02 - Who?

112 45 5
                                    

SAAT cahaya matahari menembus horden kamar Ana, gadis berusia tujuh belas tahun itu mengernyitkan wajahnya sambil membalikkan badan demi menghalau cahaya silau pada wajah.

BRAK!!

"Aww...!"

Ana bangun tepat saat badannya menyentuh lantai lalu segera menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan pikiran serta badannya.

Karena deringan ponsel yang terus mengganggu dirinya sejak kemarin, Ana jadi tidak bisa tenang untuk tidur. Akibatnya, dia baru bisa tidur jam tiga dini hari.

"Kesialan macam apa ini?!"

"Aku lebih suka kehidupanku yang biasa."

Berulang kali Ana meraung di dalam kamar mandi. Berulang kali juga ia mengatakan kalimat yang sama dengan nada yang keras ditemani air mata yang mengalir. Sungguh dirinya tengah ditimpa kesialan.

Hari ini suasana hatinya benar-benar kacau. Andai saja kemarin dia tidak ikut Loi untuk piknik di taman desa Bibury, mungkin dia tak akan pernah dapat teror. Ya ... semua itu hanyalah perandaian, karena kenyataan sudah tak bisa dihindari.

Tok, tok, tok...!

"Hey, Ana, ada apa denganmu? Berisik tahu." Loi yang sedang mengerjakan laporan keuangan kantor di kamarnya merasa terganggu.

Kamar mandi yang sering mereka berdua gunakan berada di tengah-tengah dua kamar sebagai sekat. Kamar mandinya pun juga tidak terlalu kedap suara. Itu sebabnya bising yang diciptakan Ana bisa terdengar sampai ke kamar Loi.

Loi sebenarnya merasa bersalah. Bukan tanpa sebab, tapi ia berpikir kalau saja dirinya tak mengajak Ana, hal seperti itu tidak akan terjadi, bukan. Penyesalan memang selalu ada di akhir, dan kita akan menyadari itu ketika sudah terkena dampak buruknya.

"Iya, iya. Maafkan aku. Emosiku sedang tidak stabil," jawab Ana sedikit lantang dari dalam kamar mandi. Sepertinya anak itu sudah sedikit membaik.

Loi menghela napas. "Kalau begitu cepat. Aku ingin mandi juga setelah pekerjaanku selesai."

***

Hari ini adalah hari dimana Loi dan Ana akan pulang ke rumah mereka di kota Gloucester setelah seminggu liburan di kampung halaman, desa Bibury. Orang tua mereka tak ikut karena masih ingin menetap di rumah nenek Josephine, sosok ibu dari ayah Ana.

Seharusnya hanya Loi yang pulang karena kantornya berada di kota, sedangkan Ana akan pindah ke sekolah asrama putri di Bibury. Namun, setelah melihat Ana yang selalu tampak murung di kamarnya membuat kedua orang tuanya jadi tak tega meninggalkan Ana di asrama. Di kota jugalah terdapat sahabat-sahabat Ana. Setidaknya masih ada hal yang membuat kedua putri bungsu mereka kembali ceria.

Pagi, siang, dan sore hari pun telah berlalu. Di sinilah Loi dan Ana. Mereka saat ini tengah makan malam di meja makan. Suasana sangat hening, hanya ada suara sendok dan garpu yang berdentingan berebut satu sama lain untuk mengambil makanan di sebuah piring.

Mereka tiba di rumah tepat pada pukul tujuh malam. Makanya sepulang dari rumah nenek, mereka langsung menyiapkan makanan dan makan malam saja. Toh, mereka juga sudah sangat lelah dan perut sudah minta untuk diisi.

"Ana apa kau ba—"

"Iya, kau tak perlu cemas," potong Ana pada kakaknya. Ana tersenyum. "Tidak apa-apa, lupakan saja masalah itu. Kalau pun nanti aku tiba-tiba hilang, itu artinya aku telah dimutila—"

INEFFABLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang