Bab 6: Hari Apes Lagi

97 24 49
                                    

Payung bermotif kartun favorit milik Hening selalu siap melindunginya dari sesuatu yang mengusik kulit. Tidak hanya digunakan saat hujan, kini benda itu juga bertengger lucu menutupi bagian atas Hening dari sinar matahari. Baru melangkah ke luar rumah saja sudah terasa sengatan panas pada kulit, tapi Hening tidak lagi khawatir akan hal itu, kini ia berjalan santai menuju mini market yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Hoodie hijau muda dan celana kulot membalut tubuh mungilnya, sandal swallow yang dikenakan berhasil mengantarkan Hening sampai ke tempat tujuan.

"Wah, gila panasnya," gumam Hening sambil menutup payung dan menyampirkannya di luar dekat tukang jualan sup buah. "Bang, titip ya! Sekalian sup buahnya satu."

"Siap, bos!"

Ketika melangkah masuk ke dalam mini market, Hening dibuat lega dengan dinginnya suhu gedung yang menyejukkan, sangat kontras dengan udara di luar. Dia bisa betah-betah di dalam sana, pengunjung pun tidak banyak, bisa dihitung jari. Pandangannya mulai beredar, sembari mengambil keranjang jinjing untuk memasukkan belanjaan. Persedian makanan di rumah sudah menipis, memang saatnya dia isi, kira-kira untuk dua minggu ke depan. Hanya beberapa makanan yang ia cari di sini, sisanya lebih baik beli di warung karena lebih murah.

"Mami, mau es klim itu yang cokelat," pinta seorang anak kecil sekitar umur 4 tahun yang sedang digendong ibunya, ia menunjuk sesuatu di dalam lemari es.

Sambil berjalan, senyumnya mengembang memperhatikan anak laki-laki yang memiliki pipi tembem sepertinya, tapi anak itu jauh lebih berisi dan menggemaskan. Hening pun memfokuskan pandangan ke depan, mengambil beberapa bahan makanan dan camilan.

"Mie jepang, kecap, nata de coco, cokelat, nugget. Kalau minyak goreng nanti beli di warung aja deh," monolog Hening sambil terus berjalan perlahan sambil mengingat-ingat apa lagi yang harus ia beli. Sialnya catatan yang harus ia bawa malah ketinggalan di rumah. Keranjang belanjaannya hampir penuh, lalu dia teringat harus membeli sayur segar dan jamur untuk makan malam nanti.

Langkahnya sampai di depan rak-rak sayuran, Hening dihadiahkan pemandangan serba hijau, senyumannya seakan betah untuk bertahan.

"Aunty, Aunty."

Mendengar suara, Hening pun menunduk, mendapati seorang anak kecil yang tadi sempat jadi perhatiannya.

"Eh, iya? Mamamu ke mana dek?" Hening bercangkung untuk mensejajarkan tinggi. Anak laki-laki itu bermata besar seperti boneka, maniknya berwarna hitam. Rambutnya tebal dengan model mangkuk, lucu sekali. Ia memakai atasan santai berwarna biru dongker dengan gambar kartun bebek, celana pendek selutut memberikan kesan trendy, beserta jam tangan anak-anak berwarna hitam, dia juga memakai sepatu kulit yang terlihat mahal.

"Aduh, Enzi, Mami cariin lho. Ayo sini, jangan jauh-jauh dari Mami!"

Suara nyaring wanita yang menjadi orang tua dari Enzi berjalan tergesa ke arah anaknya. Hening yang tadinya tersenyum ramah, kini harus mengendurkan senyumnya kala sosok itu datang mendekat.

***

"Bang, kenapa harus di sini sih?" protes Aden yang kini sedang duduk di hadapan Raga di sebuah restoran jepang yang asing baginya.

Pengunjung yang datang tidak banyak, namun restoran itu lumayan berisi. Pegawai berpakaian ala jepang berlalu lalang membawakan pesanan, tempat di sana hampir didominasi warna merah menyala dan perpaduan hitam. Restoran itu terdapat AC, aroma khas makanan jepang menyerbak ke seluruh penjuru ruangan.

"Katanya kamu minta ditraktir? Yasudah jangan protes, belum pernah makan di sini juga kan? Cepat mau menu yang apa, proyekmu itu tidak bisa ditinggal lama-lama pasti." Todong Raga yang sudah kehabisan kesabaran, memilih menu saja membutuhkan waktu 15 menit, ia memperhatikan Aden yang sedang bingung memilih menu.

MitambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang