Genre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst.
***
Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan.
Namun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pasien atas nama Arki Faresqi Batara ada di bangsal VIP. Tapi untuk saat ini keluarga pasien melarang kunjungan. Kecuali tamu penting."
Begitu ucap perawat yang berjaga dibagian administrasi ketika Willa menanyakan ruang rawat Arki. Willa datang ke rumah sakit bersama Haris dan Mika. Mereka hendak melancarkan rencana untuk mempertemukan Mika dengan Arki. Namun, mereka harus menelan kekecewaan karena sudah datang jauh-jauh, tapi ternyata Arki tidak bisa dijenguk semudah itu.
Willa dan Mika duduk sejajar di taman rumah sakit, di bangku yang bermaterial semen dengan dasar lembut. Mereka sama-sama diam sebelum akhirnya Willa memecahkan senyap di antara mereka.
"Woah! Gue gak tahu Arki orang sepenting itu. Sampai gak sembarangan orang bisa jenguk dia." Willa mencondongkan wajahnya pada wajah Mika yang terdapat raut tajam dan murung di sana. "Lo pacaran sama orang penting, Mik."
Mika menghiraukan celotehan Willa di sampingnya. Kemudian, Haris datang dengan minuman dingin yang pas untuk menyiram dahaga mereka siang ini. cowok dengan raut wajah lugu itu duduk di samping Mika. Haris membuka minuman itu sebelum memberikannya pada Willa dan Mika.
"Terus sekarang gimana?" tanya Haris sebelum menegak setengah dari air di dalam kaleng.
"Kita pulang aja," jawab Mika. Mika bahkan sudah tak bernafsu untuk minum meskipun minuman itu menggiurkan.
Willa melirik arloji di tangannya. "Gue masih ada urusan di sekolah. Hari ini gue sama Haris harus hadir buat rapat di ekskul. Lo gapapa, 'kan, pulang sendiri?"
Mika mengangguk dengan yakin. "Gapapa, kok. Kalian duluan aja. Gue bisa pulang sendiri."
"Atau gini aja, gue anterin dulu Willa, terus abis itu gue jemput lagi kesini buat anterin lo pulang. Gimana?" Ide Haris memang baik dan terkesan baik hati, tapi itu akan sangat merepotkan dan cukup menyita waktu.
"Gak usah, Ris. Gue bisa pulang sendiri. Masih ada angkutan umum kok," tukas Mika.
Willa menghela napas cukup kesal. "Lo mau kena marah lagi sama Kak Lintang? Udah deh, jangan nyari perkara. Nanti lo bisa telat lagi masuk ruang jurnalistik. Hari ini rapat penting."
"Bener kata Willa. Takutnya lo telat lagi masuk ekskul. Mendingan sekarang kalian buru-buru balik ke sekolah."
"Iya! Ayo! Cepetan kita balik lagi ke sekolah!" Willa langsung merangkul Haris dengan susah payah karena tinggi badan cowok itu yang berbeda darinya. "Kita duluan ya, Mik? Bye!" pamitnya sambil melambaikan tangan pada Mika.
Willa kembali menyeret Haris untuk segera pergi di saat cowok itu terus menoleh pada Mika dengan protesannya. Mika terkekeh pelan melihat tingkah keduanya. Hingga suara dan wujud mereka sudah menjauh, barulah Mika menghela napas lebih berat dari sebelumnya.
Hari ini Mika pulang sekolah lebih awal dengan izin Bu Rumi. Sebab, sebelum pergi ke rumah sakit, Haris sebagai ketua kelas terlebih dulu meminta izin pada Bu Rumi untuk menjenguk Arki di rumah sakit yang sudah lama absen. Kemudian Haris menunjuk Willa dan Mika yang akan menemaninya, tentu saja itu atas perintah Willa yang memaksa Haris. Menjenguk Arki pun adalah kehendak Willa sendiri sebenarnya.