"Gila loe, kalau si Rio tahu bisa abis loe!" Desta menoyor kepala Vero.
"Gak sopan banget sih loe!" Vero berdecak kesal.
"Lagian, sok jagoan loe mau coba tantang si Rio. Orang loe latihan aja udah K.O."
Vero menatap sinis pada Desta, tapi ada satu hal yang ia pertanyakan. "Rayen kemana sih? Udah jarang dia kumpul bareng sama kita."
Desta yang tadinya menghirup asap rokok kemudian segera menoleh menatap Vero. "Mana gue tahu."
Setelahnya Desta segera beranjak dari kursi di warung itu, ia membuang pentung rokok ke sembarang arah. Langkahnya cepat meninggalkan Vero yang masih kebingungan.
"Mau kemana loe?"
"Kepo, loe!"
***
Malam minggu adalah waktu yang paling Aza sukai. Karena di setiap malam minggu ia bisa tidur larut malam untuk menonton film ataupun sekedar membaca novel, tanpa takut bangun kesiangan besok. Gadis itu menyiapkan tempat tidurnya sebelum ia loncat keatasnya dengan membawa laptop untuknya menonton malam itu.
Sebuah film sudah ia pilih dengan segera mungkin ia memposisikan tubuhnya agar lebih nyaman. Namun belum genap film itu di mulai ia sekilas mendengar suara gerungan motor diluar yang sepertinya sengaja berhenti di depan rumahnya sesaat sebelum suaranya menghilang lagi. Awalnya sedikit penasaran, namun Aza tak melihat jelas karena diluar gelap sekali dan ia juga harus mengintip.
Kelihatannya bukan tetangga ataupun ojek online, karena dilihat lagi orang itu menggunakan jaket levis berwarna hitam. "Entahlah." Ia bergumam lantas kembali pada layar laptopnya.
Setengah jam berhasil ia lalui dengan menonton film, sedikit terkantuk padahal baru jam sembilan lebih tiga menit. Tiba-tiba saja ia mendengar sesuatu lagi, tapi kali ini berbeda. Terdengar suara kerikil yang dilepar mengenai jendela kamar miliknya.
"Siapa sih malem-malem jahil?" ia berdecak kesal karena malam minggunya harus terganggu.
Perlahan ia mendekati jendela dengan sedikit mengintip, ada bayangan laki-laki disana dengan setelan hoodie berwarna hitam sedang meraup kerikil dibawah kakinya dan kembali melempari jendela kamar Aza. Dengan mata selidik ia berhasil mendapati wajah Rayen dibalik gulita tersebut. "Rayen?"
Jendela kamar ia buka perlahan membuat seluruh udara dingin seakan masuk menembus dirinya. Dengan Rayen yang melambaikan tangan dari bawah tersenyum dari lapisan gulita. "Kamu ngapain disini malem-malem?" gadis itu bertanya dengan suara berbisik.
Rayen tak menggubris pertanyaan Aza ia berjalan menuju mobil berwarna hitam dengan merek yang sulit diketahui dalam gelap itu. Rayen kembali setelah mengambil sesuatu dari dalam mobil dan menyuruh Aza untuk mencari tali.
Dengan mengangguk Aza segera mencari barang apapun untuk dijadikan tali, namun ia hanya menemukan benang pakaian yang tipis seperti helaian rambutnya. Ia lantas keluar dan memberi isyarat pada Rayen. "kasih aku ujungnya, jangan lepar semua!" pintanya.
Aza menuruti kembali. Setelah dirasa ujung benang sudah sampaikan di tangan Rayen, laki-laki itu segera mengikat bungkusan entah apa itu. "Bisa tarik gak?"
Aza menarik bungkusan itu keatas kamarnya dan ia mendapati makanan serta minuman didalamnya. Rayen meraih ponsel miliknya dan menghubungi nomor Aza.
"Halo, aku sudah mengirim ragaku sebagai utusan mengantar makanan. Kita malam mingguan, ya?"
"Malam mingguan dimana? Di sini? Gak boleh!"
"Tidak, malam mingguan layaknya orang ldr,"
"Hah?"
"Iya, kamu bisa makan dari balkon kamarmu dan aku akan makan di dalam mobil dengan pintu yang terbuka. Lantas kita ldr, tapi jarak kita sedang berdekatan."
"Hehe... Kenapa begitu?"
"Mencoba hal baru."
Aza kemudian mengambil jaket miliknya agar tidak kedinginan, lantas ia mengambil kursi belajarnya untuk segera duduk menatap lurus pada Rayen yang sudah duduk didalam mobil.
"Halo..."
Aza sedikit terkejut dengan suara Rayen dari ponsel, ia kira sudah dimatikan. "Ya.."
"Gimana kabarnya hari ini?" jelas-jelas itu sebuah pertanyaan konyol bagi Aza.
"Hehe... Kabar baik, kamu gimana?" gadis itu malah mengikuti permainan yang Rayen buat.
"Aku baik... Kamu lapar?"
"Iyaa... Aku lapar, nih ada makanan yang diantar raga Rayen hehe..."
"Wooow... Ayo makan..."
Keduanya kini menyantap hidangan masing-masing, sesekali mereka bercerita tentang lelucon yang membuat mereka berdua tertawa. "Stt, jangan berisik nanti ketahuan!" Peringatan Rayen lalu tertawa lirih.
Aza sontak menutup mulutnya. "Oh iya, siap bos." Suaranya berbisik lewat telpon.
Malam semakin larut, Aza ingat setiap malam akan ada ronda, alhasil gadis itu meminta Rayen agar segera pulang. Intinya gadis itu tak mau Rayen disangka orang jahat yang sedang mengintai rumahnya.
"Selamat malam wahai sang pemimpi, lupakan beban dihari ini. Nikmati malammu dengan sunyi, jangan lupa cuci kaki, wajah, sikat gigi dan kunci jendela. Sampai jumpa waktu yang akan datang. Entah besok atau lusa, atau kapan." Rayen mematikan teleponnya, melambaikan tangannya sebelum ia melajukan mobil milik ayahnya.
Semakin jauh mobil itu semakin sunyi Aza rasakan, namun ada yang hangat. Yaitu hatinya dan kata-kata Rayen barusan.
Entahlah, kupikir malam ini cukup istimewa bagiku. Orang yang baru pertama kali tahu rasanya diperlakukan seperti ini oleh orang yang disukai. It's really really fun, really.
--<>--
Next...
"Pacarannya kita pause dulu ya..."
"Ada yang lebih penting,...."
#tbc...
Maaf semua, tiba-tiba gak update beberapa minggu lagi... Yah, karena akhir-akhir ini lagi banyak banget tugas, praktikum, dan ulangan harian yang bener-bener bikin saya gak nyentuh sama sekali cerita ini... Maaf yaaa...
Selamat malam minggu... 🙏🏻
Kalian biasanya baca cerita di Wattpad jam berapa?
Ini fiksi ya teman-teman semua, bukan nyata...
Sampai jumpa next chapter...
Oya maaf juga di chapter ini ceritanya agak pendek... Soalnya gak sampai 1000 kata, maklum ya hehe..
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milik 'Ku [On Going]
Novela JuvenilKita dibuat untuk menjalani takdir dan mencintai takdir. Terutama menghargai setiap momen dalam perjalanan hidup. Banyak typo! WARNING ⚠️ ▪️CERITA INI TIDAK DI TULIS ATAU BERADA PADA APLIKASI NOVEL ATAU BACAAN LAIN. INGAT! ▪️CERITA INI HANYA DI...