BAB 19: Amarah Kerja

64 11 0
                                    

Di sela tawa Mery, hp gue berdering. Lagu Indonesia Raya dan foto Naruto lagi-lagi muncul di layar. Siapa lagi kalau bukan Sulay.

"Ada apa, Pak?"

"Ke pemancingan yang kemarin, Do! Ada cewek hilang di sungainya! Cepetan!"

Gue menghabiskan kopi latte Mery dan langsung pergi. Butuh waktu 20 menit ke sana. Dan ketika gue sampai, tempat itu sangat ramai. Bukan banyak pemancing, tapi banyak orang biasa yang berkerumun di sepanjang sungainya. Berarti beneran ada cewek hilang, dong!? Gue melihat Sulay di dekat pohon besar yang terdapat hantu tangan panjang itu. Berani banget dia.

"Pak. Ada apa ini, Pak?" tanya gue.

"Mending lo tanya langsung sama hantu ini, deh."

Hantu cewek berbaju putih itu keluar dari pohon. Mukanya masih gak kelihatan karena ketutupan rambut.

"Ada perempuan ... ditarik jin air ke alamnya...." katanya.

"Terus!? Sekarang gimana?"

Sulay mendekati airnya.

"Ini jin hitam, Do. Dan ini beneran wilayah kekuasaannya. Kalau lo berani, kita pancing dia keluar,"

"B-berani, kok! Tapi tunggu ... cewek itu gak mati, kan!?"

Hantu pohon menggeleng.

"Gimana cara memancingnya keluar, Pak?"

"Kenapa lo tanya gue? kan lo yang biasa mancing."

Gue mencoba menyamakan cara berpikir gue antara memancing jin sungai dengan ikan gabus. Kalau pengin memancing ikan gabus, gue harus mencari air yang agak dangkal. Gue juga harus menyiapkan umpan berupa kodok yang masih hidup. Ikan gabus adalah predator air. Dia bahkan bisa meloncat ke udara untuk menangkap serangga terbang. Bahkan dia juga bisa naik ke daratan. Lalu dengan hantaman kuat dan sentakannya, dia akan menyambar pancing gue. kalau tali pancing gue jelek, udah pasti putus. Aha! Itu dia! Gue udah tahu caranya.

"Gimana, Do? Kita harus cepat, nih. Kasian ceweknya."

Gue mendekati kursi yang sebelumnya dibuang Torgol. Inilah kodoknya!

"Pak, mohoh maaf, bisa lempar ini ke arah sana nggak?"

Sulay mengangkat kursi sepanjang dan sebesar itu dengan satu tangan kanannya! Sapi!

"Ke mana?"

Gue memperhatikan gelombang permukaan air. Seperti kata pepatah, yang terlihat paling beriak adalah yang terdangkal.

"Ke ... sana, Pak."

Sulay melempar kursi itu dengan kuat. Orang-orang meneriaki kami!

"Gue harap lo punya rencana yang benar, Do. Karena kalau enggak, kita bakalan berurusan sama warga."

Gue mengamati kursi itu. Benar aja, kursi itu belum tenggelam yang artinya di sana emang agak surut. Kalau kasus ikan gabus, tahap setelah ini adalah mengamati dan menunggu serta bersiap dengan sentakan kuat. Dalam kasus jin, gue gak tahu harus apa lagi. Bapak-bapak yang berkerumun itu menghampiri kami. Gawat.

"Kalian ini siapa!? Asal lempar-lempar aja!"

"Mohon maaf, bapak-bapak yang budiman ... kami lagi mancing besar," sahut gue.

Tiba-tiba, kursi di air itu terpental ke udara karena semburan air dari bawahnya! Itu dia! Strike!

"Itu dia, Pak!" kata gue kepada Sulay.

Sulay melempar hantu cewek yang bisa memanjangkan tangannya itu ke sana! Tangannya memanjang sampai menyentuh kursi. Gue menyiapkan pedang gue.

"Tarik, Pak!"

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang