Epilog

10.4K 830 227
                                    

Mataku terasa lengket dan sangat sulit untuk membuka kelopak mataku. Ketika aku bisa membukanya, cahaya sinar lampu yang menyilaukan adalah hal pertama yang menyambut kesadaranku. Suara tetesan air yang berdurasi cukup lama adalah salah satu suara yang kudengar saat ini. Suara lainnya adalah suara besi yang bergesekan dengan lantai marmer, juga suara berdengung yang entah datangnya dari mana.

Kini mataku sudah terbuka dengan penuh, dan betapa bahagianya aku saat aku melihat wajah keempat sahabat-sahabat terbaikku sedang mengililingiku. Aku meluaskan lagi pandanganku dan setelah tiga detik mencernanya, aku sadar aku sedang berada diruang perawatan. Suara tetesan air yang kudengar adalah suara dari cairan infusku, suara gesekan besi dengan lantai marmer berasal dari kursi yang sedang diduduki oleh sahabat-sahabatku, dan suara berdengung itu masih sebuah misteri saat ini.

"Kalian baik-baik saja?" tanyaku. Aku ngeri sekali mendengar suaraku yang terdengar sangat parau, aku terdengar seperti orang yang habis meminum berliter-liter air laut atau menghabiskan tiga bungkus rokok dalam satu jam.

"Jangan perdulikan kami." Jawab Renee.

"Kau merasa lebih baik? Apa ada anggota tubuhmu yang sakit?" tanya Asyira, seperti biasa selalu yang paling khawatir.

Aku menggeleng sambil tersenyum. "Aku merasa jauh lebih baik sekarang."

"Dimana Aldo? Dia baik-baik saja?" tanyaku. Sesungguhnya, dia masuk kedalam daftar orang-orang yang aku khawatirkan.

"Kami tidak tahu dia ada dimana, namun yang jelas dia baik-baik saja." Jawab Megan.

Lalu aku teringat dengan sesuatu yang penting, tentang keberadaanya yang sekarang menjadi pusat eksistensiku. "Apa dia kembali kesini?"

Jantungku berdegup dengan keras menunggu jawabannya.

"Entahlah, tapi kami semua berharap yang sama denganmu." Jawab Asyira.

"Apa saja yang sudah aku lewatkan?" tanyaku.

"Para pemimpin pusat sempat dibuat panik tentang hal yang sudah terjadi, ada rapat besar-besaran kemarin." Kata Renee, ada garis-garisi berpikir dikeningnya. "Mereka sudah menanyai beberapa pertanyaan pada kami saat kau tidak sadarkan diri, kurasa mereka juga akan melakukan hal yang sama padamu sebentar lagi."

"Siapa yang menyangka ternyata penjahatnya adalah Caleb?" Ginny tertawa getir. "Aku bahkan sempat naksir padanya selama beberapa bulan." Dia tersenyum kecut.

Renee tiba-tiba memelukku, "Kami benar-benar khawatir denganmu Liz." lalu melepaskan pelukannya.

"Ceritakan semuanya, bagaimana kalian bisa menemukanku?" Pintaku.

"Malam itu saat kami tidak menemukanmu di kamar, kami yakin ada yang terjadi." Cerita Asyira. "Kami berpencar mencarimu keseluruh ruangan yang ada di academy tapi tidak juga menemukanmu, rasanya benar-benar frustasi dan panik saat itu."

"Terlebih lagi saat aku berinisiatif mencari Caleb dan tidak menemukannya juga, aku benar-benar ingin menangis saat itu." Kata Renee dengan tawa renyahnya yang mentertawakan dirinya sendiri.

"Aku mencari di taman dan menemukan ikat rambutmu." Kata Ginny, menyerahkan ikat rambut biru yang sudah longgar. Aku teringat saat itu aku mengikat rambutku karena seharian tidak menyisir.

"Aku tidak menyadari kalau ikat rambutku lepas, pasti karena terlalu sibuk melawan sehingga itu lepas." Kataku, melingkarkan ikat rambut itu ke pergelangan tanganku yang tidak ada jarum infusnya.

"Dan beberapa penjaga juga ditemukan terluka cukup parah waktu itu, salah satunya ketua penjaga yang imut itu." Kata Ginny, matanya mengerling padaku sambil tersenyum malu-malu.

Vagsat Academy #1: Just a Good SPY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang