Bab 5: Aden

91 23 43
                                    

Sebuah mobil venturer menarik perhatian Aden yang baru saja memarkirkan motor. "Wah, ada siapa nih?" Suaranya dari luar sudah terdengar nyaring, Hening yang sedang berbincang ringan dengan Raga dibuat sedikit melongok ke luar rumah.

"Itu adikku, Mas, Aden namanya. Tapi ya gitu sifatnya, maaf ya kalau nanti dia nggak sopan." Hening berbicara cepat sambil tersenyum hambar jika mengingat sikap adiknya, berharap Raga dapat memaklumi nanti. Pria itu mengangguk singkat sebagai respon.

Aden berjalan masuk dengan langkah santai sambil memainkan kunci motor. "Aden pulang, Kanjeng Ratu Sayani dan Mbak cantikku Hening! Eh, ada tamu." Dia menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Raga yang sedang meneguk teh tanpa merasa terganggu atas kehadiran Aden.

Hening berdiri berniat mengenalkan keduanya, namun Aden langsung menyela dan mendekat ke arah Raga.

"Mbak, lo nyolong oppa-oppa korea di mana?" Aden menggeleng pelan sambil bersedakap diikuti decakan pelan, takjub dengan pahatan hampir sempurna dari sosok laki-laki yang terlihat akrab dengan kakaknya.

Tidak ada respon berarti dari Raga, dia meniup pelan teh hangat buatan Hening lalu sesekali menyesapnya.

"Halo ...? Gue dianggap butiran debu kah?" Aden membungkuk, sambil menggerakkan satu tangannya di depan wajah Raga.

Sayani pun ke luar kamar dengan daster warna merah mencolok bermotif batik, berjalan cepat ke arah Aden dan menjewer telinga anak bungsunya. "Kamu ya, kalau masuk rumah itu biasakan salam dulu! Nggak sopan."

"Aduduh sakit Ma, kuping Aden nanti copot!"

Hening hanya bisa diam melihat interaksi antar keduanya sambil menggaruk belakang kepala yang tidak gatal, kontras sekali dengan Raga yang dengan tenang menaruh cangkir teh.

"Dek, ini Mas Raga, pacar Mbak." Hening akhirnya bersuara, Raga pun baru menoleh ke arah Aden dan menatapnya dengan seulas senyum tipis.

Jeweran pada telinga Aden pun disudahi Sayani. "Hah? Cowok bisu kayak gini lo pacarin Mbak? Mending Bang Firman lah," celetuk Aden sambil mengelus telinganya yang terasa panas, tenaga ibunya patut diacungi lima jempol.

Sasaran Sayani beralih ke pinggang putra bungsunya, mencubit area sana sekuat tenaga. "Hush, kamu itu lho kalau bicara mbok ya yang sopan, mau Mama jewer lagi kupingmu sampai merah? Sudah salim belum tadi?"

Raga perlahan berdiri saat Aden yang tidak ingin mendapat jeweran pedas dari ibunya, dengan cepat menyahut tangan Sayani dan Raga untuk salim sambil mengelus pinggang bekas cubitan. Ancaman Sayani sukses membuat Aden auto menciut, ia masih sayang telinga.

"Sorry, Bang," ujar Aden malas dengan suara rendah.

Tiba-tiba lengan kekar Raga terulur menangkup kedua pundak Aden, membuat si empunya tersentak dan menatap penuh tanya pada pria yang lebih tinggi beberapa senti darinya. Aden melirik ke arah Hening sambil memberi kode bantuan, tapi kakaknya tidak menangkap sinyal itu dan malah berbalik lempar ekspresi tanya.

"Bajumu kucel, rambut juga berantakan kayak pitik walik, ayam berjambul yang terbalik itu. Wangi badanmu juga tidak sedap, sudah punya pacar belum?" Panjang kali lebar Raga mengomentari penampilan Aden. Pria itu melangkah mundur sambil bersedekap, memperhatikan dari ujung kepala sampai kaki laki-laki di hadapannya.

Hening dan Sayani tersenyum tertahan, tidak menyangka Raga dengan tidak segan mengomentari Aden.

Baru Aden ingin berprotes, namun Raga kembali menyela. "Tapi saya yakin kamu nggak punya pacar sih. Yang ada calon pacarmu pasti ilfil. Kalau seperti itu terus, kapan kamu dapat pacarnya? betul nggih, Bu?" Raga menoleh ke arah Sayani penuh percaya diri.

MitambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang