Gue, Sulay dan Torgol yang sekarang udah kembali ke dalam pedang gue, menunggu 15 menit sampai mereka semua kembali sadar. Karena kata Sulay, akan terasa gak bertanggung jawab kalau kami langsung pergi saat mereka semua pingsan. Bisa-bisa malah jadi masalah baru.
"Aduduh ... Aduh sakit banget."
Alan adalah orang yang pertama kali bangun.
"Halo, Alan," kata Sulay.
Muka Alan tampak kesal, juga kesakitan.
"Lo apain ilmu warisan bapak gue!?"
"Gue cabut sampai lo udah gede, nanti gue balikin lagi."
Dia kelihatan pasrah aja. Gak lama, Nadia juga bangun.
"Alan!? Kenapa lo di sini!?"
"Kenapa!? Terserah gue, dong! Lo, kan pacar gue!"
"Bukannya gue udah sering bilang, ya kalau gue gak suka sama lo!?"
Gue dan Sulay diam aja sambil saling melirik.
"Saya suka drama, Mardo," kata Torgol.
Karena mereka ribut, satpam dan asisten rumah tangga akhirnya ikutan bangun. Hp gue berdering. Waktu gue cek, ada sebuah pesan WhatsApp dari Naya! Gue kaget banget!
"Sekarang masih sibuk gak?" katanya.
Tentu aja gue masih sibuk. Jadinya gak gue balas WhatsAppnya.
"Mohon maaf, semuanya tolong dengerin saya dulu," kata Sulay di antara keributan itu.
Saat semua orang diam, Sulay ngomong:
"Kami pamit dulu. Silakan selesaikan urusan kalian masing-masing."
Mereka kembali ribut, gue dan Sulay langsung cabut. Ketika kami hampir sampai di kantor, pedang gue bergetar hebat. Motor gue jadi oleng.
"Kenapa, Do?"
"Torgol, Pak. Minta dikeluarin kayaknya."
Sulay diam sebentar, seakan mikirin sesuatu.
"Yaudah keluarin."
Gue membuka sarung pedang, asap hitam keluar dari sana dan gak lama Torgol muncul.
"Kenapa, Pak? Kok minta keluar?"
"Saya tidak mau kembali ke kantor, Mardo,"
"Tapi kami harus ke kantor buat laporan,"
"Saya akan menunggu di sini saja, Mardo,"
"Apaan! Enggak ... enggak! Do, dia ini gak bisa dipercaya. Lo lengah dikit aja dia pasti gangguin orang."
Gue mikir bentar. Apa hal terburuk dari laki-laki tinggi berkepala lonjong dan bibir seperti paruh ayam bisa lakukan? Walaupun dia ini aneh, gue rasa dia bukan orang jahat. Setelah memperhatikan bentuknya yang memang gak biasa, dan dia yang gak mau balik ke kantor, gue mendapat ide untuk menyuruhnya menunggu di suatu tempat.
Kami terpaksa mengambil jalan lain yang memakan waktu 25 menit hingga akhirnya sampai pada sebuah tempat yang gue rasa tepat. Gue sangat kenal tempat ini. Banyak memori dan ingatan setiap kali gue melihatnya. Dan tentu aja, tidak terlalu ramai untuk orang seperti Torgol.
"Lo yakin, Do? Lo yang tanggung jawab, ya kalau dia kabur atau gangguin orang," kata Sulay.
"Tenang, Pak. Di sini tempat yang cocok buat menunggu."
Gue melepaskan sarung pedang dan Torgol berdiri di depan gue.
"Bapak tunggu di sini dulu, ya. Kalau capek berdiri, di sana ada kursi yang enak banget buat santai. Tapi kata orang-orang pohon di belakangnya bikin dingin, jadi hati-hati masuk angin. Kami ke kantor dulu, ya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasía#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...