Setibanya mereka didalam, tepatnya halaman, mereka langsung di sambut oleh seorang pria paru baya yang menunggu di depan pintu dengan senyuman. Regar menyuruh Nala dan lainnya untuk masuk duluan sementara Ia akan berbicara sebentar dengan beliau.
Entah siapa itu. Tapi Nala menerka bahwa dia adalah penjaga villa ini.
Karena sudah diizinkan untuk masuk, jadilah Nala dan lainnya masuk kedalam. Nala melihat-lihat sekeliling seraya berjalan beriringan dengan Nindi disebelahnya.
Nuansa Bali yang kental dapat dilihat dari berbagai hiasan dinding dan patung yang dipajangkan. Wajar saja karena Ibu Regar berdarah asli Bali. Tapi ada juga beberapa yang di beri sentuhan modern. Yang unik disini adalah, desiran ombak di luar bisa terdengar sampai ke-telinga mereka.
Nala duduk di salah satu sofa panjang yang besar. Matanya masih belum puas untuk menikmati nuansa yang jarang sekali dia liat dan rasakan.
"Gue kalo jadi Regar bakal datang tiap bulan, sih." ucap Disa, ikut duduk disamping Nala.
Melihat Disa duduk, dia juga ikutan duduk. "Iya ih. Tapi jalanannya itu loh, lama banget rasanya." sahut Nindi.
"Encok pinggang Gue, pegel sebadan." tambah Mira yang ikut duduk juga.
"Gue aja rasanya mual banget sekarang. Gakuat deh, untung aja udah nyampe." keluh Aruna ikut gabung dalam jejeran mereka yang terduduk.
Nala hanya terdiam di tempatnya, terlalu capek untuk berbicara. Ia hanya memandangi lurus pemandangan kaca besar yang memperlihatkan kolam berenang dan beberapa anak cowok yang lagi menjelajah di luar sana.
"Rame jigana kalo berenang. Mau berenang gak, Na?" tanya Aruna, mencoba berbicara lagi dengan Nala untuk memastikan apa sahabatnya ini benar-benar mendiamkannya. (Asik kayaknya.)
"Ih ayo berenang! Bentar sore, yuk?"
Alih-alih Nala yang menjawab, justru malah Disa yang merespon dengan semangat.
Biar saja Nala diam. Biar Aruna tau dia sedang mendiamkannya.
"Yuk, Na." ajak Nindi, menyenggol lengan Nala.
Nala menggeleng dan menjawab, "Maneh weh, urang mah moal miluan. Lagi gak enak badan." (Lo aja, gue gak ikutan.)
"Boong. Ayolah. Iraha deui bisa kieu?" bujuk Nindi tapi Nala terus menggelengkan kepalanya. (Kapan lagi bisa gini?)
Nala mau saja. Tapi kepalanya pusing dan badannya kelelahan sekarang ini, yang di butuhkannya sekarang hanya istirahat yang panjang.
"Urang keur cape pisan euy." keluh Nala masih menolak. (Gue lagi capek banget.)
"Ayolah, Na."
"Mbung, ah." (gamau.)
Disa tiba-tiba mendecak. "Lo berdua jangan ngomong sunda mulu dah. Gue nggak ngerti!" protesnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENNALA (On Revisi)
General Fictionrahasia tetap diam tak terucap, meski hati bergemuruh berisik meminta untuk menyelami diri sang pemilik hati. - rennala dan pernak pernik masa muda. lavendherr, 2023. cover from pinterest.