49. Kelemahan Rafan

63.2K 3.8K 300
                                    

Semenjak kejadian markas yang diserang oleh orang yang tak dikenal. Rafan memerintah sebagian anggotanya untuk berjaga-jaga di daerah markas selagi Rafan tak berada di sana.
Sedangkan Rafan sendiri, ia memilih pulang setelah mendapatkan surat misterius yang menyangkut keselamatan sang istri. Ia melajukan motornya membelah jalanan ibu kota Jakarta dengan kecepatan tinggi. Yang ia pikirkan sekarang adalah istri kecilnya.
Butuh lima belas menit menempuh perjalanan, Rafan sudah sampai di pondok dan ia langsung bergegas masuk ke dalam rumah.
Dengan langkah lebarnya ia menaiki tangga yang menuju ke arah kamarnya. Ia membuka pintu tak sabar dan saat itu juga ia tak mendapati Lisa di dalam.
"Bee!" panggilnya namun tak ada jawaban dari sang empu.
"Bee!" panggilnya lagi.
"Bee, kamu dimana?" Namun nihil tak ada sahutan apapun dari sang empu.
Rafan semakin kacau tatkala tidak mendengar jawaban dari sang istri. Namun ia hendak keluar lagi. Tiba- tiba terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, Memperlihatkan Lisa yang barusan keluar dari kamar mandi dengan handuk ditangannya. Lisa mendongak menatap ke arah Rafan.
"Ada apa mas manggil Lisa?"
Rafan berbalik cepat dan ia bernafas lega karena istrinya ada disini.
"Mas-" belum sempat Lisa menyelesaikan ucapannya, pria itu langsung memeluk tubuhnya begitu erat.
Rafan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Lisa yang di mana membuat Lisa heran atas tingkah Rafan yang secara tiba-tiba memeluknya.
"Mas," Lisa mengelus punggung Rafan lembut, "apa ada masalah?"
Rafan menggelengkan kepalanya tanpa mau melepaskan pelukannya sedikit pun.
"Kangen...," gumam Rafan dengan suara menggemaskannya.
Lisa terkekeh kecil saat mendengar ucapan Rafan. "Baru juga nggak ketemu tiga jam, udah rindu," ucap Lisa masih mengelus punggung sang suami.
Rafan menguraikan pelukannya dan tatapannya menelisir pakaian yang dikenakan Lisa saat ini. Yah. Lisa kini berganti pakaian kurang bahan yang membuat siapa yang melihatnya akan khilaf sesaat. Lisa mengenakan lingerie warna hitam senada dengan warna kulitnya yang putih.
"Kenapa, mas. Ada yang salah dengan pakaian Lisa?" tanya Lisa karna Rafan melihatnya dengan intens.
Rafan bersusah payah mengontrol dirinya, "Ekhem! Pakaiannya kenapa di ganti, bee?" Seraya berderham untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Oh. Baju Lisa tadi gak sengaja ke tumpah air, jadi Lisa ganti baju ini deh," ujarnya.
"Gak ada baju yang lain selain itu?" tanya Rafan berusaha menahan sesuatu.
"Cuman ini yang ada di lemari, terpaksa deh Lisa pakek ini." Jawab Lisa santai, berbeda dengan raut Rafan yang menatapnya berbeda.
Rafan memutuskan kontak mata dan mengalihkan wajahnya ke arah samping. Ia tidak mau ada malam panjang setelah ini.
Lisa melihat keringat bercucuran di dahi Rafan, Perlahan Lisa maju kedepan lalu ia berjinjit ke atas lantara tinggi badan Rafan tak sebanding dengan tubuhnya yang pendek. Rafan tersentak kaget karena Lisa yang tiba-tiba berjinjit di depannya.
"Mas keringatnya banyak." Seraya berusaha berjinjit.
Rafan melihat Lisa yang kesusahan. Lantas ia merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh Lisa yang begitu mungil. Dengan telaten tangan kecilnya mengelap keringat yang berada di dahi Rafan.
"Habis lari maraton sampai keringatan kayak gini?"
Pria itu tak menggubris ucapan Lisa. Ia hanya fokus memandangi wajah Lisa yang begitu cantik apalagi kalau berada dibawahnya. Astagfirullah.
Sadar karena ditatap, Lisa menoleh sehingga tatapan mereka bertemu. Tidak terasa wajahnya sangat dekat dengan wajah Rafan sampai nafas hangat Rafan menerpa diwajahnya.
"Mas," ucap Lisa gugup. Karena jarak diantara keduanya sangat dekat.
"Hm" jawabnya dengan senyum manis semanis gula aren.
Segera ia menarik tubuhnya namun belum juga ia mundur, tangan Rafan terlebih dahulu meraih pinggangnya. Lisa menahan nafas di kala wajah Rafan kian mendekat dengan wajahnya. Rafan tersenyum miring lalu ia menarik tubuh Lisa semakin menempel dengan tubuhnya.
Deruman jantung Lisa kian memacu lebih cepat dari sebelumnya. Tapi Lisa tetap berusaha menampakkan wajah tenangnya walaupun ia tidak bisa.
"Kamu sengaja pakai baju kayak gini untuk menggoda saya, hm?" Bisik Rafan dengan suara beratnya ditelinga Lisa.
Seketika itu tubuh Lisa menegang dengan ucapan Rafan yang sukses membuatnya takut dan ia memilih mundur namun nihil karena tenaga pria itu begitu kuat dibandingkan tenaganya.
"Lepas Mas. Lisa ngantuk mau tidur," ucap Lisa mengalihkan topik.
Akhirnya Rafan melepaskan pelukannya. Dengan wajah ditekuk, Lisa langsung menuju ke atas kasur untuk sekedar menghindar dari suaminya itu. Selimut ia tarik sampai menutupi semua tubuhnya.
Saat matanya terpejam. Ia merasakan sebuah tangan melingkar manis di pinggangnya. Tanpa ia berbalik Lisa sudah tahu siapa pemilik dari tangan tersebut. Lisa tidak menghiraukan itu dan ia memilih untuk tidur. Sampai elusan diperutnya membuat tersentak kaget.
"Bee" suara yang begitu lembut masuk kedalam pendengaran Lisa.
"Kamu marah, hm?" Bisiknya ditelinga Lisa. Tangannya tetap mengelus perut rata Lisa.
Lisa tetap diam enggan menjawab.
Rafan yang terabaikan seketika itu ia langsung membalikkan tubuh Lisa agar menghadap ke arahnya.
Spontan Lisa menjerit atas tindakan tiba-tiba Rafan padanya. Sekarang ia menghadap penuh pada Rafan.
"Kalau suami ngajak ngomong dijawab, bee. Mau dapet dosa, hm?" Katanya sembari menyelipkan anak rambut yang menutupi wajahnya.
Lisa mendongak. "Nggak mau..." Menggeleng lucu dengan bibir yang melengkung kebawah.
"Kenapa dia bisa segemes ini. Pengen saya terkam." batin Rafan.
"Maaf Mas. Lisa gak niat diemin Mas kok," cicitnya.
Cup
"Iya, Mas maafin. Jangan diulangi lagi ya, Bee." Katanya setelah mengecup bibir semerah Cherry itu.
Lisa langsung memeluk tubuh Rafan dan menelusup di dada bidangnya yang tak tertutup sehelai kain apapun. Sebelum Rafan naik keatas kasur, ia terlebih dahulu membuka kaosnya karena menurutnya gerah kalau pakai baju saat tidur.
"Mas"
"Hm," gumam Rafan tanpa melepaskan pelukannya. Ia mencium aroma tubuh Lisa yang menjadi candunya.
"Nyanyiin Lisa dong," pintanya seraya bermain di dada polos Rafan. "Lisa pengen tahu, di nyanyiin atau di shalawatin sama suami sendiri."
Rafan yang mendengar ungkapan sang istri hanya tersenyum simpul.
"Maunya shalawat yang kayak gimana, zaujati, Hm?" tanya balik Rafan.
Posisi mereka saat ini, Lisa yang sedikit miring sembari membuat pola di dada polos sang suami. "Hmm... terserah Mas aja." Jawabnya.
Perlahan Rafan menarik nafas sebelum memulai bernyanyi.
"Uhibuki mitsla maa anti Uhibbuki kaifamaa Kunti...." suara pertama ia keluarkan dengan pelan.
Artinya: Aku mencintaimu apapun dirimu, Aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu
"Wa mahmaa kaana mahmaa shooro, Antii habiibatii anti...." sembari mengusap lembut surai sang istri.
Artinya: Apapun yang terjadi dan kapanpun, Engkaulah cintaku
"Zaujatii, Antii habiibatii anti...." ulang Rafan dua kali.
Artinya: Duhai istriku, Engkaulah kekasihku
"Halaalii anti laa akhsyaa 'azuulan himmuhuu maqti... Laqod adzinaz zamanu lanaa biwushlin ghoirin munbatti...."
Artinya: Engkau istriku yang halal, aku tidak peduli celaan orang lain. Kita satu tujuan untuk selamanya.
"Saqoitil hubba fii qolbii bihusnil fi'li wassamti...yaghiibus sa'du in ghibti wa yashful 'aisyu in ji'ti..."
Artinya: Engkau sirami cinta dalam hatiku dengan indahnya perangaimu. Kebahagiaanku lenyap ketika kamu menghilang lenyap. Hidupku menjadikan terang ketika kamu di sana
Lisa mendongak keatas sembari menatap Rafan dengan mata yang berkaca-kaca. Ia terharu saat Rafan menyanyikan salah satu lagu yang ia sukai. Karna ia pernah bermimpi suatu saat nanti ia ingin mendengar lagu ini dari mulut seseorang yang ia cintai. Tapi sekarang impian itu telah terkabulkan. Orang itu adalah Rafan.
Rafan masih melanjutkan dengan menatap wajah cantik sang istri.
"Nahaarii kaadihun hattaa idzaa maa 'udtu lilbaiti... Laqiituki fanjalaa 'annii dhonaaya idzaa maa tabassamti..."
Artinya: Hari-hariku berat sampai aku kembali ke rumah menjumpaimu. Maka lenyaplah keletihan ketika kamu senyum.
Lisa tersenyum simpul. Ia tak bisa membendung rasa terharunya saat ini.
"Tadhiiqu biyal hayaatu idzaa bihaa yauman tabarromti..." Rafan tersenyum simpul ke arah Lisa yang juga menatapnya.
Artinya: Jika suatu saat hidupmu menjadi sedih, maka aku akan berusaha keras.
"Fa as'aa jaahidan hattaa uhaqqiqo maa tamannaiti..."
Artinya: Sampai benar-benar mendapatkan apa yang engkau inginkan.

Satu tetes air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata pria dihadapan Lisa. Dari arti yang begitu mendalam sampai air mata tak sanggup untuk ia tahan. Dengan tangan kecilnya ia menghapus air mata tersebut yang keluar dari mata suaminya.
"Hanaa'ii anti faltahna'ii bidif-il hubbi maa 'isyti...."
Artinya: Engkau kebahagiaanku, tanamkanlah kebahaiaan selamanya
"Faruuhanaa qodi'talafaa kamitslil ardhi wannabti...."
Artinya: Jiwa-jiwa kita telah bersatu bagaikan tanah tumbuhan
"Fa yaa amalii wa yaa sakanii wa yaa unsii wa mulhimati...."
Artinya: Duhai harapanku, duhai ketenanganku, duhai kedamaianku, duhai ilhamku
"Yathiibul 'aisyu mahmaa dhooqotil ayyamu in thibti..." ucap Rafan sembari mencium kening Lisa diakhir liriknya.
Artinya: Indahnya hidup ini walaupun hari-hariku berat asalkan engkau bahagia.
Rafan langsung memeluk tubuh Lisa dan mendekapnya hangat yang juga dibalas oleh Lisa. Menyalurkan rasa sayangnya pada sang istri.
"Mas bersyukur mempunyai kamu disisi, Mas. Jadilah pelita didalam kehidupan mas yang suram ini, bee" Ujar Rafan semakin memeluk tubuh Lisa.
"Terimakasih udah mau menerima Lisa menjadi istri, Mas. Walaupun diluar sana banyak wanita yang lebih sempurna daripada Lisa." Ucap Lisa disela sela pelukannya.
Satu detik mereka masih dalam posisi saling memeluk. Terdengar suara deringan handphone di atas nakas namun seakan-akan tak mendengar apapun. Rafan masih setia memeluk tubuh Lisa enggan mengangkatnya.
"Mas itu ada orang nelpon," ucap Lisa memberi tahu.
"Biarin lah, bee. Mungkin anak-anak Grexda yang iseng gangguin Mas." Rafan tetap mengabaikan panggilan tersebut.
"Iih... Mas angkat dulu..." Lisa yang mulai kesel karena Rafan engga mengangkat teleponnya.
"Iya iya. Mas angkat." Pasrah Rafan seraya bangkit dari tidurnya dan meraih benda pipih di atas nakas. Dahinya mengernyit saat no asing tertera di layar handphonenya.
Kemudian ia bangkit dan berjalan menjauh sedikit menjauh dari tempat tidur.
"Halo my friend." Sapa orang di sebrang sana.
Alis Rafan menukik tajam dikala mendengar suara yang tak asing ia dengar.
"Lo nggak mau sapa teman lama Lo?" ucapnya lagi dengan nada sedikit tertawa.
"Saya tidak pernah punya teman seperti kamu." desis Rafan tajam.
"Hahaha... Lo gak mau ngakuin gue sebagai teman Lo. Suit you took him from me." Katanya tajam.
Rahang Rafan mengeras dan tak lupa sorot mata pria itu begitu tajam kedepan.
"Kenapa diam? Atau Lo takut?!"
Rafan tersenyum menyeringai tatkala mendengar ucapan dari lawan bicaranya yang mengatakan kalau dia takut padanya. "I was never afraid of you," balas Rafan tatkala tajamnya.
Lisa melihat raut wajah Rafan yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Kemudian ia turun ingin mendatangi Rafan yang keliatan menahan marah.
"Mas." Rafan meletakkan satu jari di bibir Lisa.
"Suara istri Lo merdu juga, ya. Apalagi kalau ngedesah pakek nama gue. Hahaha..."
Ucapnya seraya tertawa keras.
"Jangan harap kamu menyentuh istri saya!" Tekan Rafan yang tersulut emosi.
Diseberang sana nampak raut wajah yang menyeringai karna ia berhasil membuat sang empu terpancing karna ucapannya, "Jaga baik-baik istri Lo sebelum tangan gue rebut dia dari tangan Lo. See you tomorrow, Rafan"
Sambungan telpon terputus. Benda pipih yang ia genggam semakin mencengkram dengan erat sehingga urat-urat di lengannya menonjol keluar dari sarangnya.
Saat emosi yang memuncak, sebuah tangan mungil melingkar manis diperutnya. Lisa memeluk tubuh Rafan dari belakang. Dan saat itu juga Rafan berbalik ke arahnya dan menarik tubuh Lisa agar masuk ke dalam pelukannya. Ia menghirup aroma khas dari tubuh istrinya yang menjadi candu baginya atau sebagai pengganti obat penenang.
"Mas," Lisa mengelus punggung tegap Rafan lembut seraya berkata. "Apa yang terjadi?"
Rafan menegakkan badanya dan menyelami mata bulat yang buat ia tak rela ada yang merebutnya. "Mas gak akan biarin siapapun yang merebut kamu dari sisi, mas." Tekan Rafan serius.
Kening Lisa mengernyit bingung. "Apa ini menyangkut orang yang barusan nelpon, mas?" tanya Lisa dengan menuntun jawaban.
Rafan memeluk tubuh Lisa lagi seakan-akan tak mau melepaskannya. Perasaan khawatir kini bersarang di dalam hatinya. Yang ia pikirkan saat ini bagaimana ia bisa menyingkirkan orang-orang yang mengusik miliknya.
"Saya tidak akan membiarkan orang lain merebut kamu dari saya. Because you are mine and so on is mine." desis Rafan dalam hati.

*****
Di lain tempat.
Seorang pemuda dengan stelan hitam dipadukan celana jeans hitam. Duduk di kursi kebesaran sembari mencecap wine-nya yang berada di tangannya dengan senyum menyeringai lebar. Suasana hatinya bahagia tatkala ia telah berhasil mancing emosi dari lawannya.
Selang beberapa detik. Seorang wanita masuk kedalam ruangannya dengan pakaian serba hitam. "Gimana bang, Lo udah siapkan semuanya?" ucapnya sembari duduk di atas sofa.
"Tenang. Gue udah rencanakan sesuatu yang bakalan buat Lo senang," jawabnya setelah
Tok! Tok!
"Tuan. Semuanya udah beres," ujar seorang pria yang diperkirakan asisten pribadi.
"Bagus. Mulai besok kita mulai bergerak."
"I will destroy you by taking your happiness!"

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang