"Lo dari mana?" tanya Raina.
"Abis pinjem buku ini di perpus. Tadinya mau beli sih kebetulan di sini ada lumayan hemat duit jajan gue." jawab Fashakira berdiri sebelum ke tempat duduknya.
"Inggrid mana? Biasanya dia selalu dateng lebih awal." tanya Fashakira karena bangku temannya itu kosong.
"Dia demam! Semalam ngasih tau di grup chat." Angela memberitahu.
"Hari ini lo keliatan beda, ada sesuatu yang belom lo ceritain ke kita?" Raina menelisik ke arah Fashakira.
"Iya nih gue bawa kartu uno yang kemaren ilang," Fashakira mengeluarkan benda itu dari dalam tasnya.
"Bukan ilang Sha. Tapi diambil sama kak Akmal katanya dia udah izin sama lo buat pinjem. Kartu itu udah disita bu Susi hari itu juga." jelas Angela.
Gadis itu melongo tak percaya dia mengira kartu itu lupa dia letakkan karena kecorobohannya. Dia harus minta ganti pada Akmal setelah istirahat nanti.
Bel berbunyi, menandakan waktu pelajaran pertama dimulai. Fashakira sedang memerhatikan guru di depannya terusik dengan panggilan seseorang dari arah jendela.
"Siapa sih ganggu aja."
"Fasha ... Sha ... Keluar bentar deh." Bukan Akmal namanya jika membuat seseorang tenang.
Mereka berbicara sambil bisik-bisik dengan isyarat yang mudah di mengerti. Angela yang sedang mencatat merasa aneh dengan tingkah Fashakira yang seperti itu. Mendorong pelan bahu Fashakira mungkin akan membuat gadis itu sadar.
"Ngapain?" tanya Angela pelan.
Fashakira tidak menjawab, arah pandangnya membawa Angela untuk melihat ke kanan.
"Kak Akmal? Ganggu aja deh!" ujar Angela.
"Arvino luka! Cepetan sini." seru Akmal.
Alasan apalagi yang akan dia berikan untuk izin keluar kelas yang pasti dia harus memastikan keadaan lelaki itu sekarang juga. Tidak ingin membuang waktu lagi, dia bergegas menemui Akmal di depan sana untuk mengetahui di mana Arvino saat ini.
Fashakira mengikuti langkah Akmal menuju rooftop sekolah. Tidak banyak yang tahu kalau tempat ini ternyata masih berfungsi dengan baik karena guru selalu melarang muridnya untuk menginjakan diri mereka kesini. Berbeda dengan Arvino, lelaki itu malah menjadikan bangunan kosong yang di dominasi barang tidak terpakai untuk tempat istirahatnya saat dia terluka seperti sekarang.
"Gue ambil obat dulu di unit kesehatan-" perkataan Fashakira terputus oleh Akmal.
"Gausah! Di sana udah ada, ayo naik!" perintah Akmal.
Setibanya mereka disana, Arvino tengah memejamkan matanya sambil berbaring di sofa. Yang lain menyadari kedatangan gadis itu dan memberikan kursi mempersilakan Fashakira duduk.
Arvino terusik saat ada yang memegang keningnya, lelaki itu segera membuka mata dan pandangan itu jatuh tepat di wajah cantik Fashakira.
Dia bangun, "Kok ada disini?" tangan yang berada di keningnya dia turunkan.
"Firasat aku dari tadi ga enak dan itu tertuju ke kamu dan benar aja waktu aku papasan sama kak Akmal ternyata dia kasih tau aku tentang kamu." ucap Fashakira menyakinkan Arvino.
Syukurlah Arvino tidak curiga. Entah karena kepalanya masih pusing atau ada hal lain tapi yang pasti rasa sakit itu berkurang ketika dia melihat wajah Fashakira saat ini.
Dia meminta obat untuk meredakan luka Arvino untuk menghilangkan rasa sakit itu. Dengan hati-hati Fashakira mengobatinya, luka yang waktu itu dia lihat pun kini semakin parah. Belum tahu bagaimana dia mendapatkan ini semua perasaan khawatir kini menggebu di hati Fashakira.
"Ribut sama siapa lagi kamu? Sok jagoan banget mau jadi pahlawan kesiangan?" omelnya setelah mengobati luka Arvino.
Arvino tidak menyangka akan mendapat omelan seperti itu dia ingin Fashakira menemaninya sekarang.
"Kalo ga ada keperluan lagi aku mau balik ke kelas, sebentar lagi pulang. Aku tunggu di depan gerbang!" ujar gadis itu.
Tak ada jawaban dari lawan bicaranya dia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu.
Hari-hari selanjutnya mereka akan disibukan dengan persiapan ujian kenaikan kelas dan tentu saja Arvino akan disibukan dengan persiapan kelulusan dan juga menentukan jenjang pendidikan selanjutnya.
Bel pulang berbunyi, sebagian murid ada yang pulang terlambat karena ada pembelajaran tambahan.
Fashakira berjalan beriringan dengan temannya tanpa Inggrid bersama mereka. Setelah mendapat pesan dari Arvino gadis itu bergegas meninggalkan gedung besar itu.
Pandangan Raina dan Angela begitu heran tidak biasanya lelaki itu tampil acak-acakan seperti sekarang.
Di belakang Arvino, Nicko sudah menunggu Angela mereka akan pulang bersama, sopir Raina tiba gadis itu segera menuju kesana.
Setelah berpamitan seperti sahabat pada umumnya, ketiganya melesat meninggalkan gedung sekolah.
"Kamu udah rencanain mau kuliah dimana?" tanya Fashakira saat mereka menunggu lampu hijau menyala.
"Belum, masih bimbang." jawab Arvino lalu melajukan kembali motornya.
Fashakira mengangguk paham.
"Kamu udah ada rencana buat kuliah dimana?" tanya Arvino.
"Udah sih, di salah satu Perguruan Tinggi Negeri daerah Jawa Barat." jelasnya.
Tidak ada obrolan lagi setelahnya karena mereka sudah sampai dirumah Fashakira. Ya seperti biasa, rumah itu akan sepi di waktu ini. Kedua orang tua Fashakira masih berada di kantor.
Fashakira memasuki rumahnya terlebih dulu disusul Arvino di belakangnya. Gadis itu menuju kamarnya dan kembali dengan kotak obat yang dia miliki.
Dia pergi ke dapur untuk mengambil minum dan air bersih yang ditampung di wadah untuk mengobati luka Arvino namun niatnya itu diurungkan kala Bi Tina tiba-tiba datang menghampiri Fashakira.
"Butuh apa Neng Sha? Biar Bibi yang bantu," ujar Bi Tina.
"Siapin dua minum aja Bi, Fasha bisa sendiri kalo yang ini." jawabnya saat mengisi air ke dalam wadah kecil.
"Itu buat siapa, Neng?" tanya Bi Tina khawatir.
"Bukan buat aku tapi buat Arvino dia luka Bi, Fasha ke depan depan dulu ya." ucapnya ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVANESCENT
Teen FictionWaktu berjalan begitu cepat seakan ini adalah mimpi bagi Fashakira dan masa lalunya adalah hal yang harus dihindari. Dia dipertemukan kembali dengan manusia yang begitu memporak-porandakan isi hatinya. Keadaan lah yang membuat dirinya menjadikan se...