20🌻

2.9K 196 17
                                    

Happy Reading.

.
.

Radit dan Ayu sudah sampai di Bandung, lebih tepatnya lagi mereka sudah sampai di rumah sakit di mana Daffa di rawat.

"Assalamualaikum." Salamnya memasuki ruang rawat Daffa.

"Waalaikumussalam, Alhamdulillah kalian sudah datang. Lihat deh Daffa, di sana ada siapa?" Ucap Najwa pada Daffa, dia sudah bangun setengah jam yang lalu.

Daffa membalikkan badannya, mata nya membulat melihat sang Bunda ada di depan matanya.

"Bunda!"

"Sayang." Keduanya berpelukan melepaskan rasa rindu nya selama berhari-hari tak bertemu.

"Daffa kangen Bunda." Cicit nya pelan.

"Bunda juga kangen Daffa." Balas Ayu, dia melonggarkan pelukannya lalu mencium seluruh wajah sang anak.

"Daffa kenapa bisa sakit gini sayang, hm?"

"Daffa rindu Bunda." Jawabnya dengan membuat Ayu tersenyum dia kembali mencium Daffa.

"Sekarang Bunda ada di sini, jadi Daffa harus cepat sembuh."

Daffa menganggukkan kepalanya senang. "Hm, Bunda harus ada di sini biar Daffa cepat sembuh."

"Iya sayang."

"Sekarang Daffa makan ya, kan Bunda nya sudah ada. Tadi Daffa gak mau makan loh Bunda." Ujar Najwa mengadu pada Ayu.

"Loh kok anak Bunda gak mau makan sih, katanya mau cepat sembuh."

Daffa menyengir lucu. "Daffa mau Bunda yang suap." Ucapnya dengan nada manja.

"Yaudah, sini Bunda suapi." Daffa makan dengan lahap di suapi oleh Ayu hingga makanannya habis.

"Wah pintar nya cucu Oma, makanannya sampai habis loh."

"Iya dong Oma." Balas Daffa.

"Nah sekarang waktunya minum obat." Kata Ayu mengambil botol obat.

"Pintar nya cucu Oma." Puji Najwa lagi saat Daffa meminum obatnya.

Radit tersenyum melihat interaksi mereka bertiga, dia duduk memperhatikan mereka di sofa.

"Sekarang Daffa istirahat lagi ya, biar cepat sembuh." Daffa mengangguk patuh, dia pun berbaring.

"Usap Bunda." Pinta Daffa mengusap rambutnya.

"Terima kasih ya nak, akhirnya Daffa mau makan dan minum obat. Kemarin dia sama sekali tidak meminum obatnya dan hanya makan satu suapan saja." Jelas Najwa menatap Ayu dengan raut wajah sulit.

"Kalau begitu Tante mau pulang sebentar, nanti Tante ke sini sama Opa nya Daffa." Pamit Najwa.

"Iya Tante."

"Mau Adit antar mi?" Tawar Rafii.

"Gak usah, kamu pasti capek kan bolak-balik Bandung-Jakarta." Tolak Najwa, dia mengambil tasnya yang di taruh di atas meja lalu keluar dari sana.

"Tuan istirahat saja, biar saya yang jaga Daffa."

"Baiklah." Radit pun berbaring di sofa yang lumayan besar, cukuplah untuk tubuhnya. Lumayan capek juga bolak-balik bawa mobil.

Dengan pelan Radit membuka mata. Sudah berapa lama dia tertidur? Dia melihat di putranya masih terlelap dengan Ayu yang berada di sampingnya.

Lama Radit menatap putranya, tiba-tiba saja tubuh Daffa kejang-kejang. Radit langsung menghampiri Daffa.

"Apa yang terjadi. Ayu, Ayu!" Ayu terbangun karena suara bising Radit yang memanggil nya.

"Ada apa tuan?" Tanyanya yang masih tak melihat keadaan Daffa.

"Daffa kejang-kejang!"

"Astaghfirullah! Panggil Dokter nya tuan!" Pekik Ayu panik.

"Dokter nya akan datang." Ucap Radit berusaha tenang.

Setelah mengatakan itu seorang dokter dan dua orang suster datang untuk memeriksa nya. "Mohon tunggu di luar ya pak, Bu." Ucap dokter tersebut.

"Tolong selamatkan putra saya dokter." Pinta Ayu sebelum dia keluar bersama Radit. Keduanya menunggu tak sabaran di luar sana.

"Bagaimana Daffa bisa kejang-kejang seperti itu tuan? Tadi siang kondisinya sudah stabil." Radit diam tak menjawab, dia sibuk memperhatikan dokter dan suster yang sibuk menangani Daffa.

"Denyut jantung pasien melemah dokter!" Lapor salah satu suster.

"Padahal tadi siang keadaan sudah membaik." Ujar dokter tersebut.

"Pasien henti jantung, dok!"

Dokter mulai menyiapkan alat defibrillator. Berkali-kali dia menyentuhkan alat kejut jantung untuk mengembalikan Daffa.

Tubuh Daffa naik turun saat dokter menempelkan defibrillator di dadanya. Namun, sentuhan alat jantung itu tak berguna. Tapi dokter tak menyerah dan tetap melakukannya.

"Dokter, pasien sudah tak bisa lagi di selamatkan." Ucap suster itu.

Dokter tersebut menghela nafas berat, ia tertunduk sedih karena tak bisa menyelamatkan pasiennya. Ini sudah kehendak tuhan, jadi dia tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Innalilahi Wa Innailaihi Raji'un. Catat tanggal dan jam kematian pasien." Setelah mengatakan itu dokter tersebut melangkah keluar menghampiri Radit dan Ayu.

"Bagaimana keadaan putra saya dokter?" Tanya Radit cepat.

"Maaf ..... Dengan berat hati saya mengatakan putra anda tidak bisa kami selamatkan."

Ayu langsung menangis histeris. "Gak, gak mungkin dokter. Anda pasti bercanda kan? Putra saya baik-baik saja tadi siang dokter!" Ujar Radit berteriak.

"Daffa sayang bangun nak, bangun! DAFFA BANGUN! Jangan tinggalkan Ayah Daffa." Ujar Radit berteriak histeris sambil memegang kedua pipi Daffa.

Ayu tak sanggup berdiri lagi, dia terduduk lemas di lantai seraya menangis pilu. "Kenapa? Kenapa kau mengambil putraku begitu cepat tuhan, kita baru saja bertemu.... Tapi kenapa?" Gumam Ayu.

Bahkan dia tak mampu mengeluarkan suaranya itu.

Keluarga besar Radit sangat terpukul atas kepergian Daffa. Mereka baru bertemu dan langsung kehilangan lagi, dan ini untuk selamanya.

Mami Najwa bahkan pingsan saat pertama kali mendengar kabar duka itu. Dia baru sadar setelah jasad cucunya ada di rumah, namun dia kembali tak sadarkan diri saat melihatnya.

Terlihat Ayu di tenangkan olah sepupu Radit, Ayu terus berada di sisi anaknya walupun dia sudah tak sanggup lagi menopang tubuhnya.

Tak jauh berbeda dengan mereka Radit pun sangat sedih, pria itu terlihat sangat kacau. Dia masih tak terima jika anaknya sudah meninggal. Untung saja ada Papi nya menguatkannya.

Langit yang terlihat mendung itu sangat menggambarkan suasana hati mereka mengantarkan Daffa ke peristirahatan terakhirnya.

"Kenapa Daffa meninggalkan Bunda secepat ini nak, hiks hiks Bunda sendirian." Ujar Ayu menangis di samping gundukan makam Daffa.

Hati Radit begitu sakit melihat baru nisan sang anak, melihat gundukan kecil yang putra kecilnya berada di dalam sana.

"Bahkan Ayah tak melihat tumbuh kembang mu nak." Batin Radit. Dia menunduk, tak kuasa lagi menahan tangisannya. Tangisnya bersama dengan Ayu yang begitu menyayat hati.




Tbc.





Vote dan komen!


Mawar Jk

Bunda Ayu [TAMAT] OPEN POTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang