Bulan selalu iri pada matahari. Karena ia tidak bisa mengeluarkan cahayanya sendiri seperti matahari. Selama ini ia hanya perantara yang menyalurkan cahaya matahari ke bumi. Dia sudah menipu semua anak-anak kecil yang menganggapnya bisa bersinar. Suatu hari, bulan yang iri pada matahari menyampaikan perasaannya selama ini sehingga akhirnya mereka bertukar posisi. Bulan muncul dengan topi milik matahari dan sebaliknya.
Apa yang terjadi? Bulan tidak kuat dengan panasnya topi matahari. Begitu pula dengan matahari, dia tidak kuat menghadapi dinginnya bulan.
Sesuatu yang ingin disampaikan oleh dongeng itu bahwasanya semua manusia, seluruh individu mempunyai kelebihan dan kekurangnya sendiri. Semua orang sudah diberi porsinya masing-masing oleh Tuhan. Karena adil itu tidak harus sama.
Namun, Aluna tidak setuju dengan dongeng itu. Menurutnya, kalau bulan menggantikan matahari, seharusnya bulan sudah terbakar habis. Suhu mereka sangat berbeda jauh. Lagipula, Aluna tidak percaya pada Tuhan.
Bukannya tidak percaya, dia hanya sedang meragukan keberadaan Tuhan. Jika Tuhan benar-benar ada seharusnya ia tidak mengabaikan makhluk hidup ciptaannya bukan? Apa Aluna sedang merasa diabaikan? Bisa jadi.
Sesuai perjanjian, Rain akan menjemput di depan tempat les, selesainya Aluna dari sana. Tak menunggu lama sampai gadis itu keluar. "Aluna!"
Yang dipanggil lantas berjalan cepat mendekat pada pria yang masih duduk di atas motor. "Aku tidak bawa celana olahraga buat latihan." Aluna to the point seperti biasanya. Membuat Rain sedikit terkekeh.
"Gue udah menduganya kok. Jadi hari ini gue liburin anak-anak dan mau ngajak lo liat bulan." Rain lantas mengeluarkan jaket dari plastik yang ia bawa. Aluna menatapbingung karena Rain tiba-tiba menyodorkan jaket. "Buat nutupin bet nama sekolah kita."
"Kurasa tak perlu, lagipula libur, kan? Aku pulang saja."
"Hari ini ada gerhana bulan dan gue rela beli teropong buat liat lebih jelas. Ayolah."
"Teropong?"
"Baru gue beli kemarin karena tahu lo suka liat bulan."
Tak banyak omong lagi, Aluna naik ke atas motor Rain. Cowok itu tersenyum tipis. "Pake jaketnya."
Setelah memastikan Aluna sudah siap, Rain mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Mereka saling diam sampai di tujuan tanpa percakapan yang berarti.
Aluna mengedarkan pandangannya. Sekeliling mereka saat ini hanyalah padang rumput pinggir danau luas yang Rain hias dengan karpet dan sebuah teropong. Rain mengajak Aluna duduk di atas karpet. "Ayo duduk."
"Kamu bawa lotion anti nyamuk?"
Rain mengambil satu botol lotion dan memberinya. Gadis itu lantas mengoleskan lotion itu ke seluruh kulit yang tidak tertutupi kain. "Lo gak mau tanya kenapa gue bisa kepikiran buat bawa lotion itu?"
"Karena kamu sudah sering main malem sama temen-temen." Aluna mengangkat botol lotion itu. "Sisa setengah."
"Gue gak heran kenapa lo bisa masuk peringkat paralel."
"Sekarang sudah tidak." Aluna mendengak. Setuju dengan Rain kalau tempat ini menjadi tempat paling nyaman untuk melihat benda langit dengan mata telanjang.
Rain berdiri setengah duduk. Menyipitkan satu mata. Mengamati bulan dari lensa teropong yang serupa kerucut itu. "Lo memangnya percaya kalau itu benar-benar ulah sopir mabuk?"
Aluna hanya diam memperhatikan aktivitas Rain.
"Secara banyak yang benci sama lo."
"Aku pernah berpikir begitu, tapi aku tidak mau mempersulit hidupku. Menjadi korban di pengadilan juga memerlukan uang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflowers In The Grass (tamat)
Teen Fiction"Lo hanya rumput yang tumbuh di sekitar bunga indah seperti gue." Bagi orang-orang di sekitar Aluna, dia hanya terlihat seperti gadis biasa. Memang tidak ada yang begitu mengganggu dari Aluna. Namun, bagi Daisy, Aluna itu rumput liar yang selalu men...