Helm sticker bintang

62 14 1
                                    


"Eh, Halo Nona." Sapa Alam ketika melihat ada Nirwana di antara penghuni kos yang lain.

"Eh, si kopi!" balas Nirwana yang masih tak menyangka dengan kehadiran Alam.

Alam duduk di samping bu Hidayat, pantas saja hari ini bu hidayat dan pak hidayat ikut bergabung makan malam, hari ini. Nirwana memandangi agak lama Alam, dia baru tahu jika Alam tinggal di sini dan merupakan cucu yang punya kosan.

"Alam dari kecil udah di sini, pas remaja tinggal di salah satu kamar di kosan cowok, terus karena atlet nasional, dia jadi lebih sering tinggal di camp pelatihan," ujar Reya di sebelahnya.

Nirwana menengok ke arah Reya, sepertinya dari awal dia tinggal di sini, yang mengenalkannya pada semua orang yang tinggal di sini adalah Reya.

"Oh, gitu," tanggap Nirwana setelah mendengar penjelasan Reya.

"Ekhem," Hendri berdehem, membuat Nirwana menatapnya.

"Kok, kamu bisa kenal Alam?" tanya Hendri kepada Nirwana yang ada di depannya.

"Gak kenal," jawab Nirwana singkat. Entah kenapa dia kesal kepada Hendri, lagipula dia kenal sama siapapun itu bukan urusan dia.

"Terus tadi, dia manggil Nona?" tanya Hendri lagi.

"Gak sengaja ketemu aja tadi."

"Hendri kok jadi posesif sih, cie," Sesil yang sedari tadi mengengarkan mereka, tiba-tiba saja berkata demikian, membuat Hendri dan Nirwana menatapnya.

"Nggak, mana ada. Kepo aja." Hendri menjawab dengan cepat ucapan Sesil. Nirwana kembali menatap Hendri. Perkataan Hendri barusan membuatnya semakin kesal, rasanya bukan jawaban seperti itu yang diharapkan olehnya.

Nirwana berpamitan untuk kembali ke kamarnya. Dia ingin beristirahat dan menghilangkan segala pikiran tidak jelasnya tentang Hendri.

Dia menatap plafon kamarnya sambil berbaring. Ada perasaan aneh yang rasanya tak seharusnya tumbuh saat ini. Bukankah kemarin dia baru saja menangisi seseorang? Kenapa dia merasa belum pantas untuk jatuh cinta lagi? Dia menarik napas dalam-dalam. Meyakinkan diri bahwa ini hanya perasaan sesaat.

Keesokan harinya, Nirwana sudah di parkiran untuk kembali bekerja. Dia merapihkan rambutnya terlebih dahulu sebelum menggunakan helmnya. Helm dengan sticker bintang kecil di samping kanannya.

"Loh, kayak pernah liat sticker bintangnya," ucap Alam, yang sedang berdiri di samping Nirwana dengan menggenggam keresek merah berisi nasi bungkus. Sepertinya dia baru saja membeli nasi kuning di warung depan.

"Oh, ini?" tanya Nirwana dengan menunjuk sisi kanan kepalanya yang sudah memakai helm.

"Ini sticker langka yang aku dapetin dari hadiah ciki, gak bakal ada yang nyamain. Jadi, kalo kamu mau, kamu gak bakal dapet," tambah Nirwana sembari memakai sarung tangan.

"Haha, siapa juga yang mau stickernya,"jawab Alam.

"Ya, siapa tahu. Makanya kamu nanya."

"Jangan nangis sendirian lagi di taman, ya." ujar Alam sambil tersenyum.

"Hah?"

"Aku yang ngasih kamu tisu, waktu nangis di taman. Ah, kalo diinget-inget sekitar satu jam aku merasa dihakimi sama orang-orang yang lewat karena kamu nangis sesengukan di sana."

Nirwana menatap lama Alam, dia ingat kejadian waktu dia menangisi Kaivan di taman, entah kenapa dia jadi merasa sangat malu. Pertemuannya dengan Alam yang kemarin, ternyata bukan yang pertama, dan semua pertemuan dengannya, meninggalkan kesan yang memalukan. Nangis kayak orang gila di taman sambil pake helm, dan baju yang ketumpahan kopi.

Eternal SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang