Chapter 74: Camael, Malaikat Tukang Nyasar

65 11 0
                                    

SRAAK

Sosok pria tinggi dengan tubuh tegap tampak sesekali menoleh ke kiri dan kanan, setiap langkah kakinya menghasilkan suara gemerisik dari daun-daun yang gugur di atas tanah. Di bawah sinar rembulan, sosok itu tampak sangat... menyihir.

Bagaimana tidak? Dua pasang sayap yang terlipat rapi di punggungnya sudah lebih dari cukup untuk menarik perhatian. Untungnya, ia sedang berada di hutan, jadi tidak ada yang bisa melihatnya.

Rambut pirangnya tampak seperti platinum saat terpantul cahaya, kulitnya yang eksotis, tubuhnya yang menandakan ia adalah seorang petarung handal. Yang paling indah dari pria itu adalah matanya. Ia memiliki manik yang hampir serupa dengan kakak perempuannya, bedanya dia memiliki perpaduan warna antara biru, hijau, dan kuning. Pupilnya memiliki bentuk diamond, cukup cantik untuk kontras tubuhnya yang sangat maskulin.

Sangat terlihat dari raut wajahnya kalau ia sedang kebingungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sangat terlihat dari raut wajahnya kalau ia sedang kebingungan. Kedua alisnya terkadang mengernyit, tidak familiar dengan daerah ini. Jelas, ini pertama kalinya ia turun ke Pandemonium! Tanpa persiapan juga. Pakaiannya hanya berupa kain yang sehari-hari ia gunakan di Celestial, seperti bathrobe. Hanya saja, kedua lengannya tidak ia masukkan ke dalam pakaiannya (jadi kalau kegeser dikit, ya sudah lepas semua...)

"Ng?" Suara tersebut lepas dari bibirnya, matanya lebih terbuka karena kaget begitu merasakan sentuhan hangat dan halus pada kakinya yang tidak mengenakan alas. Wajahnya langsung dihias dengan ssenyuman hangat begitu melihat seekor kucing hitam sedang menggosokkan kepalanya di sana.

"Bayi," panggilnya, sembari berjongkok untuk mengangkat kucing itu, menggendongnya sambil berdiri.

Inilah kesamaan seluruh kebajikan agung: mereka adalah makhluk yang suci, semua makhluk yang suci pun akan mencintai mereka.

Merasa kasihan dengan hewan temuannya yang tampak kelelahan, malaikat agung tersebut memutuskan untuk duduk di bawah pohon rindang, mengelus kucing yang sekarang berada di pangkuannya.

"Apa kamu punya nama?"

"Meong?"

"Haha. Namaku Camael. Salam kenal ya bayi, kamu makhluk hidup pertama yang aku temukan di sini," lanjut Camael, menggelitik kucing itu. Kemudian kucing itu kembali mengeong, kini mengeluarkan sepasang sayap iblis seperti kelelawar dari punggungnya.

"...Ah, aku salah rupanya. Ternyata kamu makhluk ghaib sepertiku. Tetap saja, kucing lucu," ucapnya lagi, tampak senang.

Camael menatap ke depan, beberapa pertanyaan menghantui pikirannya. Turun ke Jinnestan benar-benar keputusannya yang mendadak setelah mendengar pembicaraan kakak-kakaknya. Setelah itu, Camael dengan kekuatan super ngebut berhasil menyelesaikan tugasnya, lalu ikut turun ke bawah.

Ia tiba di sini mungkin sekitar pukul sebelas malam? Camael merasa ia sudah berputar di hutan ini selama satu jam, tapi tidak ada tanda-tanda ujung dari hutan ini. Sebenarnya ia bisa saja mengepakkan sayapnya dan terbang lewat atas, namun ia khawatir akan banyak iblis yang tidak sengaja terkena partikel malaikatnya.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang