Chapter 55

740 50 8
                                    

Sebelum pergi ke Alice, aku memberikan naskah ke Hansoo. Butuh beberapa waktu untuk membacanya, tapi isinya termasuk salah satu skenario terbaik yang pernah kubaca. Sebenarnya, materinya biasa. Isinya tentang protagonis yang terlibat dalam sebuah insiden saat mengikuti jejak ayahnya yang sudah lama hilang.

Tetapi ada kejutan yang tak terduga dimana-mana, dan ada bagian yang menggugah pemikiran dengan tidak berlebihan. Sepertinya benar kalau novelnya menjadi sangat populer karena itu berbentuk naskah yang hanya berisi dialog sederhana, dan bahkan aku yang tidak suka membaca pun tenggelam saat membacanya.

Yang tidak biasa adalah lagu pop yang muncul sepanjang novel. Itu adalah lagu favorit ayahnya, tapi karakter utamanya mendengarkan lagu ini setiap waktu karena ayahnya menyembunyikan password dalam lirik lagunya. Lagu yang sangat penting yang awalnya memberi petunjuk saat liriknya ditafsirkan ke bahasa Korea, tapi nantinya solusi akuratnya dapat ditemukan dengan menggabungkan kata-kata dari lirik asli bahasa Inggrisnya.

"Ini lagu apa?"

Hansoo yang sedang memasukkan naskah ke tasnya pun menatapku dengan wajah terkejut. Kenapa dia melihatku seperti itu? Ekspresinya segera menghilang saat dia mengangkat satu alis, tapi rautnya masih tidak percaya.

"Kau tidak tahu lagu ini?"

"..."

"Tidak, bagaimana kau bisa tidak tahu lagu terkenal ini?"

"..."

"... tentu saja kau boleh tidak tahu."

Saat suara Hansoo mengecil, dia menurunkan tinjunya. Tetap saja, Hansoo menatapku seperti ingin berbicara lagi, dan akhirnya sebelum kami berpisah, dia memberiku file musik di ponselku.

"Lagu ini. Saat kau mendengarnya, mungkin kau bakal bilang, 'Oh, ini dia.'"

Hansoo yang telah menggodaku tentang apakah ponsel tua bisa memainkan musik dengan benar pun melempar earphone sebelum aku bisa memukulnya dan kabur. Saat aku menekan tombol play, lagu pop yang sangat familier mengalir. Tapi untukku yang sedang menuju ke Alice, rasa familiernya berbeda. Dimana ya aku mendengarnya? Setelah memikirkannya selama beberapa saat, hal itu terlintas di benakku saat aku tiba di Alice.

Itu adalah lagu yang kudengar di mobil si orgil sebelumnya. Aku juga ingat ekspresinya saat dia menaikkan volume lagu ini. Apakah karena dia mengingat dramanya di saat itu? Aku memikirkan Dream Planning yang bisa saja direbut. Kekhawatiran tentang pria itu menyebar lagi. Saat aku turun ke basement dengan ketidaknyamanan yang tak disambut tapi gigih, aku disapa oleh wajah yang tidak asing.

"Selamat datang, Tuan Lee Baekwon."

Manajer yang tidak kulihat selama beberapa waktu masih punya senyuman yang sama, seolah-olah telah diberitahu terlebih dahulu bahwa aku akan datang. Aku pun mengangguk, mengucapkan hai, dan dengan alami pergi ke kantor si orgil, tapi dia menghentikanku.

"Bos ingin melihat Anda terlebih dahulu."

Lalu dia memanduku ke kantor si pemilik, tapi aku tidak bisa langsung mengikuti. Dia mau melihatku? Tentunya dia tidak akan tertawa terbahak-bahak tentang '200 won', kan? Dia adalah orang yang tidak ingin kutemui, tapi aku berjalan ke kantor tanpa menunjukkannya di wajahku, dan itu semua sia-sia. Bos langsung menyadarinya saat dia melihatku.

"Ah, ya, Baekwon disini... huh? Ada apa dengan ekspresimu?"

Ekspresiku sangat jelas. Aku menelan kekesalanku terlebih dahulu, takut kalau dia akan berkata omong kosong lagi. Bahkan kalau aku tidak menunjukkan emosiku, bos menaikkan ujung bibirnya seolah-olah tahu semuanya.

"Ya, aku tahu. Apa kau gugup? Sihir bahasa mewah macam apa yang menunggumu kali ini? Hahaha, sebenarnya, leluconku hari itu memang sedikit bersinar!"

Apakah bos pernah bermimpi menjadi aktor? Kalau tidak, bahkan orang lain pun tidak pernah sedramatis ini. Yang membuatku kesal adalah aku jadi terbiasa dengan kepribadian ini dan rasanya normal-normal saja. Aku ingin diriku sadar, jadi aku bertanya terus terang.

PaybackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang