yang sudah berada di atas motor.
Nala pun menaikinya dengan hati-hati, mengingat tas yang di pakai cukup berat. Untunglah tas milik Altezza Ia taruh di dashbord motor.
"Nyaman duduknya? Kalo gak nyaman di perbaiki ya. Soalnya jauh nih."
Karena ucapan Altezza. Nala memperbaiki duduknya agar nyaman. "Udah kok sekarang."
Altezza tiba-tiba memberikan kain yang sudah Ia lingkarkan duluan di pinggangnya. Nala menerimanya meski bingung harus di apakan.
"Masuk kecelahnya, Na. Di lingkar kepinggang aja kaya Gue."
Nala menurut, dia memasukkan kain itu sehingga terlingkar di pinggangnya. Kain itu bersambung dengan Altezza, sehingfa memotong jarak di antara mereka.
"Kalo terlalu erat bilang, ya?" ujar Altezza dan mulai ngikat kain itu di depannya. "sesek, gak? Udah pas?"
Nala menunduk, melihat sudah tak ada jarak lagi di antara mereka berdua. "Agak sesek, kekencengan deh."
"Sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RENNALA (On Revisi)
General Fictionrahasia tetap diam tak terucap, meski hati bergemuruh berisik meminta untuk menyelami diri sang pemilik hati. - rennala dan pernak pernik masa muda. lavendherr, 2023. cover from pinterest.