43•🍊 { Caught }

324 43 1
                                    

"Dari wajah mudamu, sepertinya kau pria yang suka bercerita ya~" ucap Leomon, memiringkan kepala, mengamati wajah pemuda itu yang terduduk lemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dari wajah mudamu, sepertinya kau pria yang suka bercerita ya~" ucap Leomon, memiringkan kepala, mengamati wajah pemuda itu yang terduduk lemas.

"Jika iya! memangnya kenapa ?" terka pemuda itu, menatap emosi.

Leomon menatap dingin, meluruskan kepala.

"Kalau begitu aku juga mau bercerita singkat." sahut Leomon. "Ada seekor induk singa, yang selalu mengarahkan jalan untuk anaknya menuju buruannya! lalu sang anak selalu mengikutinya... suatu saat, sang anak tumbuh menjadi singa dewasa, lalu anak singa itu mengarahkan sang induk untuk menuju buruannya, tapi sang induk kadang tak menghiraukannya, anak singa itu tak ingin induknya menuju pada sang pemburu, terkadang sang induk hanya ingin selalu di turuti dan di patuhi.!" jelasnya.

Pemuda itu hanya diam menatap dengan ekspresi yang tandas nan malas.

"Menurutmu... apa yang akan terjadi pada sang induk singa, jika sang induk selalu mengabaikan apa kata anaknya ?" tambah Leomon, menunjukan ekspresi tegas, menatap pemuda itu yang menahan perih di luka-lukanya.

"Tidak tahu ?" tanya leomon, menaikan satu alisnya. "Kalau begitu, langsung ke intinya saja...sebenarnya, kematian adalah hukuman yang pantas untuk pembunuh sepertimu.! tapi... aku tidak bisa membunuhmu, kecuali kau sendiri yang membunuh dirimu." ucap Leomon membuang pisau bedah yang dia pakai melukai pemuda itu, ke-arah pemuda tersebut. "Matilah..." suruhnya.

Pisau bedah itu terseret di lantai, berhenti tepat di hadapan pemuda itu, yang duduk bersimpuh dalam keadaan melemas, akibat mendapat serangan Leomon yang cukup menyakitkan, selama mereka berdua bertarung.

Perlahan pemuda itu mendongakan kepalanya dengan tinggi, melihat Leomon, "Cikh! siapa kau ?" tanya pemuda itu menekan giginya kesal, "Berani menyuruhku mati..."

"Aku akan anggap itu sebagai jawabanmu..." sahut Leomon, perlahan mengangkat tangan kanannya, membuka lebar telapaknya.

"Kau mau apa haa.?!" nyinyir pemuda itu kaget, melihat cahaya yang mulai datang mengitari tubuhnya.

"Aku akan membuatmu hidup seperti mayat dalam peti tanpa merasakan apa itu kehidupan." jawab Leomon.

"Siapa kau sebenarnya.!"

"Aku ?" jawab Leomon, menatap mata pemuda itu. "Aku adalah calon raja." tambahnya.

"K─Kau ke sini mencari wanita itu kan?... jika aku mati, kau tidak akan tahu di mana wanita itu." sahut pemuda itu, mulai panik.

Mata Leomon yang menatap sayu yang nampak tajam, refleks terbuka melebar. Cahaya yang nampak mengitari pemuda itu, perlahan redup. Dia menutup pelan telapak tangannya, kemudian menurunkan tangan kanannya.

Sementara itu Aline yang menangis, terikat di bawah tanah, tak lagi mendengar suara keributan dari ruangan atas sedari tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sementara itu Aline yang menangis, terikat di bawah tanah, tak lagi mendengar suara keributan dari ruangan atas sedari tadi. Iapun kebingungan, ia hanya bisa meronta untuk melepaskan diri.

Berteriakpun ia tak bisa, bagaimana tidak! mulutnya tertutup rapat oleh lakban.

"Aline..."

Aline berhenti meronta, mendengar samar-samar suara Leomon yang memanggil namanya lagi.

Apakah aku mimpi...? Ia berpikir, mengira dirinya mengigau kembali.

"Aline...! kau di mana ?"

Aline membesarkan mata, berusaha berteriak dengan mulut tertutup. "Heungg...!"

Brakk!

Pintu basemant berusaha di dobrak, Leomon memakai segenap tenaganya. Pintu akhirnya terbuka, bergegaslah Leomon menuruni anak tangga.

Legah dan senang rasanya, Aline langsung melemas, ia menangis haru, melihat sosok Leomon yang selalu ia pikirkan, akhirnya datang untuknya.

Legah dan senang rasanya, Aline langsung melemas, ia menangis haru, melihat sosok Leomon yang selalu ia pikirkan, akhirnya datang untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa menit berlalu.

Mobil polisi banyak di depan rumah pemuda itu. Garis polisi membatasi warga, banyak warga yang keluar dari rumah mereka, menyaksikan situasi menghebohkan itu. Wartawan juga berdatangan, meliput kejadian tersebut.

"Astaga..!"

"Aku tidak menyangka ternyata bertengga dengan seorang pembunuh."

Aline yang masih nampak syok terlihat memakai selimut, duduk di Ambulance, di temani beberapa perawat dan seorang petugas polisi wanita. Ia sebagai korban penculikan, memberikan pernyataannya kepada petugas polisi wanita tersebut.

Sementara Leomon, juga tengah memberikan pernyataannya kepada seorang polisi yang menangani kasus tersebut.

"Aku tidak tahu kalau dia adalah pembunuh yang menghilangkan nyawa enam orang wanita, aku hanya datang untuk menyelamatkan gadisku." jelas Leomon, dengan menyilang kedua tangannya di depan.

Polisi itu mengangguk sambil mencatat, "Lalu, apa kau yang melukai pelaku, sampai dia mendapat banyak luka goeresan dalam di sekujur badannya ?"

"Aku harus melakukannya.!" sahut Leomon, membuat polisi berhenti mencatat, dan spontan menatapnya. "Sebagai pembelaan diri.! dia menyayat pergelangan kakiku dan hampir mengenai urat kakiku..." tambah Leomon, santai.

Polisipun melirik pergelangan kaki kiri Leomon, yang di balut perban.

"Bukankah luka goresan yang dia dapat, tidak sebanding dengan nyawa enam orang ?" jelas Leomon menambah, membuat polisi itu langsung menatapnya.

Polisi itu terdiam sejenak.

"Terus kenapa kau bisa tahu, gadis itu ada di rumah si pelaku ?" tanya polisi, menatap serius.

"Gadisku mengirim telepati..." jawab Leomon, yang terdengar seperti melantur.

Sontak polisi itupun menutup buku kecilnya, "Kau tidak sedang mabuk kan ?" tanya polisi itu.

Leomon hanya diam, menatap datar tanpa ekspresi.

•༺☺︎༻•

.. .. ✤ ᕬ  ᕬ
.../ (๑^᎑^๑)っ🍋 T,
./| ̄∪ ̄  ̄ |\🍋 B,
🌷|____.|🍄🍊 C...

SWEET LEMONS [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang