"Kejadian Malam Itu"

99 3 0
                                    

"Seno, paman dan bibi pergi dulu ya" sahut seorang wanita pada seorang anak laki - laki "Iya bi.." dan langsung dijawab oleh anak laki - laki tadi. Ternyata anak itu adalah Seno kecil, mungkin umurnya sekitar 6 atau 7 tahun.. "Kamu juga, yang akur sama seno. Dan kamu tahu sendiri kan kalo sekarang malam hari, jadi jangan lupa untuk mengunci pintu." Lanjut wanita tadi, kali ini kepada seorang anak perempuan yang berdiri disamping seno. Anak itu mungkin berumur sama dengan Seno. "baik ma.. aku mengerti" ternyata perempuan itu adalah anak wanita tadi.

"Ayo ma! nanti kita terlambat, Pesta nya sudah hampir dimulai" kata seorang pria yang sedari tadi di mobil menunggu istrinya yang sedang berpamitan. "iya Ayah, sabar.." wanita itu pun masuk ke mobil. "Kami pergi dulu yaa.." Akhirnya dua pasangan itu pergi.

"Haahhh,, Akhirnya aku bisa santai.." kata anak perempuan itu sembari masuk kerumah. Merasa di acuhkan, Seno kecil pun menyusul dan memanggil anak itu. "Dini? Kita main petak umpet aja yok?" anak perempuan itu ternyata bernama dini. "Ahh.. gak ah, aku lagi malas" jawab Dini tanpa menoleh sedikit pun pada Seno, mungkin Dini terganggu akan kehadiran Seno dirumahnya sehingga ia mengacuhkannya.

"Malas banget sih kamu. Biasa nya juga rajin bersih - bersih rumah." kata Seno sedikit merasa kecewa. "eh? Terserah aku lah. Hidup - hidup aku. Bukan hidup kamu!" ketus Dini dengan sedikit emosi. "Ahh payah, bilang aja kamu takutkan main petak umpet malam - malam? Haha dasar penakut" ejek Seno. Tentu saja ejekan tadi berpengaruh besar terhadap Dini. "Apa kamu bilang?! Aku gak takut sama sekali tau!" Dini pun merasa sangat kesal, dan menghampiri Seno.

"haha.. kalo gak takut, ayok main!" ajak Seno. "Baiklah. Aku buktikan kalo aku gak takut!" jawab Dini dengan sedikit kesal. "Oke kita mulai!".

Mereka pun memulai permainan petak umpet, tapi sebelum itu mereka harus menentukan siapa yang jaga dengan batu gunting kertas. "Batu, gunting, kertas!" sahut mereka berdua. "aku menang, kamu harus jaga. hehe.." Dini pun berhasil memenangkannya, tentu saja yang jaga adalah Seno. "huhh.. baiklah.." ucap Seno lemas. Akhirnya petak umpet dimulai, Dini sibuk mencari tempat persembunyiannya sedangkan Seno menutup mata dan menghitung 1 - 100.

"Sembilan puluh delapan, sembilan puluh sembilan, seratus!" setelah menyelesaikan hitungannya, Seno pun langsung mencari Dini. Rumah Dini memang cukup besar dan bertingkat dua, alhasil seno harus bersusah payah untuk menemukan Dini. "hmm? Kemana ya si Dini. Susah banget nyari dia" Seno kebingungan karena dia sudah berkeliling di lantai satu tapi tak menemukan Dini sama sekali.

"Hmm.. mungkin aja Dini ada dilantai dua." Karena tak menemukan Dini dilantai satu, Seno pun mencoba mencarinya kelantai dua. Seno pun berkeliling dan memasuki semua ruangan di lantai dua tapi hasilnya nihil. Karena sudah kelelahan mencari dia pun menyerah "Dini? Kamu dimana? Aku nyerah. Ayo keluar lah" Kata nya mencoba memanggil Dini dengan suara yang besar.

"haha.. Dia tidak akan menemukan ku disini, akhirnya aku bisa melanjutkan membaca komik ini." Ternyata sedari tadi dini berada di lantai bawah tanah yang tidak diketahui oleh Seno.

"Dinii?? Dengar gak sih? Aku udah lelah tau." Panggil Seno lagi sembari melanjutkan mencari Dini. Tanpa sadar Seno telah berada diujung lorong rumah itu. Seno pun merasa sedikit kesal karena tak berhasil menemukan Dini. Tapi dia menyadari suatu hal. Di ujung lorong tersebut terdapat satu pintu.

Anehnya pintu itu berbeda dari yang lain. Ya, sangat kuno, dan terbuat dari kayu jati yang penuh dengan ukiran. Karena penasaran Seno pun mencoba memasuki pintu itu, sekalian mencari sepupunya. "Tok Tok" "Dini apa kau didalam?" panggil Seno sambil mengetuk pintu. Pintu itu terbuka sedikit akibat ketukan Seno tadi. "Masuk aja ah.." gumam Seno sembari memasuki pintu itu.

"I..ini ruangan apa?" serunnya kebingungan, karena yang dilihatnya adalah sebuah ruangan kosong dengan sumber cahaya satu - satunya berasal dari cahaya bulan. "eh? Bukankah itu kaca?" Seno menyadari bahwa ruangan itu tak benar - benar kosong, karena terdapat sebuah kaca di sudut ruangan.

Seno pun mencoba memeriksa kaca itu, tapi yang dilihatnya hanyalah sebuah kaca kuno yang kusam dan penuh dengan debu. "Hmm..sebaiknya aku keluar" Seno pun merasa ketakutan, dan mencoba untuk keluar ruangan aneh itu. Tapi.. "DUAR!" tiba - tiba pintu keluar tertutup dengan kencang, tanpa ada seseorang pun yang mendorongnya.

"Ke..kenapa pintunya? Huaaaa!!" Seno pun menjerit kepanikan dan mencoba berlari ke arah pintu itu. Tiba - tiba.. "DUAGH!" badan Seno terdorong dan terjatuh kelantai. "Aduuhh!" jerit Seno kesakitan. Tanpa sengaja Seno melihat ke arah kaca. "Kyaaa!! Si..siapa kamu?!!" Seno terkejut melihat bayangan dirinya sendiri di kaca tersebut. Anehnya bukannya duduk, bayangan itu malah berdiri dengan senyum lebar layaknya iblis. Perlahan - lahan bayangan itu keluar dari kaca dan mulai mendekati tubuh Seno.

"Ti..tidakk! Menja..Arghh!!" tanpa sempat melanjutkan kata - katanya, Seno telah di cekik oleh bayangan itu.

***Sementara itu***

"Hahh.. akhirnya satu komik selesai aku baca" kata Dini yang baru saja selesai membaca komiknya. Tapi.. "Huaaaa!!" terdengar suara jeritan yang berasal dari lantai dua. "Seno?! A..apakah dia? Ahh dasar bodoh!" Dini pun keluar dari tempat persembunyiannya tadi. Dia terlihat sangat khawatir. Dengan cepat Dini telah mencapai lantai dua.

"Aduuuhh!" suara jeritan Seno terdengar lagi. "Sial! Aku harus cepat!" seru Dini seraya mempercepat langkahnya. Tapi.. "BUGH!" badan Dini terjatuh karena ia terlalu memaksakan dirinya untuk berlari. "Aduhh.. Sial aku tak boleh diam disini." Dengan cepat Dini berdiri dan melanjutkan pencariannya.

Akhirnya Dini sampai ketempat dimana suara Seno berasal. "Arghh!!" terdengar suara kesakitan dari Seno. Dini pun menyadari bahwa suara itu berasal dari pintu kuno yang terdapat di ujung lorong. "Seno tunggu aku!!" dengan cepat Dini berlari mendekati pintu itu, dan langsung mendorongnya. Tapi.. "Seno! Eh? A..apa kamu tak apa - apa?" yang Dini lihat hanyalah Seno yang sedang berdiri, dan memandangi kaca yang terdapat di sudut ruangan itu. Anehnya Seno menatap kaca itu dengan senyuman iblis.

"Se..seno? A..Apa kamu mendengarkan aku?" Dini mencoba mendekati Seno, walaupun ia sangat ketakutan. Tiba - tiba.. "tak apa kok Dini.. Aku cuma bingung. Bagaimana ya caranya untuk membunuh..KAMU? Hahaha!!" Seno menoleh dan melihat Dini dengan tampang pembunuh.

"Siapa kamuu!!?" Dini sedikit mundur, karena ia sangat ketakutan. "Ka..katakan di..dimana Seno?!" lanjutnya. "heh? Lupakan saja itu. Ayo kita lanjutkan permainan kita! Hahaha!!" kata Seno dan langsung berlari menyergap Dini.

***Skip***

"Aduhh.. kepalaku pusing" Seno tersadar, dan dengan perlahan ia membuka matanya. Tapi.. "Huaaaa?!! A..apa yang terjadi?!" Semua perabotan rumah berantakan, tapi yang lebih parah Seno melihat tubuh Dini terkapar tak berdaya. "Dini! Dinn!! Bangun!!" teriak Seno sambil mencoba menyadarkan Dini. "Din? Si..siapa yang berbuat begini?" tanya seno karena melihat Dini yang masih setengah sadar. "Kamu..." Bisik Dini. "Apa? Ka..kamu bercanda kan?" Seno mulai bingung. "Tidak..Aku Serius.. Kamu..harus.." tanpa sempat melanjutkan kata - katanya Dini pun kehilangan kesadarannya. "Tii..tidak! Tidak mungkin!" teriak Seno seraya berlari. Air matanya mengalir deras karena melihat kenyataan pahit itu. Tak sadar ia telah sampai diruangan kosong tadi. Dia terduduk dan menangis sekencang - kencangnya ke arah kaca tersebut.

************************************************************

"Apa kau mengingatnya Seno?" tanya Reno dengan senyuman iblisnya. Aku hanya bisa terdiam. Semua kejadian yang harusnya aku lupakan, timbul kembali di otak dan pikiran ku. "Hei? Aku tadi bertanya. Apa kau mengingat KEJADIAN MALAM ITU?" tanya Reno. "Benar katanya, kejadian malam itu. Malam dimana untuk pertama kalinya Reno datang". Kataku dalam hati. " Hei? Kenapa kau diam? Perkataanku benarkan? Aku lah kenangan masa lalumu." Reno kembali mengintimidasiku. "Ti..tidak! Aku tidak akan pernah menganggapmu ada! Semua itu hanyalah ilusi!" jeritku dengan kesal. Aku mencoba membohongi diriku sendiri bahwa kejadian itu tak pernah terjadi.

"Hah? Jadi begitu ya? Sekarang kau mencoba untuk membohongi diri sendiri? Kau pengecut sekali ya?" balasnya dengan santai. "Diam kau! PERGILAHH!!" jeritku seraya mengarahkan pukulanku kearah kaca "PRANG!!" Aku berhasil memacahkan kaca itu. "Hahaha, mungkin cukup nostalgianya.." kata Reno sebelum ia menghilang bersama pecahan kaca - kaca itu. Dan tak lama itu pandanganku menjadi gelap. Aku langsung terkapar. Walaupun begitu aku dapat merasakan darah mengalir di tanganku.

***BERSAMBUNG***

ANOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang