3 - You, Who Are My Unrequited Love

55 5 39
                                    

Video credit: K- Channel

Video credit: K- Channel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Tahun 2016..

Aku terbangun dari tidurku karena terusik oleh cahaya matahari yang masuk dari sela – sela gorden kamarku. Aku mengerjapkan mataku menyesuaikan diri dengan cahaya yang mulai masuk ke dalam mataku. Perlahan, aku mengubah posisi menjadi terduduk. Kedua tangan aku rentangkan untuk menghilangkan rasa pegalakibat tidur berjam jam. Setelahnya aku tersenyum sambil menangkupkan kedua tanganku dan memejam kembali mataku.

"Semoga hari ini menjadi hari yang indah untukku, keluargaku, dan juga Nathan," doaku diakhiri dengan senyuman yang mengembang di wajahku.

Kembali aku buka kedua mataku lalu menoleh ke arah jendela. Perlahan aku turun dan berjalan mendekat. Aku membuka lebar gorden kamarku dan menyipitkan mataku, mencoba melihat ke dalam sebuah ruangan di sebrang sana.

Kamar milik sahabat kecilku. Nathan.

Jendela kamarnya masih tertutup gorden. Biasanya jika sudah dibuka aku bisa melihat sebagian isi kamarnya. Namun yang sekarang aku dapatkan hanyalah gelap. Aku terkekeh. Lelaki itu pasti belum bangun. Seperti biasa. Aku pun berjalan menjauhi jendela kamarku untuk bersiap – siap untuk pergi kuliah.

***

"Duh, Na. Sumpah deh, gue gabisa bayangin kalau di hidup gue gaada lo. Pasti gue telat terus," celetuk Nathan di sela – sela memakan roti lapis yang ia bawa dari rumah.

Aku terkekeh sambil melihatnya. Mata Nathan masih terlihat sayu tidak sesegar biasanya. Sepertinya lelaki itu masih mengantuk. Nathan ini punya kebiasaan tidur malam, oleh karena itu ia selalu telat bangun keesokan harinya. Banyak hal yang biasa lelaki itu lakukan hingga terjaga semalaman.

"Buka matanya, Nathaaaan!" ucapku sambil membuka matanya dengan kedua jariku, membuatnya terkejut.

"Na! Perih, Naaaa!" serunya sambil berusaha menepis tanganku. Aku tertawa.

Bertepatan dengan itu, sebuah bis berhenti di depan kami. Iya, kami sedang berada di halte bis dekat rumah kami. Menunggu kedatangan bis yang akan membawa kami ke kampus. Aku segera menarik Nathan untuk memasuki bis tersebut. Aku yakin 100% lelaki itu tidak menyadari bahwa bis yang biasa kami naiki ke kampus sudah datang karena ia sibuk mengucek matanya.

"Ah, penuh," keluhku saat menjejakan kaki di dalam bis.

"Itu ada yang kosong satu," ucap Nathan sambil menunjuk sebuah kursi kosong dengan dagunya. Aku menoleh ke arahnya. Ah tidak, lebih tepatnya mendongak ke arahnya.

Nathan ini memiliki postur tubuh yang tinggi menjulang. Perbedaan tinggi kami sangatlah jauh. Tinggi badanku hanya sedada Nathan. Aku selalu heran, sebenarnya apa yang diberikan oleh kedua orang tua Nathan kepadanya hingga ia bisa setinggi ini. Padahal orang tuanya pun tidak terlalu tinggi.

"Kan, kita berdua?" ucapku membuat Nathan tersenyum.

"Lo aja yang duduk. Ayo cepet keburu ditempatin sama orang lain," ucap Nathan berjalan terlebih dahulu sambil menarikku.

Between You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang