Gara-gara pertanyaan random Mery barusan, entah kenapa gue jadi serius ngelihatin dia. Rambut cokelat kepang duanya yang berkilau, bola mata jernih yang terhalangi kacamata bulat, bibir tipis yang lagi tersenyum menanti jawaban gue, serta tahi lalat kecil di dagu kiri yang bikin wajahnya enggak sepi.
"Kayaknya ... lo tahu jawaban gue, deh."
"Kalau lo gak ngomong mana bisa gue tahu. Nih, ngopi dulu."
Ternyata dilihatin orang-orang dengan tatapan sinis kayak gitu gak enak juga rasanya. Kopi tubruk bikinan Mery jadi gak bisa dinikmati sempurna! Dan karena Mery duduk bareng gue, orang-orang itu kayaknya mulai ikut ngomongin Mery pelan-pelan.
"Makasih, ya, Mer. Kayaknya mending gue pergi dulu, deh,"
"Oke, deh, Do. Semoga urusan lo cepat beres."
Pada jam 10 malam, ketika gue akhirnya sampai ke titik pertemuan setelah beberapa kali kesasar. Gue gak perlu nyari Sulay karena persis di depan gue dia lagi duduk di warung gorengan. Dia lagi santai makan tahu goreng dan cuek aja waktu gue ikutan duduk di sampingnya.
"Gue dengar di kantor lo dihajar Burhan, ya?"
"Hah? Enggak, kok! Malahan dia yang lari duluan,"
"Sayangnya semua orang yang gak ngelihat percaya berita itu. Kecuali gue,"
"Kita mau ngapain, sih, Pak di sini?"
"Ruko tiga lantai di belakang kita itu kantor Alip Topak. Dan feeling gue, barang yang kita cari ada sama dia,"
"Gokil! Kok lo tahu, sih kantornya di sini? Lo subscriber dia, ya?"
"Pertanyaan lo kayak orang bego. Ayo kita samperin dia."
Ruko tiga lantai di depan kami sekarang ini tampak lebih lebar daripada kantor kami sendiri. Banyak motor terparkir di depannya, dan sebuah mobil hitam dengan stiker 'Alip Topak TV' di kedua sisinya. Seorang satpam berbaju hitam dengan topi menghampiri kami yang pengin masuk.
"Kalian ada keperluan apa, ya?"
"Kami mau konsultasi, Pak. Soal bisinis jutaan dolar yang baru kami bangun. Mbah Alipnya ada, kan?" kata Sulay.
Emang, sih ... dibandingkan gue yang cuma pakai baju kaos, Sulay yang ke mana-mana pakai blazzer kayaknya pantas-pantas aja ngomongin soal bisnis.
"Oh, ada, ada, Pak. Silakan masuk."
Di lantai satu, orang-orang yang kayaknya karyawan Alip Topak TV lagi pada sibuk main PS. Dua cewek yang kayaknya bertugas dibagian admin langsung menyambut kami. Sekali lagi Sulay ngomongin hal yang sama. Diantarlah kami ke lantai dua, disuruh nunggu sebentar di sebuah sofa hitam yang empuk.
"Pak! Kenapa lo bohong, sih!?" tanya gue setengah berbisik.
"Lo diam dan ikutin aja. Katanya lo jago mancing. Harusnya lo ngerti."
Orang yang suka Naruto kayak Sulay emang ajaib. Gue langsung ngerti rencana dia! Dalam filsafat ilmu mancing yang gue pelajari, adalah keharusan untuk menyiapkan umpan besar kalau ingin dapat tangkapan besar pula. Kami emang jenius. Datanglah seorang cowok yang gue ketahui adalah kameramen Alip Topak. Dia langsung mengenali kami.
"Kalian, kan yang waktu itu!?"
"Iya. Bisa kami ketemu Mbah sekarang?" tanya Sulay.
Di sebuah ruangan yang dicat gelap, disoroti oleh tiga buah lampu yang terang dan tiga buah kamera yang siap merekam, duduklah Sulay berhadapan dengan Alip Topak. Sulay bilang kalau gue gak perlu ikutan masuk kamera. Dan tim Alip Topak juga kayaknya gak berencana masukin gue.
"Sudah? Bisa kita mulai podcast-nya?" tanya Alip Topak pada kameramen.
Kameramen mengangkat jempol, dan semua orang di ruangan disuruh diam.
"Halo rekan-rekan gaib. Berjumpa lagi di acara Alip Topak TV. Seperti biasa, di malam Jumat kedua setiap bulannya kita ada konten podcast 'Hiii takut Mbah' yang akan mendatangkan bintang tamu-bintang tamu spesial. Pada malam ini kita kedatangan seorang anak muda, pebisnis yang sedang dilanda guna-guna dari pesaing. Tapi sebelum itu ... bagi yang baru bergabung harap tekan...."
Gue malas banget dengerin dia ngomong subscribe-subscribe gitu.
"Baik, dengan saudara siapa? Perkenalkan diri Anda.
"Ya ... nama saya Sulay. Langsung aja saya mau tanya ... di mana Anda menyimpan sebuah radio dan dua buah alat penambang bitcoin yang Anda beli dari orang bernama Burhan?"
Alip Topak terdiam, menatap kameramennya dan seketika semua kamera dimatikan.
"Saya tidak mengerti maksud kamu. Oke, saya sibuk. Kalau tidak ada keperluan lagi, silakan pulang lewat pintu itu."
Gue udah tahu kalau pasti berakhir kacau kayak gini! Sulay emang gak bisa mancing! Untungnya, sesaat sebelum Sulay ngabisin gorengannya, dia nunjukkin gue dua buah foto benda yang lagi kami cari. Sebuah radio hitam yang gue yakin pernah lihat di dalam mobilnya yang kebelah, dan dua buah alat aneh berbentuk persegi dengan banyak kipas. Walaupun gue udah tahu tujuannya, tetap aja Sulay gak ngasih tahu caranya. Ternyata begini.
Sementara semua orang sibuk sama Sulay, gue menutup kedua mata, mencoba mencari benda-benda itu dengan sihir biru gue. Bukannya benda yang gue rasakan, gue malah merasakan orang-orang di seluruh ruko ini. Apa itu artinya, sihir biru gak bisa mendeteksi benda mati? Terus sekarang gue harus gimana!? Gue menggunakan sihir merah muda untuk memperjelas dan memperjauh pandangan.
Di sebuah ruangan yang di depannya ada dua kompresor AC, sihir biru gue merasakan ada seseorang dengan detak jantung lebih kencang daripada yang lain. Dengan sihir merah muda-pun gue gak bisa ngelihat menembus tembok. Artinya, gue harus masuk ke sana. Sulay kayaknya udah ngerti kalau gue mulai bergerak. Dia masih berusaha membuat suasana kacau dan mengalihkan perhatian.
Gue berjalan hati-hati menuju pintu ruangan misterius itu. Ketika hampir aja ada yang menengok ke arah gue, dengan cepat Sulay menyepak tripod kamera! Sinting! Itu, kan kamera mahal! Orang-orang tambah emosi, dan gue akhirnya bisa masuk ke ruangan itu! Ternyata Sulay bisa jadi umpan yang bagus.
Seorang cowok gempal berkacamata kedodoran, meringkuk di bawah meja ketika ngelihat gue masuk ke ruangannya sambil membawa pedang. Karena ukuran badannya, tentu aja dia gak bisa masuk sempurna. Dan ... tepat di sebelahnya, gue ngelihat benda yang lagi kami cari. Kata Sulay itu adalah alat penambang yang bisa bikin kaya raya. Oh ... jadi batu baru digali pakai alat itu, ya.
"Mas. Mas. Mohon izin, kami harus ambil alat tambang itu."
Dengan gemetaran, dia mencabut alat itu dari kabel-kabel yang menancap, memasukkannya ke dalam kardus, dan menyerahkannya kepada gue.
"Makasih, ya, Mas. Saya mohon maaf. Saya cuma jalanin tugas."
Kayaknya di ruko ini cuma ada satu benda ini doang, deh. Sulay yang tampaknya baru aja mukulin semua karyawan cowok Alip Topak, berjalan menghampiri gue yang membawa kotak.
"Udah dapat?"
"Cuma ada satu ini doang, Pak,"
"Oke. Berarti benar apa yang lo lihat di mobilnya waktu itu. Radio itu pasti ada di tempat penghancuran mobil. Kita ke sana sekarang,"
"T-tunggu, Pak! Terus mereka gimana? Kenapa lo malah mukul mereka semua, sih!?"
"Mereka mau mukul gue duluan. Gak usah dipikirn. Buruan kita pergi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasia#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...