Aksi bak sabotase berlangsung dengan lancar. Shani tiba di Paris dalam kurun waktu setengah jam sebelum kedua orangtuanya merapat ke penthouse.
Masih dengan kondisi yang kacau, tak pelak selama perjalanan Shani berontak dan meracau. Selain Henry yang sempat jadi sasaran mengamuknya, ada Fritzz-pelayan yang menjemput Shani dengan jet pribadi dan tak ketinggalan Krisna yang juga kena repetan manusia dengan kesadarannya yang hanya tinggal setengah itu.
"Masih untung gue peduli dan mau nolongin lo,"gerutu Krisna seraya memandangi Shani yang masih terkulai lemas diatas sofa penthouse. Gracia yang mendengar itu dari arah dapur tampak tak rela jika Shani dihakimi sekarang. Namun, Feni menahan Gracia yang hendak menghampiri kedua bersaudara itu. Tunangan dari Krisna itu seakan mengisyaratkan Gracia agar memberikan mereka ruang untuk berbicara.
"Lo nggak mikirin perasaan Gracia? Lo nggak mikirin juga gimana Papa sama Mama kalau mereka tau tingkah lo ini? Lo mau mati ditangan Papa?!" Krisna berang menghardik Shani.
Tapi Shani hanya melemparkan smirknya mendengar celotehan adiknya itu, "Gue nggak minta buat di tolongin dan lo peduliin,"balas Shani dengan pongahnya.
Nafasnya berat. Masih dengan gerak lunglai Shani coba menegakkan tubuh lalu menatap Krisna yang berdiri di depannya, "Ngerti apa lo sama hidup gue?!"
Krisna lantas tersenyum sinis, "See? Ini yang nggak pernah lo sadarin. Siapa bilang gue nggak ngerti? Seorang CEO muda yang selama satu tahun terakhir masih keukeh menolak takdir dihidupnya?!"ledek Krisna tak mau kalah.
"Look, Shani! Lo emang nggak pernah minta bantuan sama orang lain. Tapi satu yang harus lo inget...." Krisna menarik nafasnya kasar, mendekat dan berhenti tepat di depan Shani dengan telunjuk yang tegas ia arahkan ke wajah kacau itu, "Many people is trying to care of you-yet u never appreciate it, dan malah lo nya yang makin bertingkah seenak jidat-kek tai!"
Dengan tatapan nyalang Shani sama sekali tak mau kalah menunjukkan gemeretak rahang dan emosinya yang ikut tersulut, "Jangan sok tau. Jangan sok peduli! Coba lo di posisi gue. Apa bisa menjamin tingkah lo nggak bakal lebih bajingan dari gue?!"tantang Shani kemudian.
Satu hela nafas kasar kembali terhembus dari mulut Krisna. Namun, Feni tiba-tiba datang menahan kekasihnya yang tampak makin menjadi-jadi dan hendak mencengkram kerah baju Shani. Krisna masih memberang, tapi disampingnya-Feni tampak memberikan isyarat untuk meredam emosinya.
"Setahun sudah cukup waktu lo buat main-main. Inget umur! Lo sudah sangat nggak pantas untuk bertingkah kayak gini! Lo-"
"-Hon!" "Krisna."
Feni dan Gracia bersamaan menahan Krisna.
"Kemana perginya kedewasaan lo, Shan?"geram Krisna dengan suara tertahan. Si bungsu itu masih tak habis pikir melihat sikap Shani.
Tapi, sekali lagi belaian tangan Feni di punggung berhasil menahan Krisna. Lelaki itu menurut untuk meredam emosinya. Terlebih tatapan sendu Gracia-Krisna benar-benar tak sanggup melanjutkan ini semua.
"Kita semua sudah terlalu muak liat tingkah lo. Jangan sampe Gracia juga ikut muak-karena dia satu-satunya manusia waras yang masih mau-maunya cukup sabar ngeliat tingkah lo sampe detik ini." Untuk kesekian kalinya Krisna menghela nafas, sebelum hendak melanjutkan kembali kalimatnya.
"Sebentar lagi Papa sama Mama nyampe sini. Jangan lupa pasang topeng terbaik lo didepan mereka,"pungkas Krisna sebelum kemudian mengendikkan dagunya pada Gracia untuk pamit seraya menarik tangan Feni dan segera pergi dari penthouse.
-----Stay, and Love Me!-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay, and Love Me! (Greshan Fanfiction)
FanfictionHari itu, saat dedaunan mulai menguning dan rintik hujan menghantarkan musim gugur. Dua pasang manusia yang sebelumnya tak saling kenal dan bersua tanpa sengaja takdir memaksa mereka untuk Bersatu dalam bahtera rumah tangga. Di atas bentala kota den...